Kondisi Gletser di Hindu Kush Himalaya Ancam Miliaran Jiwa
Gletser di Pegunungan Hindu Kush Himalaya terancam hilang apabila tidak ada upaya keras untuk menahan laju pemanasan global. Miliaran jiwa terancam kehilangan sumber kehidupan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Tutupan es atau gletser di Hindu Kush Himalaya, sumber air bagi sekitar 2 miliar warga, terus mencair. Sebuah laporan terbaru menyebutkan, sepanjang periode 2010-2020, gletser di wilayah itu menghilang lebih cepat 65 persen dibanding dekade sebelumnya.
Apabila emisi gas rumah kaca tidak bisa dikendalikan, luasan tutupan es yang mencair akan lebih besar, yaitu 80 persen dari luasan gletser yang masih tersisa saat ini.
”Semakin hangat suhu udara, es akan mencair seperti yang diperkirakan. Akan tetapi, temuan ini tidak terduga. Dan yang sangat mengkhawatirkan adalah kecepatannya,” kata Philipus Wester, anggota tim peneliti International Center for Integrated Mountain Development (ICIMOD) dan penulis utama laporan itu, Selasa (20/6/2023).
Pegunungan Hindu Kush Himalaya membentang sepanjang 3.500 kilometer di wilayah Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, China, India, Myanmar, Nepal, dan Pakistan. Kawasan itu menjadi sumber air bagi 10 sistem sungai terpenting di dunia, termasuk Gangga, Indus, Kuning, Mekong, dan Irrawaddy. Hindu Kush Himalaya menjadi bagian dari sumber utama irigasi untuk pertanian, energi, dan perekonomian warga di sekitar sungai-sungai utama tersebut.
Laporan itu menyebutkan, apabila suhu bumi meningkat 1,5 derajat celsius atau 2 derajat celsius di atas suhu bumi pada zaman pra-industri, gletser di Hindu Kush akan kehilangan antara 30 persen dan 50 persen volumenya pada tahun 2100. Akan tetapi, letak gletser itu juga menjadi penentu seberapa besar luasan dan volume yang akan mencair.
Laporan itu memperkirakan apabila terjadi pemanasan hingga 3 derajat celsius, gletser di wilayah Himalaya Timur, yang mencakup wilayah Bhutan dan Nepal, akan kehilangan 75 persen volumenya. Jika naik satu derajat celsius, volume gletser yang akan mencair bertambah menjadi 80 persen.
Banyak laporan ilmiah menyebut, suhu bumi telah naik rata-rata 1,2 derajat celsius sejak pertengahan tahun 1800-an. Dampaknya sudah terasa. Mulai dari suhu ekstrem di berbagai belahan dunia yang mengakibatkan kebakaran lahan dan hutan, kekeringan yang luar biasa, hingga badai yang lebih berbahaya karena naiknya permukaan air laut.
Amina Maharjan, anggota tim penulis laporan, menyebut mencairnya gletser telah mengakibatkan habitat yak atau banteng liar rusak. Efeknya adalah kematian dan penurunan jumlah yak secara besar-besaran.
”Kematian yak dalam jumlah besar terjadi karena selama musim panas mereka pergi ke padang rumput yang lebih tinggi. Sebaliknya jika seluruh area tertutup salju, mereka tidak memiliki rumput sebagai sumber makanan,” katanya.
Akibat habitat yak dan ekosistem terganggu, banyak warga yang semula tinggal di pegunungan mencoba bermigrasi ke tempat lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Sementara di hilir, warga juga bisa terdampak jika danau gletser di atas gunung meluap. Banjir bandang bisa datang tiba-tiba, menyapu rumah, kebun, dan peternakan warga yang tinggal tidak jauh dari lintasan air.
Laporan terbaru ICIMOD ini memperkuat laporan pada Januari lalu yang menyebut bahwa separuh dari gletser di Bumi akan menghilang pada akhir abad ini. Berdasarkan laporan yang terbit dalam jurnal Science itu, saat ini terdapat 215.000 gletser di berbagai penjuru bumi.
Regine Hock, peneliti dari Universitas Oslo dan salah satu penulis laporan, mengatakan, sejalan dengan kenaikan suhu bumi, akan semakin banyak gletser yang akan hilang dari pandangan.
Para peneliti membagi empat skenario yang akan terjadi yang akan membuat gletser menghilang dari bumi, yaitu perubahan suhu rata-rata 1,5 derajat celsius, 2 derajat celsius, 3 derajat celsius, dan terakhir 4 derajat celsius.
Dalam skenario terbaik, kenaikan suhu global dibatasi 1,5 derajat celsius di atas tingkat pra-industri dan tujuan paling ambisius Perjanjian Paris, laporan itu memperkirakan bahwa hanya 49 persen gletser di bumi akan lenyap tahun 2100. Namun, apabila kenaikan suhu rata-rata global mencapai 2,7 derajat celsius, penelitian itu menyebut gletser di Eropa tengah, Kanada barat, AS, dan Selandia Baru akan lenyap.
Di bawah skenario terburuk—kenaikan suhu global sebesar 4 derajat celsius, gletser raksasa seperti di Alaska akan lebih terpengaruh dan 83 persen gletser akan hilang pada akhir abad ini.
Kedua laporan yang saling mendukung satu sama lain itu, menurut Wester, menggarisbawahi perlunya tindakan untuk menahan laju perubahan iklim yang lebih baik dan terkoordinasi. ”Setiap peningkatan kecil akan berdampak besar pada bumi dan kita perlu benar-benar memitigasi hal ini,” kata Wester. (AFP/REUTERS)