Menyaksikan Pemilu Kuwait, Hajatan Demokrasi di Negeri Arab Teluk
Pemilu Kuwait, Selasa ini, merupakan yang ketujuh dalam 10 tahun terakhir. Seperti diberitakan kantor berita Kuwait, KUNA, Kementerian Informasi Kuwait mengundang 50 media dari seluruh dunia, termasuk ”Kompas”.
Oleh
B JOSIE SUSILO HARDIANTO, DARI KUWAIT CITY, KUWAIT
·4 menit baca
Hari Selasa (6/6/2023) ini Kuwait menggelar pemilihan umum legislatif untuk memilih 50 anggota parlemen atau Majelis Nasional. Pemungutan suara dimulai pada pukul 08.00 hingga pukul 20.00 waktu setempat.
Majelis Nasional beranggotakan 65 orang: 50 anggota dipilih melalui pemilu, sedangkan 15 anggota lainnya ditunjuk oleh Emir. Tugas Majelis Nasional adalah membuat undang-undang (UU) dan mengawasi kabinet pemerintahan. Para anggota majelis itu memiliki hak bertanya dan interpelasi serta mengajukan mosi tidak percaya terhadap menteri.
Masa jabatan anggota Majelis Nasional normalnya adalah empat tahun. Namun, masa jabatan mereka bisa lebih singkat jika Mahkamah Konstitusi atau Emir membubarkan parlemen sehingga pemilu harus digelar. Laman Al Jazeera mencatat, pemilu hari Selasa ini merupakan yang ketiga kali dalam tiga tahun terakhir.
Kuwait mengadopsi sistem parlemen pada 1962. Majelis Nasional di negara itu memiliki pengaruh lebih kuat dan kerap mengkritisi eksekutif dibandingkan lembaga serupa di negara-negara Arab Teluk lain. Kuwait, salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia, menjadi satu-satunya negara Arab Teluk yang mempunyai parlemen hasil pemilu.
Menurut data Kantor Pemberitaan Internasional pada Kementerian Informasi Kuwait, dalam pemilu Dewan Nasional Kuwait kali ini tercatat ada 207 kandidat, terdiri dari 13 kandidat perempuan dan 194 kandidat laki-laki. Hak suara dan hak untuk dipilih bagi perempuan telah ditetapkan oleh Pemerintah Kuwait sejak April 2006.
Sementara itu, sebanyak 793.646 warga tercatat memiliki hak suara. Para pemilik suara akan memberikan suara untuk memilih 50 anggota Majelis Nasional. Mereka mewakili lima wilayah atau daerah perwakilan. Masing-masing wilayah diwakili oleh 10 kandidat peraih suara terbanyak.
Setiap warga pemilik suara hanya dapat memberikan suaranya untuk seorang kandidat dari wilayah perwakilannya. Dalam pemilu kali ini, tercatat ada 406.895 pemilih perempuan dan sisanya sebanyak 386.751 pemilih laki-laki. Pemilik suara adalah warga negara Kuwait berusia 21 tahun ke atas dan berada di Kuwait.
Dibubarkan Emir
Pemilu digelar kembali setelah Emir Kuwait Nawaf al-Ahmad al-Sabah, dalam pidato yang dibacakan oleh Putra Mahkota Sheikh Meshaal al-Ahmad al-Jaber al-Sabah pada 17 April 2023, membubarkan parlemen dan pemilu baru akan segera digelar.
”Sesuai dengan Konstitusi, kami telah memutuskan untuk membubarkan Majelis Nasional 2020, yang dipulihkan kembali oleh keputusan Mahkamah Konstitusi,” kata Sheikh Meshaal.
Krisis politik itu antara lain dipicu oleh konflik antara parlemen dan eksekutif. Sejumlah anggota kabinet di jajaran eksekutif—untuk sejumlah posisi kunci—dipilih oleh keluarga Al-Sabah. Kantor berita Reuters menyebutkan, keluarga Al-Sabah memiliki ”cengkeraman kuat” pada kehidupan politik di negeri itu.
Sementara parlemen diisi sejumlah kalangan pebisnis dan profesional. Pada Maret lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) Kuwait membatalkan hasil pemilu legislatif yang diadakan pada September tahun lalu. Saat itu banyak kursi di parlemen dimenangi oposisi.
MK kemudian memulihkan kembali parlemen tahun 2020 yang sebelumnya juga dibubarkan. Namun, parlemen itu kembali dibubarkan oleh perintah Emir Kuwait pada 17 April lalu.
Pemilu yang digelar pada Selasa besok merupakan yang ketujuh dalam 10 tahun terakhir. Terkait hajatan pemilu itu, seperti diberitakan kantor berita Kuwait, KUNA, Kementerian Informasi Kuwait mengundang 50 media dari seluruh dunia, termasuk Kompas.
Dari pengamatan, berbeda dari pemilu di Indonesia yang semarak dengan bendera dan foto calon, pemilu di Kuwait jauh lebih sepi. Tidak ada foto para kandidat dipajang di pinggir jalan. Bendera partai politik pun tidak ada karena memang tidak ada partai politik di Kuwait.
Kandidat anggota Majelis Nasional adalah warga perseorangan yang menawarkan ide-ide atau isu tertentu yang, menurut mereka, penting diperjuangkan, misalnya pendidikan atau kesehatan.
Sebagaimana beberapa negara maju di Teluk, seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, Kuwait pun ingin mengembangkan sumber-sumber pendapatan baru di luar minyak bumi. Kuwait, antara lain, berencana mengembangkan pusat teknologi untuk kewirausahaan berbasis digital, serta pengembangan kawasan olah raga Kota Olimpiade di area seluas 213.600 meter persegi di Distrik Jaber Al-Ahmad.
Stabilitas politik menjadi penting untuk menuntaskan beragam proyek raksasa itu. ”Kita harus bangun dan menghadapi frustrasi besar ini,” kata Sheikha al-Jassem, seorang aktivis dan pemikir Kuwait, kepada AFP. ”Kehidupan politik perlu diatur dengan lebih baik.”
Menurut dia, komitmen Kuwait pada demokrasi kurang. Demokrasi yang tengah dijalankan negeri itu kurang lengkap. Perselisihan antara parlemen dan eksekutif sering terjadi ketika anggota parlemen ingin menanyai menteri tentang sejumlah isu seperti korupsi atau manajemen keuangan publik yang buruk.
Kepada AFP, analis Kuwait Ayed al-Manaa mengatakan, sejumlah politisi atau mereka yang berkecimpung di dunia politik ”kurang percaya diri”. Kuwait, menurut dia, sejatinya telah lelah dengan situasi tersebut. Ia pun khawatir pemilu legislatif kali ini juga akan berujung sama dengan pemilu sebelumnya di mana pemerintah mengundurkan diri dan parlemen dibubarkan.
Kebuntuan semacam ini akan berdampak negatif pada investasi dan reformasi ekonomi Kuwait. Meskipun demikian, di sisi lain dinamika politik di Kuwait memperlihatkan proses berdemokrasi yang belum banyak terjadi di negara-negara Teluk lainnya.