PBB Bentuk Lembaga Pencari 130.000 Korban Perang Suriah
Resolusi PBB itu memandatkan klarifikasi nasib warga Suriah yang hilang akibat konflik. Suriah menilai resolusi itu mencerminkan campur tangan urusan dalam negeri.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
NEW YORK, JUMAT — Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kamis (29/6/2023), menyetujui resolusi yang akan membentuk sebuah lembaga independen untuk menyelidiki 130.000 warga yang hilang selama konflik di Suriah. Damaskus menolak dan menyebut resolusi ini sebagai intervensi terhadap kedaulatan dan hukum negara.
Resolusi yang diusulkan oleh Luksemburg itu nantinya bertugas untuk mengklarifikasi nasib dan keberadaan semua warga Suriah yang hilang serta memberikan dukungan memadai terhadap korban, penyintas, dan keluarganya. Di bawah resolusi itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres diwajibkan menyampaikan fondasi yang menjadi acuan keberadaan lembaga tersebut dalam waktu 80 hari, mendirikannya, dan menjalankannya. Resolusi juga meminta Sekjen PBB untuk melaporkan implementasi pelaksanaan resolusi itu dalam 100 hari kerja.
Duta Besar Luksemburg untuk PBB Olivier Maes sebelum pemungutan suara mengatakan, setiap hari keluarga, terutama kaum perempuan, menghadapi kesulitan administratif dan hukum. Mereka juga menghadapi ketidakpastian keuangan dan trauma yang parah saat berupaya terus-menerus mencari informasi tentang keberadaan orang-orang yang dikasihi. Maes juga menyebut, resolusi itu didasari rekomendasi Guterres pada Agustus 2022 yang meminta anggota PBB mempertimbangkan pendirian lembaga independen untuk mengklarifikasi nasib warga Suriah yang diduga menjadi korban konflik.
Ketika itu, Guterres mengutip laporan tim yang menyebut bahwa tidak ada koordinasi yang memadai antarlembaga untuk menangani orang hilang di Suriah. Sementara laporan kehilangan selalu muncul dari berbagai penjuru negeri.
Maes mengatakan, lembaga baru ini akan menjadi ”toko serba ada” dan berfungsi sebagai satu tempat untuk mengumpulkan dan membandingkan data serta memastikan koordinasi dan komunikasi dengan semua pihak. Apalagi setelah 12 tahun konflik Suriah, hanya sedikit kemajuan yang dicapai untuk meringankan penderitaan keluarga, terutama untuk mencari tahu dan memberi jawaban terhadap nasib para korban yang hilang.
Resolusi ini didukung oleh 83 negara anggota Majelis Umum PBB dan ditolak 11 anggota. Sementara 62 negara menyatakan abstain. Negara-negara penolak, selain Suriah, adalah China, Rusia, Korea Utara, Venezuela, Kuba, dan Iran.
Duta Besar Suriah untuk PBB Bassam Sabbagh menilai resolusi itu mencerminkan campur tangan yang mencolok terhadap urusan dalam negeri negaranya. Lebih jauh dia menilai tindakan itu sebagai bukti baru permusuhan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya terhadap Suriah.
Sabbagh mengatakan, Pemerintah Suriah di bawah pimpinan Bashar Al Assad telah menangani masalah orang hilang ini dengan serius. Pemerintah Suriah, ujarnya, telah memproses semua klaim penghilangan yang diajukan kepada aparat penegak hukum dan melakukan penyelidikan independen sesuai dengan hukum Suriah berdasar informasi dan sumber daya yang tersedia. Dalam pandangan Suriah, tidak ada alasan bagi PBB untuk mendirikan lembaga baru ketika secara internal Damaskus sudah melakukan semuanya.
Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Jeffrey DeLaurentis mengatakan, banyak orang hilang ditahan secara tidak adil atau dibawa oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dia juga meyakini, banyak korban hilang di tangan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) serta kelompok teror lain.
”Mengonfirmasi nasib dan keberadaan orang-orang yang hilang, memastikan pembebasan mereka, hingga mengembalikan jenazah mereka yang tewas ke keluarga mereka adalah kewajiban moral dan kemanusiaan,” katanya.
Konflik Suriah yang berubah menjadi pemberontakan dan sudah berlangsung lebih kurang 13 tahun telah menewaskan hampir setengah juta orang dan menelantarkan setengah dari populasi sebelum perang yang berjumlah 23 juta orang. Komisi Internasional untuk Orang Hilang mengutip perkiraan PBB menyebutkan, pada 2021 lebih dari 130.000 warga Suriah hilang akibat konflik tersebut.
Bantuan Suriah
Pada saat yang hampir bersamaan, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (UN OCHA) menyebut, proposal bantuan kemanusiaan PBB senilai 5,4 miliar dollar AS untuk Suriah hanya dapat terpenuhi sebanyak 12 persen atau 648 juta dollar AS. Hal itu memaksa mereka untuk memotong bantuan pangan darurat bagi warga Suriah sebesar 40 persen pada Juli nanti.
Kabar suram itu disampaikan Martin Griffiths, Wakil Sekretaris Jenderal UN OCHA, kepada Dewan Keamanan PBB, Kamis. Dia juga meminta pembaruan otorisasi pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah gempa di Suriah yang akan berakhir pada 10 Juli.
Griffiths mengatakan, rakyat Suriah menghadapi tantangan kemanusiaan yang buruk saat ini. Saat rakyat negara lain merayakan Idul Adha dan memakan daging yang tersedia di atas piring, menurut Griffiths, rakyat Suriah hanya berhadapan dengan sedikit makanan dan protein di atas piring mereka.
Sesi pembahasan situasi Suriah menjadi ajang debat antara wakil Rusia dan Barat. Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menuduh AS dan sekutunya membelanjakan uang lebih banyak, sekitar 55 miliar dollar AS, untuk belanja senjata dibandingkan membantu PBB memenuhi dana penanganan krisis kemanusiaan.
Sebaliknya, Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward menagih kontribusi Rusia yang membelanjakan lebih dari 2 miliar dollar AS per tahun untuk kelompok tentara bayaran swasta, Wagner. ”Saya menantikan kontribusi Rusia untuk bantuan kemanusiaan menyusul pengumuman bahwa Pemerintah Rusia membelanjakan 2 miliar dollar AS untuk kelompok Wagner,” kata Woodward. (AP)