Thailand Coba Ajak Junta Myanmar di Forum ASEAN, RI-Singapura Menolak
Thailand mengajak negara-negara ASEAN untuk kembali merangkul junta militer Myanmar dan mengundangnya hadir dalam forum-forum ASEAN. Indonesia dan Singapura tak setuju.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
BANGKOK, SABTU — Pemerintah sementara Thailand mengusulkan agar negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) kembali bertemu dan mengajak bicara junta militer Myanmar. Terkait usulan ini, Thailand mengundang para menteri luar negeri ASEAN untuk bertemu secara informal, Minggu (18/6/2023), untuk membicarakan upaya penyelesaian krisis Myanmar yang macet.
Usulan Thailand tersebut tertuang dalam surat tertanggal 14 Juni 2023, seperti dilihat kantor berita Reuters, Jumat (16/6/2023). Tiga sumber yang dihubungi mengetahui adanya undangan pertemuan informal itu.
Dalam surat tersebut tertulis bahwa Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai juga mengundang menteri luar negeri Myanmar yang ditunjuk junta militer. Surat itu menyebutkan, pertemuan yang diusulkan itu akan menjadi bagian dari langkah awal dari proses perdamaian di Myanmar.
Surat tersebut juga disebutkan mengutip hasil KTT ASEAN yang menyatakan ”negara anggota” membuat pernyataan tegas bahwa ASEAN harus sepenuhnya terlibat kembali dengan Myanmar pada level pimpinan. ”Sejumlah anggota mendukung ajakan itu dan ada yang bersedia mempertimbangkan. Tidak ada perbedaan secara eksplisit,” tulis Don dalam surat itu.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan menolak usulan Thailand. Ia menilai, situasinya belum tepat bagi ASEAN untuk membuka pembicaraan tingkat tinggi dengan Myanmar mengenai situasi politik Myanmar.
Juru bicara militer Myanmar tidak menanggapi konfirmasi melalui telepon pada Jumat malam. Pada pertemuan puncak ASEAN, bulan lalu, para pemimpin ASEAN menyerukan segera diakhirinya kekerasan di Myanmar. Kekerasan di negara itu berkecamuk setelah militer menggulingkan pemerintah sipil terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada 2021.
Indonesia, sebagai ketua ASEAN tahun ini, menurut tiga sumber Reuters, telah menolak untuk menghadiri pertemuan informasi yang diusulkan Thailand itu. Pihak Kementerian Luar Negeri RI hanya menyatakan belum mendengar ada undangan tersebut.
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha sebelumnya juga berusaha untuk menghadirkan kembali pejabat militer Myanmar ke dalam pembicaraan informal dengan negara-negara anggota ASEAN. Terkait penyelesaian krisis Myanmar, upaya Thailand kerap bertentangan dengan pandangan Indonesia.
Partai Bergerak Maju Thailand, yang memenangi kursi terbanyak dalam pemilu Mei lalu, sudah memberikan isyarat akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan pemerintahan sementara saat ini terkait Myanmar jika nanti bisa membentuk pemerintahan baru. Kebijakan itu akan berbeda dari koalisi pro-militer saat ini yang kalah telah dalam pemilu.
Sumber di Jakarta menyebutkan penolakan Indonesia terhadap undangan itu karena inisiatif Thailand itu bertentangan dengan kesepakatan ASEAN di KTT ASEAN, Mei lalu. ”Jika keterlibatan menteri secara informal ini menghasilkan kemajuan positif yang substansial, kami ingin menyarankan agar ada pertemuan para pemimpin diadakan setelah itu,” tulis Don.
Wakil Direktur Asia Human Rights Watch (HRW) Phil Robertson mengatakan, Menlu Thailand sudah menunjukkan arogansi dengan mengundang junta militer Myanmar yang dijauhi negara-negara tetangga regional lainnya. ”Pantas saja setiap langkah upaya ASEAN untuk menyelesaikan krisis Myanmar terhalang,” ujarnya.
Terlalu dini
Menlu Singapura Balakrishnan, kepada wartawan dalam konferensi pers bersama Menlu AS Antony Blinken di Washington DC, mengatakan, karena tidak ada perbaikan dalam situasi di Myanmar, terlalu dini untuk melibatkan kembali junta militer Myanmar baik di tingkat puncak pimpinan maupun di tingkat menlu.
Selama dua tahun, ASEAN tidak mengundang junta militer Myanmar untuk ikut dalam KTT ASEAN karena junta militer dianggap tidak menghormati perjanjian 2021 yang dikenal sebagai ”lima poin konsensus”. Di dalam konsensus itu, antara lain, dicantumkan seruan untuk menghentikan permusuhan, dialog antara semua pihak, dan memberikan akses bantuan kemanusiaan sepenuhnya.
”Kami mengecam kudeta dan kekerasan terhadap warga sipil. Kudeta militer pada 2021 telah menyebabkan situasi Myanmar tidak stabil, proses rekonsiliasi nasional mundur, dan berdampak besar pada ekonomi. Sudah lebih dari dua tahun kami belum melihat tanda-tanda perbaikan,” kata Balakrishnan setelah bertemu dengan Menlu Blinken di Washington DC.
Balakrishnan menekankan, untuk menyelesaikan krisis Myanmar ini, semua orang harus duduk bersama dan berunding. Ia tidak tahu prosesnya akan butuh waktu berapa lama. ”Terakhir kali butuh 25 tahun untuk melakukan transisi demokrasi di Myanmar. Saya harap sekarang tidak butuh waktu selama itu,” ujarnya.
Blinken mengatakan, AS mendukung upaya ASEAN untuk menghentikan gejolak kekerasan yang telah menewaskan 6.000 warga sipil, menurut data Institut Penelitian Perdamaian Oslo, sejak Februari 2021. ”Kita semua harus tetap menekan junta militer dan mencari cara untuk melibatkan kelompok oposisi di Myanmar,” ujarnya. (REUTERS/AFP)