Abbas Tiba di Beijing, China Siap Gulirkan Perundingan Palestina-Israel
Presiden China Xi Jinping mengundang Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam upaya mengegolkan inisiatif mediasi Beijing yang lebih ambisius: mendamaikan Palestina-Israel.
BEIJING, SELASA — Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Selasa (13/6/2023), tiba di Beijing, China, dalam kunjungan resmi kenegaraan selama tiga hari. Ia datang atas undangan Presiden China Xi Jinping.
Setelah sukses mendamaikan Arab Saudi-Iran, China kini bertekad untuk menjalankan peran mediasi yang lebih ambisius, yakni mendamaikan konflik Palestina-Israel. Kementerian Luar Negeri China, saat mengumumkan kunjungan Abbas, mengungkapkan tekad Beijing untuk menjadi juru damai antara Otoritas Palestina dan Israel.
Televisi pemerintah China, CCTV, mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri China Qin Gang. Ia menyatakan, ”China mendukung dimulainya kembali perundingan damai antara Palestina dan Israel secepat mungkin di atas landasan ‘solusi dua negara’, dan bermaksud menjalankan peran aktif dalam masalah ini.”
Peran aktif tersebut merupakan bagian dari upaya China menaikkan posisi tawarnya ke level lebih tinggi di Timur Tengah. Inisiatif ini muncul bersamaan dengan menurunnya peran dan pengaruh geopolitik Amerika Serikat di kawasan tersebut.
Abbas akan berada di Beijing hingga Jumat (16/6/2023). Bagi Abbas, ini merupakan kunjungan resminya yang kelima di China. Ia juga pemimpin Arab pertama yang dijamu China tahun ini.
Kantor berita resmi Palestina, Wafa, melaporkan bahwa selama berada di China, Abbas akan bertemu dengan Presiden Xi. ”(Keduanya) diperkirakan akan berbagi pandangan… mengenai perkembangan-perkembangan terbaru dalam masalah Palestina serta isu-isu kawasan dan internasional yang menjadi perhatian bersama,” demikian dilansir Wafa.
Ditambahkan, Abbas juga akan bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang. Jubir Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin pekan lalu menyebut Abbas sebagai ”teman sepuh dan kawan baik rakyat China”.
”China selalu teguh mendukung prinsip rakyat Palestina dalam memperoleh hak-hak nasional mereka yang sah,” kata Wang.
Baca juga : Kisah Peran China di Balik Rekonsiliasi Arab Saudi-Iran
Pada April lalu, anggota Dewan Negara dan Menteri Luar Negeri China, Qin Gang, berkunjung ke Ramallah. Saat itu dinyatakan, Beijing bersedia membantu menjadi juru damai konflik Palestina-Israel yang tak kunjung usai. Qin juga menegaskan, inisiatif perundingan Palestina-Israel yang akan digulirkan China berlandaskan solusi dua negara.
Pertemuan kedua negara dalam kunjungan Abbas kali ini diawali dengan pertemuan antara Menlu China Qin Gang dan Menlu Palestina Riyad al-Maliki, Selasa ini. Belum ada keterangan apa yang dibahas dalam pertemuan dua menlu tersebut.
Upaya perundingan Palestina-Israel sudah terkubur sejak hampir satu dekade silam. Terakhir, inisiatif perundingan tersebut coba digulirkan oleh Menlu AS kala itu, John Kerry. Namun, perundingan itu kolaps pada 2014. Berbagai upaya lain, termasuk yang coba dilakukan Perancis, tidak membuahkan hasil.
Hubungan Palestina-Israel semakin memburuk hingga level terendah dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah Israel saat ini, di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menggandeng kelompok-kelompok ultranasionalis sayap kanan semakin menindas rakyat Palestina.
Bahkan, belum lama ini anggota parlemen Israel dari Partai Likud, Amit Halevi, anggota separtai Netanyahu, mengusulkan agar kompleks Masjid Al-Aqsa dibagi untuk Muslim dan Yahudi. Seluruh halaman Kubah Sakhrah (Dome of The Rock) hingga dinding utara Mesjid Al-Aqsa diusulkan untuk warga Yahudi. Sementara akses warga Muslim dibatasi hanya di Masjid Al-Aqsa. (Kompas.id, 13 Juni 2023)
Baca juga : Palestina Ajak Indonesia Cegah Israel Bagi-bagi Masjidil Aqsa
Ini adalah usulan terbaru yang akan semakin menghilangkan hak-hak rakyat Palestina. Sebelumnya, di bawah pemerintahan ultranasionalis Israel saat ini, kabinet Netanyahu juga terus memperluas pembangunan pemukiman warga Yahudi di berbagai lahan yang semula diperuntukkan bagi negara Palestina.
Penolakan demi penolakan, tidak hanya dari rakyat Palestina, tetapi juga dunia internasional, tak membuat Netanyahu dan para pembantunya berubah pikiran. Sebaliknya, mereka menggunakan segala daya upaya, termasuk pencaplokan tanah, rumah dan mengusir rakyat Palestina dari tanah yang telah didiaminya selama beberapa generasi.
Amerika Serikat, sekutu dan pelindung utama Israel, tidak bisa berbuat banyak. Meski mengkritik beberapa kebijakan Israel, tidak banyak yang bisa dilakukan Washington untuk menghentikan berbagai kekerasan yang terjadi terhadap warga Palestina, termasuk pengusiran dan perusakan properti.
Dalam situasi tersebut, datanglah uluran dari China kepada Palestina. Beijing semakin percaya diri dengan postur dan kapasitas diplomatiknya di Timur Tengah setelah berhasil mendamaikan Arab Saudi dan Iran.
Dalam wawancara dengan kantor berita China, Xinhua, anggota Komite Pusat Fatah, Abbas Zaki, mengibaratkan China dan Palestina adalah teman yang lebih dekat daripada saudara. ”Saya sangat senang melihat China lebih terlibat dalam urusan Timur Tengah setelah KTT China-Arab tahun lalu,” tambahnya.
Dalam KTT Arab-China di Riyadh, Arab Saudi, tahun lalu, Presiden Xi Jinping juga bertemu dengan Abbas. Dalam pertemuan itu, seperti dilaporkan laman televisi CGTN, Xi berjanji pada Abbas untuk ”mendorong solusi segera, adil, dan bertahan lama dalam isu-isu Palestina”.
Hubungan China-Israel
Menawarkan diri sebagai mediator konflik Palestina-Israel diperkirakan tidak akan mudah bagi China, setidaknya tidak akan semudah mendamaikan Arab Saudi dan Iran. Meski demikian, China memiliki modal bagus. Selain menjalin hubungan dengan Palestina, hubungan antara China dan Israel juga terjalin sejak beberapa dekade lalu.
Hubungan mereka semakin hari semakin berkembang. Kerja sama ekonomi kedua negara ditaksir mencapai angka lebih dari 22 miliar dollar AS. Hubungan China-Israel menjadi sangat erat ketika Beijing sadar bahwa Israel menjadi pusat teknologi global. Kerja sama ekonomi dan teknologi kedua negara semakin berkembang.
Ehud Eilam, peneliti pada Kementerian Pertahanan Israel, seperti dikutip dari laman Institut Timur Tengah (MEI), mengatakan, perusahaan-perusahaan asal China terlibat dalam berbagai proyek pengembangan infrastruktur di negara itu, mulai dari pelabuhan sampai jaringan kereta listrik. Proyek-proyek itu dilakukan dalam kerangka Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) yang digagas Xi.
Baca juga : China dan Timur Tengah yang Berubah
Eilam, mengutip penelitian Pusat Kebijakan Israel-China, Galia Lavi, menyebutkan bahwa perusahaan China tidak serta merta memenangi tender proyek-proyek infrastruktur karena perlakuan istimewa Israel. Akan tetapi, mereka menang karena tidak banyak perusahaan multinasional asing yang ikut serta dalam tender proyek itu. Dicontohkan soal pengoperasian Terminal Bayport Haifa. Perusahaan China menjadi satu-satunya peserta dan penawar dalam proyek tersebut.
Guy Burton, Asisten Profesor Hubungan Internasinal pada Brussels School of Governance, menilai bahwa upaya China untuk memediasi konflik Palestina-Israel adalah buah dari antusiasme Beijing setelah berhasil mendamaikan Iran-Arab Saudi. ”Mereka mengira bisa bisa melakukan hal yang sama pada salah satu konflik terlama dan tersulit di Timur Tengah,” katanya, seperti dikutip laman The Diplomat.
Kemungkinan lainnya, menurut Burton, adalah tawaran itu merupakan bagian dari upaya Beijing mempromosikan diri di tengah kegagalan AS memainkan peran sebagai penengah dalam mencari solusi damai Palestina-Israel. ”Jika hasil yang serupa—meskipun sederhana—muncul dari peran China, hal itu tetap akan memiliki arti. Mediasi China tidak lagi menjadi alat retoris dan lebih menjadi kenyataan,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)