Tidak hanya ilegal, pembuatan permukiman dan pendudukan wilayah Palestina ini juga membuat hubungan Israel dengan Amerika Serikat renggang.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
TEL AVIV, SELASA — Pemerintah Israel mengeluarkan keputusan untuk membangun 5.700 rumah di kawasan Tepi Barat yang oleh dunia, termasuk Amerika Serikat, sekutu Israel, dianggap ilegal. Kebijakan Israel yang kini dikuasai oleh pemerintah paling kanan selama 75 tahun terakhir tersebut menghalangi upaya perundingan damai dengan Palestina.
Keputusan itu diambil setelah rapat kabinet di Tel Aviv, Senin (26/6/2023) malam waktu setempat atau Selasa (27/6/2023) dini hari WIB. Lembaga swadaya masyarakat anti-pendudukan dan permukiman ilegal, Peace Now, mendata, Israel telah membangun 13.000 rumah di Tepi Barat, Jerusalem Timur, dan Dataran Tinggi Golan, selama 2023.
Wilayah itu sejak 1967 dihuni oleh warga Palestina. Peace Now juga mencatat, 700.000 warga Israel bermukim secara ilegal di daerah-daerah itu. Konflik berdarah timbul akibat pendudukan tersebut telah menewaskan 135 warga Palestina di Tepi Barat dan Jerusalem pada 2022 saja.
Sebanyak 24 warga Israel juga tewas. Kasus terakhir, empat warga Israel meninggal di Eli, Tepi Barat, pekan lalu. Mereka tewas setelah kelompok bersenjata dari Palestina melepas tembakan sebagai protes atas permukiman ilegal Israel.
”Hanya ada satu cara melawan aksi teroris seperti ini, yaitu membangun dan terus membangun,” kata Wali Kota Eli Ariel Elmeliach kepada Haaretz.
Proyek pembangunan permukiman itu berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan. Beberapa tokoh politik Israel yang sangat mendukung pembangunan permukiman, antara lain, adalah Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. Bahkan, Smotrich menargetkan meningkatkan jumlah permukiman di Tepi Barat dua kali dari jumlah sekarang.
Pembangunan 13.000 rumah selama enam bulan pertama pada 2023 itu saja sudah meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan 2022. Khusus untuk 5.700 unit yang baru disetujui ini belum diketahui jadwal pembangunannya. Reaksi dari warga Palestina sontak menolak.
”Pemerintahan (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu sengaja terus menggiring keadaan menuju perang terbuka dengan Palestina karena Palestina bergeming bahwa pembangunan permukiman ini ilegal dan merupakan bentuk penjajahan,” kata Abu Yousef, pejabat Palestina di Tepi Barat.
Penolakan juga diutarakan oleh Amerika Serikat melalui Juru Bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller. Ia menekankan bahwa AS kembali pada prinsip sebelum 2017, yaitu sebelum Donald Trump menjabat sebagai presiden. ”AS menolak segala tindakan unilateral yang menghalangi tercapainya solusi dua negara,” tuturnya.
AS merupakan penengah dari sebagian besar perundingan damai Israel dengan Palestina. Akan tetapi, upaya ini beku sejak 2014. Apalagi, selama kepresidenan Trump, yakni periode 2017-2021, AS berubah sikap mendukung pendudukan Israel di wilayah Palestina. Hal ini ditunjukkan dengan Trump menyatakan pengakuan bahwa ibu kota Israel adalah Jerusalem, bukan Tel Aviv, pada 2017.
Trump juga memerintahkan agar Kedutaan Besar AS dipindahkan ke Jerusalem. Akan tetapi, Menlu AS Rex Tillerson langsung mengklarifikasi pernyataan Trump. Dikutip oleh Washington Post, 27 April 2019, Tillerson menjelaskan bahwa pernyataan Trump sama sekali tidak memutuskan status resmi Jerusalem.
”Keputusan mengenai penunjukan ibu kota negara tentu murni hak negara yang bersangkutan. Dalam konteks Jerusalem, hanya Israel dengan Palestina yang bisa membuat perjanjian dan keputusannya. AS tetap mendukung proses perundingan damai di antara kedua belah pihak,” ujar Tillerson.
Kali ini, sebagai perwujudan sikap Washington menolak keputusan Tel Aviv, AS menangguhkan pengiriman dana untuk berbagai lembaga kajian ilmu pengetahuan dan teknologi milik Israel yang berada di Tepi Barat. Selama ini, lembaga-lembaga tersebut beroperasi dengan pembiayaan dari AS.
Miller mengatakan, Gedung Putih juga menolak mengundang Benjamin Netanyahu ke Washington. Padahal, ini merupakan tradisi kedua negara setiap kali Israel selesai menggelar pemilihan umum. (AP/REUTERS)