Tumpang Tindih Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia Selesai Sebagian
Perbatasan darat Indonesia-Malaysia membentang lebih dari 2.000 kilometer.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia-Malaysia sepakat menyelesaikan tumpang tindih sebagian perbatasan darat pada 2023. Kondisi lokasi perbatasan menjadi tantangan utama penyelesaian tumpang tindih itu.
Deputi I Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Robert Simbolon mengatakan, Jakarta-Kuala Lumpur sepakat fokus menyelesaikan sektor timur. “Perbatasan darat Indonesia ada sektor barat dan timur. Di Timur ada lima segmen, dua sudah selesai disepakati pada 2018. Sisanya sedang proses pengukuran,” ujarnya, Jumat (9/6/2023).
Dalam lawatan ke Malaysia pada Kamis (8/6), Presiden Joko Widodo berharap perundingan perbatasan darat Indonesia-Malaysia segera selesai. Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim setuju, perbatasan darat kedua negara selesai pada Juni 2024. Dalam pertemuan mereka, kedua negara menandatangani kesepakatan batas laut di Selat Malaka bagian selatan dan Laut Sulawesi setelah melewati perundingan 18 tahun.
Robert mengatakan, total ada sembilan segmen perbatasan darat berstatus outstanding boundary problems (OBP) atau perbatasan yang tumpang tindih. Semuanya terletak di Kalimantan dan terbagi atas sektor barat di Kalimantan Barat dan sektor timur di Kalimantan Utara.
Indonesia-Malaysia sepakat, penyelesaian di sektor barat akan dilakukan setelah sektor timur selesai. Untuk penyelesaiannya, diperlukan pengukuran ulang perbatasan oleh petugas kedua negara. “Isunya sangat teknis sekali,” kata Robert.
Indonesia-Malaysia sudah menyepakati metode dan peralatan untuk pengukuran. Hal lain yang perlu disepakati adalah kehadiran perwakilan kedua negara di lokasi yang akan diukur. “Untuk mencapai lokasinya tidak mudah karena memang medannya sulit,” jelas Robert.
Selain itu, pengukuran ulang perbatasan Indonesia-Malaysia terhenti selama pandemi Covid-19. Setelah pandemi terkendali, pengukuran ulang kembali dilakukan.
2.000 kilometer lebih
Perbatasan darat Indonesia-Malaysia membentang lebih dari 2.000 kilometer. Di antara Kalimantan Utara dengan Sabah dan Sarawak, garis perbatasannya membentang setidaknya 1.050 km. Hingga 48 persen luas Kalimantan Utara atau 3,5 juta hektar berada di wilayah perbatasan dengan Sabah-Sarawak, Malaysia. Adapun perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak membentang setidaknya 980 km.
Ada 20.392 patok penanda perbatasan di antara kedua negara. Indonesia mendirikan 113 pos pengamanan perbatasan di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia.
Titik terbarat perbatasan darat Indonesia-Malaysia berada di Tanjung Batu, Kalimantan Barat. Sementara titik paling timur berada di Sebatik, Kalimantan Utara. Perbatasan itu membentang di belantara Kalimantan. Selain di antara hutan tropis, sebagian titik perbatasan berada di dataran tinggi. Dari seluruh perbatasan itu, setidaknya 1.000 km jauh dari jalan yang dibangun Indonesia-Malaysia.
Jakarta-Kuala Lumpur pernah menyepakati bahwa perbatasan kedua negara mengikuti perjanjian Inggris-Malaysia. Hal itu berdasarkan prinsip uti possidetis juris.
Pakar hukum internasional Damos Agusman mengatakan, prinsip itu salah satu prinsip dalam hukum internasional. Secara ringkas, prinsip itu menyatakan, negara baru bisa memiliki wilayah dan properti yang pernah dimiliki bekas penjajahnya. Prinsip itu, antara lain, dipakai untuk menentukan perbatasan negara baru.
Dalam konteks Indonesia-Malaysia, maka perbatasannya mengikuti kesepakatan Belanda-Inggris yang dulu menjajah Indonesia-Malaysia. Indonesia merupakan negara yang menguasai seluruh bekas Hindia-Belanda.
Masalahnya, seperti terungkap beberapa dekade terakhir, ada perbedaan penafsiran soal kesepakatan tersebut. Selain itu, banyak patok perbatasan bekas Belanda-Malaysia sudah tidak berada di tempatnya sejak lama. Akibatnya, garis perbatasan Indonesia-Malaysia tidak berupa garis lurus.
Karena itu, Indonesia-Malaysia sepakat mengukur ulang dan menentukan lokasi patok perbatasan kedua negara. Adapun patok warisan Inggris-Belanda dihancurkan.