Peluncuran rudal ini balasan aksi pesawat pengintai AS di wilayah pertahanan udara Korut dan rencana pengerahan kapal selam nuklir di dekat Semenanjung Korea.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
SEOUL, RABU — Korea Utara kembali menembakkan rudal jarak jauh di wilayah pantai timur, Rabu (12/7/2023). Ini uji coba rudal ke-12 Korut dalam enam bulan terakhir. Rudal tersebut diluncurkan tak lama setelah militer menuding bahwa pesawat mata-mata Amerika Serikat melanggar wilayah udaranya.
Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan mengatakan, mereka mendeteksi peluncuran rudal di sebuah daerah atau di sekitar Pyongyang, ibu kota Korut, Rabu sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Dalam pesan teks kepada sejumlah media, dikutip dari kantor berita Yonhap, JCS menyatakan akan mempertahankan kesiagaan penuh dengan AS setelah peluncuran terbaru ini.
Tokyo juga mengonfirmasi peluncuran itu. Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada mengatakan, Korut telah menembakkan setidaknya satu rudal balistik ke arah timur.
Laporan Pasukan Penjaga Pantai Jepang menyebutkan, proyektil rudal balistik jarak jauh milik Korut diperkirakan jatuh di luar zona ekonomi eksklusif (ZEE) Jepang dan sekitar 550 kilometer timur Semenanjung Korea. Mendapat laporan adanya peluncuran rudal oleh Pyongyang, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida yang tengah berada di Lituania langsung memerintahkan stafnya untuk waspada, berjaga-jaga bila terjadi peristiwa yang tidak terduga.
Tahun ini Korut telah melakukan uji coba rudal jarak jauh dengan menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) berbahan bakar padat pertama pada pertengahan April lalu. Selain itu, untuk memperlihatkan kemampuan militernya, Pyongyang juga meluncurkan satelit mata-mata pertama dengan wahana peluncur baru meski belum berhasil mengangkasa.
Peluncuran rudal jarak jauh ini menyusul dugaan pelanggaran wilayah udara Korut oleh pesawat mata-mata AS dan juga rencana Washington untuk mengerahkan kapal selam berhulu ledak nuklir ke wilayah dekat Semenanjung Korea. Juru bicara Kementerian Pertahanan Korut, Senin lalu, menyatakan, AS telah mengintensifkan mesin perang dan kegiatan spionase di tengah situasi yang sebenarnya bukanlah perang. Tindakan ini mengacu pada sejumlah penerbangan pesawat pengintai selama delapan hari berturut-turut sejak awal Juli yang dinilai Pyongyang sebagai tindakan provokatif.
Juru bicara itu tidak secara eksplisit mengancam bahwa militer Korut akan menembak jatuh pesawat milik Angkatan Udara AS. Dia menyatakan, ”Tidak ada jaminan bahwa kecelakaan mengejutkan seperti jatuhnya pesawat pengintai strategis Angkatan Udara AS tidak akan terjadi di Laut Timur Korea.”
Kecaman terhadap kegiatan pesawat mata-mata AS di atas wilayah udara Korut juga disampaikan adik perempuan Kim Jong Un, Kim Yo Jong, Senin (10/7/2023). Ia memperingatkan, Korut akan mengambil tindakan yang jelas dan tegas terhadap pesawat-pesawat pengintai AS yang berada di ZEE Korut. Dia menyatakan bahwa hal yang mengejutkan bisa sewaktu-waktu terjadi.
Leif Eric Easley, profesor di Universitas Ewha di Seoul, mengatakan, pernyataan Yo Jong bisa diartikan sebagai upaya rezim Pyongyang menggalang dukungan dari internal negaranya untuk membenarkan uji coba-uji coba tersebut. ”Pernyataan agresif Kim Yo Jong adalah bagian dari pola Korea Utara bahwa ada ancaman eksternal yang memberikan pembenaran adanya uji coba senjata,” kata Easley.
Korsel perkuat keamanan
Peluncuran rudal jarak jauh Korut juga berlangsung di tengah upaya Korea Selatan memperkuat kerja sama keamanan. Presiden Korsel Yoon Suk Yeol ikut ambil bagian dalam pertemuan negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dalam pertemuan itu, ia menandatangani kerja sama Individually Tailored Partnership Programs (ITPP) dengan NATO dalam 11 bidang, mulai dari antiterorisme, nonproliferasi, hingga teknologi pertahanan dunia maya.
Dikutip dari kantor berita Yonhap, kerja sama ITPP yang ditandatangani Yoon dan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg adalah peningkatan program kerja sama Individual Partnership Cooperation Programme (IPCP) yang sudah dikembangkan sejak tahun 2012. IPCP menjabarkan kerja sama di tujuh bidang, termasuk konektivitas politik-militer, pertahanan dunia maya, nonproliferasi, dan antiterorisme. Kini di bawah ITPP, kerja sama baru yang ditambahkan menyertakan dialog dan konsultasi guna mendorong saling pengertian tentang ancaman keamanan bersama.
”Kehadiran saya untuk melembagakan kerangka kerja sama dengan membentuk ITPP dan berkonsultasi tentang kerja sama dengan NATO di bidang informasi militer dan dunia maya, ” kata Yoon.
Menurut dia, kerja sama keamanan Atlantik dan Indo-Pasifik tidak bisa dipisahkan. Dia menyebut kerja sama keamanan Jepang, Korsel, Selandia Baru, dan Australia akan semakin erat dengan NATO.
Stoltenberg menguatkan pernyataan Yoon dengan menyebut kemitraan Korsel dan sejumlah negara Indo-Pasifik bukan sebatas kerja sama NATO dengan negara di kawasan karena dampaknya akan terasa pada keamanan global. ”Apa yang terjadi di Indo-Pasifik penting bagi Eropa dan apa yang terjadi di Eropa penting bagi Indo-Pasifik,” kata Stoltenberg.
Situasi keamanan di Semenanjung Korea menjadi salah satu perhatian utama NATO, yang berencana membuka kantornya di Jepang, awal tahun depan. Untuk mendapatkan dukungan soal keamanan di Semenanjung Korea, Pemerintah Korsel akan membawa persoalan ini dalam pertemuan Forum Regional ASEAN (ARF) yang akan berlangsung di Jakarta, akhir pekan ini.
Menteri Luar Negeri Korsel Park Jin,, menurut laporan Yonhap, akan mengangkat masalah aktivitas ilegal Korut di dunia maya dan persoalan hak asasi manusianya. Selain itu, ia juga membahas situasi di Semenanjung Korea.
Menurut informasi, Korut berencana mengirimkan perwakilan untuk hadir dalam ARF kali ini. Namun, belum jelas apakah pertemuan nanti akan dihadiri langsung oleh Menlu Choe Son-hui atau perwakilannya. (AP/AFP/REUTERS)