Tiga jenazah tentara Kanada korban Perang Dunia I berhasil diidentifikasi dan dimakamkan kembali. Proses pencarian ratusan ribu tentara lainnya belum usai.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
Setelah 105 tahun dianggap sebagai korban tanpa nama, jenazah tiga tentara Kanada yang tewas dalam Perang Dunia I akhirnya berhasil diidentifikasi. Mereka adalah Sersan Richard Musgrave, Harry Atherton, dan Percy Howarth, yang kemudian dimakamkan kembali di Perancis dengan upacara resmi militer.
Perjuangan untuk mengidentifikasi para korban Perang Dunia (PD) I tidak mudah. Berkat proyek dari berbagai organisasi dan lembaga yang menangani korban PD I selama beberapa tahun terakhir, mereka berhasil ditemukan di wilayah Perancis utara. Akan tetapi, tetap saja dari ratusan ribu tentara yang tewas dalam perang, hanya sedikit yang berhasil diidentifikasi karena lokasi makam para korban yang tidak diketahui. Nama-nama 11.285 korban PD I yang berkebangsaan Kanada selama ini hanya terpampang di monumen peringatan Vimy Memorial.
”Kami tahu dia tewas terbunuh dan namanya ada di Vimy Memorial. Namun, sekarang ada jenazahnya dan dipindah ke monumen peringatan seperti ini jauh lebih baik,” kata Gordon Gilfether (77), Kamis (8/6/2023), yang bercerita tentang paman buyutnya, Musgrave yang tewas pada usia 32 tahun.
Jenazah Musgrave ditemukan pada 2017 di dekat kota Lens, Perancis, lalu dimakamkan kembali di pemakaman Inggris bersama dengan orang-orang lain yang ditemukan bersamanya, yakni Atherton (24) dan Howarth (23). Ketiga tentara Kanada itu lahir di Inggris dan bermigrasi ke Kanada sebelum akhirnya mendaftar sebagai tentara dan kembali ke Eropa untuk berperang.
”Ini hari yang sangat mengharukan. Ini luar biasa. Sayang, saudara perempuannya, yang merupakan nenek kami, tidak bisa ada di sini untuk melihatnya,” kata cucu keponakan Musgrave, James Musgrave Coltman (83).
Musgrave, Atherton, dan Howarth tewas pada hari pertama Pertempuran Hill 70 pada Agustus 1917. Pada waktu itu, sedikitnya 10.000 orang Kanada tewas atau terluka saat mencoba merebut kembali kota pertambangan Lens yang strategis. Sekitar 100.000 dari 600.000 tentara yang hilang di wilayah Perancis utara selama PD I berasal dari negara-negara bekas Kerajaan Inggris.
Selama bertahun-tahun, tulang-belulang yang ditemukan di daerah antara kota Paris dan perbatasan Belgia diam-diam dipindahkan. ”Ketika proyek infrastruktur besar-besaran yang pertama dimulai, belum ada prosedur resmi untuk penggalian. Pengembang perumahan dan petani enggan menyebutkan lokasi mayat yang mereka temukan karena hal itu akan menghentikan proyek mereka,” kata Kepala Arkeologi di kota Arras, Alain Jacques.
Sejak diketahui banyak tulang manusia yang ditemukan di daerah itu, kata Jacques, pencarian para korban dipercepat. Upaya itu juga menjadi cepat karena pengembang memanggil tim khusus yang membersihkan ranjau darat sebelum pembangunan dilakukan. Komisi Pemakaman Perang Persemakmuran (CWGC) membantu otoritas Perancis dalam mengidentifikasi sisa-sisa prajurit Persemakmuran.
Sejak 2021, dua antropolog ditugaskan di Perancis utara untuk mengumpulkan sisa-sisa manusia dan barang-barang yang bisa membantu mengidentifikasi mereka, seperti lencana resimen dan barang-barang pribadi lain yang memiliki inisial nama pemiliknya. ”Untuk proses identifikasi ini, kami didukung industri konstruksi, pembersih ranjau, dan polisi sehingga kami akan langsung diberi tahu saat ada penemuan yang menarik,” kata Kepala Unit Pemulihan di GWGC Stephan Naji.
Setiap tahun, mereka menangani 40-60 jenazah yang ditemukan di lahan pertanian atau lokasi bangunan, seperti ladang kincir angin. Banyak jenazah yang saat ini sedang diidentifikasi ditemukan di lokasi rumah sakit baru di Lens. Di lokasi ini, setiap kali para petugas menggali tanah, selalu ada jenazah yang ditemukan.
Puluhan bahkan mungkin ratusan jenazah juga akan ditemukan di proyek penggalian Kanal Seine-Nord yang akan menghubungkan Compiegne, utara Paris, dengan Cambrai yang berada di dekat perbatasan Belgia. Kanal sepanjang 107 kilometer ini dulunya lokasi garis depan PD I.
”Masih ada puluhan ribu tentara yang terkubur di sini. Bayangkan, kalau jalan kaki 5 kilometer saja, paling tidak ada 20-30 orang yang tewas. Kami akan berusaha menyatukan kembali mereka dengan keluarganya karena mereka sama sekali tidak tahu di mana keberadaan orang yang mereka cintai,” kata Direktur Jenderal CWGC Claire Horton, 4 Mei lalu.
Karena banyaknya korban PD I, Pemerintah Perancis tengah menyiapkan lahan pemakaman untuk 1.200 kuburan. Lokasinya berada di sebelah pemakaman Inggris di Loos-en-Gohelle. ”Mereka tidak akan pernah dilupakan. Sampai 100 tahun pun kami tidak akan lupa bahwa mereka sudah mengorbankan hidup mereka agar kami bisa hidup damai,” kata Gilfether.
Barang pribadi
Proses identifikasi jenazah tidak mudah karena bukan hanya tulang belulang yang harus dianalisis, melainkan sampai pada barang-barang pribadi. Langkah pertamanya adalah menentukan apakah sisa-sisa yang ditemukan benar-benar milik tentara yang tewas pada PD I. Kemudian mereka berusaha memastikan kewarganegaraan tentara itu.
”Sumber bukti terbaik adalah sepatu bot kulit yang mereka pakai. Karena diperkuat logam, sepatu itu mampu bertahan. Bentuk serta jenisnya berbeda-beda setiap negara,” kata Naji.
Setelah dipastikan warga Perancis atau Jerman, kerangkanya akan diserahkan ke Kantor Veteran Perang Perancis atau lembaga pemakaman perang VDK Jerman. Jika ada kalung atau plakat militer dengan nama dan bukti kerabat terdekat, keluarga dari tentara itu bisa memulangkannya ke rumah keluarga atau mereka bisa menyerahkan kepada negara untuk dikuburkan di pemakaman nasional. Tes DNA jarang dilakukan pada sisa-sisa jenazah tentara Perancis.
Salah satu misi CWGC adalah membantu pihak berwenang mengidentifikasi sebanyak mungkin dari 100.000 tentara bekas Kerajaan Inggris yang masih hilang. Kancing dan lencana dari seragam adalah petunjuk kunci, begitu pula dengan lencana resimen serta botol air atau peluit bertuliskan nama unit tentara. Akan tetapi, semua benda itu pun masih perlu diteliti karena sering kali tentara menukar lencananya sebagai tanda persahabatan atau menggunakan peralatan milik tentara lain yang sudah tewas.
Para peneliti membersihkan barang-barang pribadi, seperti pisau cukur, garpu, dan jam tangan, untuk bisa mendapatkan detail halus semacam inisial pemilik yang terukir atau tanda yang menunjukkan tanggal dan tempat benda itu dibuat. Jika dapat memastikan kewarganegaraan tentara, mereka menyampaikan informasi itu kepada otoritas negara terkait dan kemudian mencocokkannya dengan daftar kombatan yang hilang.
Beberapa negara, termasuk Australia, Inggris, dan Kanada, sudah melakukan penelitian silsilah untuk mencoba melacak keturunan, termasuk tes DNA, jika ditemukan. Jacques mengatakan, proses pencarian bisa memakan waktu bertahun-tahun dan kemungkinan berhasil hanya 2-3 persen.
Jika seorang tentara berhasil diidentifikasi, jenazahnya dimakamkan dengan penghormatan militer di pemakaman Persemakmuran terdekat, di hadapan anggota keluarga atau keturunannya yang ingin hadir. Namun, ketika tentara itu tidak dapat diidentifikasi, dia akan dimakamkan kembali dengan hormat di bawah batu nisan bertuliskan ”Dikenal Tuhan”. (AFP)