Rusia Bombardir Seluruh Wilayah Ukraina
Militer Rusia membombardir sejumlah wilayah Ukraina. Pesawat nirawak menjadi aktor utama serangan. Pertahanan udara Ukraina terbatas.
Kyiv, Selasa — Militer Rusia membombardir seluruh wilayah Ukraina, menyerang target militer dan infrastruktur vital sepanjang Senin malam hingga Selasa (20/6/2023) pagi. Serangan ini adalah serangan terbesar yang dilakukan oleh militer Rusia setelah Ukraina mengumumkan telah memulai serangan balasan sejak awal Juni 2023.
Rusia mengirim lusinan drone penyerang melintasi Ukraina sebelum fajar menyingsing, Selasa. Serangan sebagian besar diarahkan ke Ibu Kota Kyiv, yang sempat menjadi target utama untuk dilumpuhkan.
Sirene peringatan adanya serangan udara berbunyi di seantero kota Kyiv sekitar pukul 03.00 pagi, memberikan peringatan agar warga yang ada di ibu kota segera mencari perlindungan ke tempat-tempat yang aman. Ruang bawah tanah atau bunker, stasiun kereta bawah tanah adalah tempat-tempat yang selama ini kerap kali menjadi tempat berlindung warga dari ancaman serangan roket atau artileri militer Rusia.
Peringatan itu sendiri berlangsung selama tiga jam saat pesawat nirawak atau drone milik Rusia memenuhi langit Ukraina di tengah malam buta itu. Serhiy Popko, Kepala Administrasi Militer Kyiv menyebut, pesawat nirawak Rusia datang menyerang secara bergelombang selama lebih dari tiga jam. Sejauh ini tidak ada korban jiwa dalam serangan tersebut di Kyiv.
Baca juga : Putin Akan Pakai Senjata Nuklir jika Keamanan Rusia Terancam
Gubernur Wilayah Maksym Kozytskiy mengatakan, sebuah fasilitas penting di Lviv, Ukraina barat, menjadi sasaran dan mengalami kerusakan. Akan tetapi, dia tidak memberi rincian mengenai fasilitas yang menjadi sasaran itu.
Kantor Kepresidenan Ukraina menyebut pesawat nirawak yang digunakan oleh Rusia, yang dicurigai berasal dari Iran, menyerang berbagai lokasi di Ukraina selama empat jam. Di Kyiv, serangan itu membuat beberapa bangunan komersial dan bangunan milik pemerintah rusak.
Angkatan Udara Ukraina menyebut bahwa Rusia telah menyerang Kota Zaporizhia, lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) terbesar di Eropa. Berbeda dengan serangan terhadap Kyiv atau Lviv dan kota-kota lainnya di Ukraina, serangan Rusia ke Zaporizhia menggunakan rudal Iskander dan S-300.
Kepala Administrasi Militer WIlayah Zaporizhia Yuriy Malashko mengatakan, infrastruktur telekomunikasi dan pertanian menjadi target serangan rusia di wilayah itu. Militer Ukraina juga menyebut Rusia setidaknya menembakkan tujuh Iskander ke Zaporizhia.
Serangan tak henti selama beberapa jam ke sejumlah wilayah di Ukraina adalah serangan pesawat nirawak pertama dan serangan besar pertama Rusia selama dua minggu terakhir, atau setidaknya setelah Ukraina menyebut telah memulai serangan balasan pada militer Rusia. Akan tetapi, serangan itu juga berhasil ditangkis oleh sistem pertahanan udara Ukraina yang mengklaim telah menembak jatuh 32 dari 35 pesawat nirawak yang digunakan Rusia untuk membombardir berbagai lokasi di Ukraina.
Baca juga : Ukraina Lancarkan Serangan Balik
Juru Bicara Angkatan Udara Ukraina Yuri Ihnat, dikutip dari laman Ukrinform mengatakan, meski berhasil menembak jatuh 32 dari 35 pesawat nirawak Rusia, kemampuan sistem pertahanan udara Ukraina masih jauh dari sempurna untuk memberikan perlindungan seluruh wilayah teritorialnya. Militer Ukraina hanya menempatkan sistem pertahanan udara yang dimilikinya di tempat-tempat yang dinilai strategis dalam pertempuran dan dinilai paling membutuhkan
“Saat ini, sistem pertahanan udara dikerahkan di tempat yang paling membutuhkannya, untuk melindungi kota-kota besar, fasilitas infrastruktur, fasilitas tenaga nuklir, dan garis depan. Kami tidak memiliki sistem pertahanan udara yang cukup untuk melindungi dari serangan seperti itu. Tidak seperti yang dilakukan Israel,” kata Ihnat.
Selain itu, bila serangan terjadi pada malam hari, menurut dia, sangat sulit menjatuhkan pesawat-pesawat nirawak dengan kemampuan yang tinggi, termasuk terbang rendah menyusuri aliran sungai.
Presiden Volodymyr Zelenskyy pernah secara terang-terangan meminta Pemerintah Amerika Serikat dan Israel untuk memasok mereka dengan sistem pertahanan Iron Dome, yang selama ini digunakan Israel untuk mengadang roket yang diluncurkan kelompok Hamas atau kelompok perlawanan Palestina lainnya. Akan tetapi, sejauh ini Israel menolak karena dikhawatirkan keterlibatan itu akan memancing konflik yang lebih luas, termasuk konflik terbuka dengan Iran.
Untuk membantu sistem pertahanan udara Ukraina, negara-negara anggota NATO telah mengirimkan sejumlah teknologi sistem pertahanan udara mereka, termasuk HiMARS, Patriot dan Avenger dari AS serta yang terakhir adalah Storm Shadow dari Inggris. Akan tetapi, menurut Yuriy Sak, penasihat Menteri Pertahanan Ukraina, hal itu belum cukup.
Baca juga : Setahun Perang Ukraina Makin Perdalam Permusuhan, Pertempuran Bakal Panjang
"Taktik Rusia adalah menggunakan pesawat tak berawak murah untuk melemahkan pertahanan udara kita. Ini hampir seperti berpacu dengan waktu. Siapa yang akan kehabisan lebih dulu? Rusia dengan rudal mereka atau kita mendapatkannya dari sekutu-sekutu Ukraina?,” katanya.
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengatakan, dalam kondisi perang, tidak ada pernah kata cukup bila terkait dengan persenjataan, amunisi ataupun peralatan tempur lainnya.
Untuk membangun kemampuan sistem pertahanan udaranya, selain meminta pada negara-negara NATO, Sak menyebut bahwa mereka tengah meminta Australia memasok kendaraan Hawkei berpenggerak empat roda yang dapat dipasang dengan sistem pertahanan udara.
Bantuan persenjataan yang terus mengalir telah membuat militer Ukraina percaya diri. Wamenhan Ukraina Hanna Maliar menyebut selama dua pekan melakukan serangan balasan, mereka mampu merebut kembali kawasan Piathkhatky, sebuah pemukiman di garis depan, di dekat Laut Azov. Maliar menyebut ini adalah bagian dari langkah maju pasukan Ukraina yang kini menguasai hingga tujuh kilometer ke dalam wilayah yang sebelumnya dikuasai pasukan Rusia. Selama dua pekan, pasukan Ukraina berhasil menguasai wilayah pertempuran seluas 113 km persegi.
Namun, Maliar mengingatkan bahwa kemajuan ini baru sementara dan mereka harus bertempur lebih sengit lagi untuk menghadapi situasi yang lebih sulit, termasuk serangan besar dari Rusia.
"Musuh tidak akan dengan mudah menyerahkan posisi mereka, dan kita harus mempersiapkan diri untuk duel yang sulit," kata Maliar.
Fokus pada Krimea
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyebut bahwa mereka memiliki informasi bahwa Ukraina berencana akan menyerang dan merebut kembali wilayah Krimea yang sejak tahun 2014 telah “merdeka”. Dia menyebut bahwa serangan itu akan dilakukan dengan menggunakan rudal jarak jauh yang dipasok AS dan Inggris. Dia menyatakan Rusia akan membalas jika serangan itu terjadi.
Baca juga : Dam Jebol, Rusia-Ukraina Saling Tuding
“Penggunaan rudal ini di luar zona operasi militer khusus yang berarti bahwa Amerika Serikat dan Inggris akan sepenuhnya terseret ke dalam konflik. Akan ada serangan langsung terhadap pusat pengambilan keputusan di Ukraina,” kata Shoigu.
Beberapa pejabat dari dua negara anggota NATO mensinyalir bahwa Moskwa akan kembali melakukan serangan setelah ada pergeseran sejumlah pasukan dari timur ke selatan Sungai Dnipro. (AFP/Reuters)