Para pemimpin perusahaan global menilai China penting bagi bisnis mereka. Persaingan geopolitik China-AS menyulitkan dunia usaha global.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
BEIJING, KAMIS — Bill Gates menyusul para pebisnis utama Amerika Serikat yang lebih dulu mendatangi China. Mantan pemimpin Microsoft itu datang kala China terus kesulitan bangkit dari dampak pandemi Covid-19.
Gates mengumumkan telah mendarat di Beijing pada Rabu (14/6/2023). Kunjungan itu disebutkan untuk menemui para mitra Gates Foundation, yayasan yang sudah lama didirikannya. Dalam laporan pada Kamis (15/6/2023), Reuters menyebut Gates akan bertemu Presiden China Xi Jinping di Beijing pada Jumat ini.
Xi dan Gates terakhir kali bertemu pada 2015 di Hainan. Pada awal pandemi Covid-19, Xi mengirimkan surat untuk menyampaikan terima kasih kepada Gates yang menjanjikan bantuan 5 juta dollar AS untuk penanggulangan pandemi. Selama 15 tahun terakhir, Gates Foundation bekerja sama dengan sejumlah mitra di China.
Sebelum Gates tiba, Xi telah menjamu Presiden Honduras Iris Xiomara Castro Sarmiento dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Sarmiento pulang pada hari saat Gates datang. Sementara Abbas dijamu Xi hampir bersamaan kala jet pribadi Gates mendarat di Beijing.
Gates tiba beberapa hari sebelum Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken melawat ke Beijing. Jika tidak batal lagi, Blinken akan tiba pada 18 Juni 2023.
Blinken mendadak membatalkan rencana lawatan ke China pada Februari lalu. Insiden balon menjadi penyebab pembatalan itu. Kali ini, belum ada pembatalan meski pekan lalu meruak kabar soal stasiun mata-mata China di Kuba.
Rombongan pebisnis
Gates mendatangi China beberapa pekan selepas sejumlah pebisnis dan pemimpin bisnis utama AS-Eropa Barat berkunjung ke China. Pemimpin Tesla dan Twitter, Elon Musk, mendatangi China pada akhir Mei 2023. Ia, antara lain, meninjau pabrik mobil dan baterai Tesla di Shanghai. Ia juga bertemu sejumlah menteri dan petinggi China.
Analis senior pada lembaga investasi Kraneshares, Anthony Sassine, menyebut Musk dan China sama-sama diuntungkan dari lawatan itu. Hingga 50 persen penjualan Tesla dicatatkan di China. Pabrik di China juga menghasilkan 20 persen dari seluruh produksi Tesla. ”Kunjungan ini untuk memastikan Tesla dan kebijakan China selalu sejalan,” katanya kepada CNBC.
Perdana Menteri China Li Qiang lebih dulu menjamu para pebisnis AS-Eropa. CEO Apple Tim Cook dan sejumlah pemimpin bisnis AS-Eropa dijamu Qiang pada Maret 2023 di Beijing.
Pimpinan Volkswagen, HSBC, Standard Chartered, Saudi Aramco, Samsung, hingga JPMorgan juga mendatangi China. Bahkan, Volkswagen telah mengumumkan rencana investasi 1 miliar dollar AS di China. Pengumuman perusahaan Jerman itu dibuat kala pemerintahan Jerman, seperti juga AS, menganjurkan pebisnis menjauhi China.
CEO Starbuck Laxman Narasimhan malah mengumumkan rencana perluasan kedai kopi itu. Dalam dua tahun mendatang akan ada 2.500 baru di seluruh China. Starbuck berharap China menjadi negara dengan gerai kopi terbanyak yang dimiliki perusahaan itu.
Kunjungan para pemimpin bisnis itu menunjukkan pentingnya China bagi perusahaan-perusahaan besar global. Di sisi lain, mereka juga menemukan berusaha di China semakin menantang seiring ketegangan geopolitik dan geoekonomi serta pengetatan pengawasan China pada perusahaan asing.
Tantangan makin rumit
Kegelisahan atas ketegangan geopolitik dan geoekonomi China dengan AS dan sekutunya, antara lain, disuarakan CEO JPMorgan, Jamie Dimon. Ketegangan itu membuat pengusaha menghadapi tantangan yang lebih rumit dibandingkan selama Perang Dingin.
”Mudah-mudahan kita bisa mengatasi semua tantangan ini, hal yang terkait semua yang dilakukan China dan AS serta sekutunya. Kami belum pernah menghadapi kerumitan seperti ini sejak Perang Dunia II berakhir. Bahkan, tidak selama Perang Dingin,” tuturnya, sebagaimana dikutip Financial Times.
Dimon berjanji menjadikan JPMorgan dan juga lembaga lain sebagai penengah antara pebisnis global dengan regulator di China. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kondisi di China kini lebih rumit. Apalagi, perdagangan AS-China ditaksir akan semakin berkurang. ”Bukan pemisahan (decoupling), hanya pengurangan risiko (de-risking),” ujarnya.
Dimon menggunakan dua istilah yang dilontarkan AS dan Uni Eropa. AS mendorong pemisahan total dengan mengajak perusahaan AS dan sekutunya keluar dari China. Sementara UE lebih sepakat untuk mengurangi hubungan ekonomi dengan China. Sebab, Brussels merasa tidak mungkin sama sekali berhenti berhubungan dengan China.
Taksiran Dimon soal tren perdagangan internasional China selaras dengan data Badan Statistis Nasional (NBS) China. Selama beberapa bulan terakhir, NBS terus mengungkap pelemahan kinerja ekspor dan manufaktur China. Dari taksiran 13,6 persen, indeks penjualan eceran China hanya tumbuh 12,7 persen. April lalu, penjualan eceran tumbuh 18,4 persen.
Adapun indeks pembelian manajer (PMI) manufaktur hanya menyentuh 50,9 persen pada Mei 2023. PMI Mei 2023 tumbuh tipis dari April yang hanya 49,5. Indeks di bawah 50 menunjukkan ada penurunan kegiatan, sementara di atas 50 mengindikasikan kenaikan.
Adapun di sektor konstruksi, jumlah pembangunan baru turun 23 persen sepanjang 2023. Data itu menunjukkan, sektor properti belum pulih.
Padahal, properti dan ekspor menjadi tulang punggung pertumbuhan China selama bertahun-tahun. Alih-alih pajak, berbagai pemerintah daerah di China mendapatkan pemasukan utama dari hasil menjual lahan kepada para pengembang raksasa. Seiring kesulitan keuangan sejumlah raksasa properti China, perekonomian China juga terseok-seok.
Kondisi itu dilengkapi dengan ekspor yang tidak kunjung melejit. Pelemahan perekonomian global ditambah manuver AS dan sekutunya membuat China kesulitan memacu ekspor. Permintaan atas produk-produk China di pasar lama melambat, sementara di pasar baru belum tumbuh.
Menurut Dimon, para pihak berkepentingan tidak bisa diam saja. Ketegangan AS-China telah menyulitkan perekonomian global. Ia berharap AS-China lebih serius kembali memulihkan hubungan mereka. (AFP/REUTERS)
Editor:
MUHAMMAD SAMSUL HADI, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO