41 Perusahaan Janji Rekrut 251.680 Pengungsi di Eropa
Pengungsi dari Asia dan Afrika harus melewati prosedur lebih panjang untuk bekerja secara sah di UE. Sementara pengungsi Ukraina mendapat aneka bantuan dan fasilitas untuk memudahkan hidup mereka di Eropa.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
NEW YORK, SELASA — Dikoordinasi Tent Partnership for Refugees, 41 perusahaan lintas negara setuju merekrut 251.680 pengungsi di Eropa. Perekrutan diprioritaskan bagi perempuan pengungsi asal Ukraina.
Kesepakatan perekrutan itu disiarkan pada Senin (19/6/2023) siang waktu New York, Amerika Serikat (AS) atau Selasa dini hari WIB. Sebagian perusahaan akan menjadikan pengungsi sebagai pekerja. Ada juga perusahaan akan melatih para pengungsi.
Operator hotel, Hilton dan Marriott, bergabung bersama sejumlah perusahaan lain merekrut 13.680 pengungsi di Eropa. Adapun perusahaan jasa penyalur tenaga kerja, seperti Adecco, ManpowerGroup, dan Randstad, akan membantu menyalurkan 152.000 pengungsi.
Sementara sejumlah perusahaan, seperti Amazon, Accenture, Generali, dan Indeed, akan memberi pelatihan kerja untuk 86.000 pekerja. Perusahaan Google, Visa, dan LinkedIn akan membantu pendampingan pengungsi di Polandia. Hingga dua juta pengungsi Ukraina kini berada di Polandia.
Komisi Eropa menyakini, penyerapan itu akan menghasilkan 2 miliar dollar AS untuk para pengungsi di Eropa setiap tahun. Bagi perusahaan, kekurangan pekerja bisa diatasi dengan merekrut pengungsi. Oleh karena itu, perekrutan tersebut dianggap menguntungkan.
”Karena belum jelas kapan perang di Ukraina akan berakhir, penting untuk mencari solusi jangka panjang untuk persoalan pengungsi Ukraina,” kata Wakil Presiden Komisi Eropa Margaritis Schinas.
Sejak menampung para pengungsi Ukraina setahun lalu, Uni Eropa (UE) mendapat tambahan pengangguran. Banyak pengungsi yang sebenarnya punya keterampilan itu tidak kunjung mendapat pekerjaan.
”Perempuan pengungsi Ukraina kesulitan mendapat pekerjaan. Tidak tahu bahasa di tempat pengungsian, juga tetap harus mengurus anak yang mengungsi bersama mereka. Dunia usaha perlu membantu mengurangi hambatan-hambatan itu. Apalagi, banyak di antara pengungsi sebenarnya orang berbakat,” tutur pendiri Tent Partnership for Refugees, Hamdi Ulukaya.
Mayoritas pengungsi Ukraina adalah perempuan dan anak-anak. Sesuai kebijakan Kyiv di masa perang dengan Rusia, hampir semua pria berusia 18 tahun hingga 65 tahun dilarang keluar Ukraina. Para pria itu hanya bisa keluar jika mendapat izin khusus dari Pemerintah Ukraina.
Pengumuman perekrutan itu kembali menunjukkan perbedaan perlakuan terhadap pengungsi Ukraina dan selain Ukraina. Pengumuman itu memungkinkan pengungsi Ukraina bekerja secara legal sehingga berpeluang mendapatkan penghasilan sesuai standar UE.
Sebaliknya, seperti dilaporkan Harvard International Review (HIR), pengungsi dari Asia dan Afrika harus melewati prosedur lebih panjang untuk bekerja secara sah di UE. Pertama, mereka harus mendaftar sebagai pencari suaka. Setelah mendapat status itu, mereka harus mengajukan izin mencari kerja.
”Pemrioritasan untuk pengungsi Ukraina membatasi peluang pengungsi dari negara lain untuk mendapat pekerjaan dan fasilitas pendukung lainnya,” kata Direktur Migration Policy Institute Hanne Beirens.
UE dinilai secara sistematis dan sengaja menciptakan diskriminasi penanganan pengungsi. UE memberikan sumber daya besar untuk menangani pengungsi Ukraina. Dengan demikian, pengungsi Ukraina bisa segera mendapatkan akses ke berbagai fasilitas dukungan.
Sebaliknya, pengungsi dari Asia dan Afrika harus menunggu lama sebelum berkas mereka diproses. Sementara menunggu proses selesai, mereka tidak mendapat tunjangan. Padahal, mereka membutuhkan biaya untuk hidup sehari-hari.
Dampaknya, para pengungsi bekerja secara ilegal dengan penghasilan jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendapat pekerja legal. ”Peluang pengungsi Asia dan Afrika mendapat pekerjaan jauh lebih kecil dibandingkan pengungsi Ukraina,” kata Beirens.
Kesulitan tidak hanya dihadapi pengungsi Asia dan Afrika setelah di UE. Dalam perjalanan ke UE pun, mereka berpeluang tewas. Hal itu antara lain tecermin pada Rabu (14/6/2023) dini hari. Kala itu, kapal yang ditumpangi hingga 750 imigran karam di selatan Yunani. Hanya 104 orang ditemukan selamat. Sebanyak 78 pengungsi lain tewas dan sisanya belum ditemukan sampai sekarang.
Utusan khusus Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) di Laut Tengah, Vincent Cochetel, mendesak penyelidikan independen atas tragedi itu. Sementara Athena dan UE berkeras bahwa penyelidikan telah dilakukan Yunani.
Berbagai pihak menyebut, tragedi itu tidak akan terjadi apabila UE lebih ramah kepada pengungsi dari Asia dan Afrika. Dalam laporan HIR diungkap, perlakuan UE terhadap pengungsi dari Ukraina dengan pengungsi dari Asia dan Afrika amat berbeda. Para pengungsi Ukraina bisa melintas perbatasan tanpa paspor. Sebab, penjaga perbatasan UE beralasan mereka sedang dalam kondisi darurat akibat perang.
Sebaliknya, pengungsi Asia dan Afrika tetap ditolak masuk UE sekalipun memiliki paspor. Mereka yang melarikan diri dari medan perang, seperti juga pengungsi Ukraina, tetap diharuskan mendapatkan visa sebelum masuk UE.
Perlakuan UE terhadap pengungsi dari Ukraina dengan pengungsi dari Asia dan Afrika amat berbeda. Para pengungsi Ukraina bisa melintas perbatasan tanpa paspor.
HIR menyebut, UE membuka perbatasan selebar-lebarnya untuk pengungsi Ukraina. Sebaliknya, untuk pengungsi Asia dan Afrika, UE berusaha keras menghalaunya dari perbatasan. Berkali-kali terjadi tragedi yang menewaskan pengungsi dekat perbatasan UE.
UE menolak memberikan perlindungan sementara kepada pengungsi dari Asia dan Afrika. Sementara terhadap pengungsi Ukraina, perlindungan segera diberikan. Aturan penyediaan perlindungan yang disahkan UE pada 2015 tidak dipakai untuk pengungsi Asia dan Afrika. Aturan itu dipakai segera untuk pengungsi Ukraina. (AFP/REUTERS)