Ongkos untuk Makan Pengungsi Rohingya Terus Dikurangi
PBB mengurangi jatah bantuan makanan pengungsi Rohingya dari 12 dollar AS menjadi hanya 8 dollar AS per hari. Hanya 17 persen dana bantuan pengungsi tersedia dari 876 juta dollar AS yang dibutuhkan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Dhaka, Selasa — Pemerintah Bangladesh dan Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi pengungsi Rohingya tidak bisa dibiarkan sendirian menanggung beban akibat keberadaan lebih dari 1 juta warga Rohingya di Bangladesh. Dunia internasional harus turun tangan.
“Bantuan internasional sangat tidak mencukupi. Bangladesh tidak boleh memikul beban kehadiran para pengungsi sendirian. Badan-badan PBB harus mendapat dukungan yang jauh lebih baik dalam pekerjaan mereka,” kata Olivier De Schutter, Pelapor Khusus PBB tentang Kemiskinan Ekstrem dan Hak Asasi Manusia di Dhaka, Bangladesh, Selasa (30/5/2023).
Pernyataan itu disampaikan Schutter setelah selama 12 hari terakhir berkunjung ke Bangladesh, termasuk ke kamp pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar. Dia menemukan kondisi para pengungsi yang menyedihkan, terutama setelah Program Pangan PBB memutuskan untuk mengurangi jatah bantuan makanan bagi para pengungsi karena kurangnya dana.
Dalam tiga bulan terakhir Program Pangan Dunia mengurangi nilai jatah bantuan makanan bagi para pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar. Semula, jatah makan para pengungsi di kamp pengungsi tersebut sebesar 12 dollar AS atau sekitar Rp 179.655 per hari. Akan tetapi, nilai itu dipotong menjadi sekitar 10 dollar AS per hari pada bulan Maret.
Menurut rencana, jatah uang makan itu akan kembali dikurangi menjadi hanya 8 dollar AS per hari atau sekitar Rp 119.725 mulai 1 Juni nanti.
Kondisi tersebut, menurut Schutter, terjadi karena dari sekitar 876 juta dollar AS yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan para pengungsi, hanya 17 persen yang tersedia saat ini. Schutter menyebut kondisi itu sebagai hal yang memalukan.
“Dengan tingginya inflasi bahan pangan global yang mencapai delapan persen, anak-anak pengungsi itu akan kekurangan gizi. Tingkat stunting akan meningkat. Anak-anak itu akan terancam pertumbuhan dan perkembangannya,” kata Schutter.
Sejak 2017, Bangladesh setidaknya menampung lebih dari 1,1 juta pengungsi Rohingya. Kelompok minoritas Muslim itu melarikan diri dari persekusi di Myanmar. Mereka dianggap bukan penduduk asli di Myanmar.
Lebih dari 700.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh mulai akhir Agustus 2017, ketika militer Myanmar melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka membalas serangan kelompok pemberontak. Situasi keamanan di Myanmar semakin memburuk menyusul kudeta oleh militer dua tahun lalu.
Mengutip data UNHCR, badan PBB yang menangani pengungsi, sekitar 30.000 bayi lahir di kamp pengungsi Cox’s Bazar. Akan tetapi, dengan minimnya fasilitas kesehatan dan kemampuan orang tua untuk memberikan makanan yang bergizi, separuh balita yang ada di kamp pengungsi menderita anemia dan empat dari 10 balita pertumbuhannya melambat.
Dr Tanvir Ahmed, dokter yang tergabung di Doktor Lintas Batas (MSF), dikutip dari laman BBC, mengatakan, kondisi itu bisa terjadi karena anak-anak memiliki ruang tumbuh kembang yang tidak higienis dan juga karena kepadatangan bangunan. Selain itu, minimnya akses terhadap bahan makanan yang bergizi juga membuat anak-anak para pengungsi lekas sakit.
"Kadang kami bisa makan, kadang tidak," kata Mohsena, seorang pengungsi dengan tiga anak.
Saat ditemui pada pertengahan Mei lalu, Mohsena mengaku sudah kehabisan bahan makanan untuk bulan ini. Wadah plastik yang seharusnya diisi nasi, lentil, gula, dan rempah-rempah semuanya kosong, dan bahan yang tersisa hanyalah setengah panci garam dan bawang putih.
Sampai mereka mendapatkan ransum berikutnya, mereka hidup dari kari ikan dan ayam yang dimasak sehari sebelumnya dan disimpan dalam panci logam. Bila makanan itu sudah tidak dapat disantap, mungkin ia harus meminta makanan dari keluarga lain.
"Kami terus-menerus khawatir bagaimana kami akan bertahan hidup. Bagaimana kami bisa mencari nafkah untuk menghidupi keluarga kami?" kata Mohsena.
Khin Maung, yang mengepalai Asosiasi Pemuda Rohingya di dalam kamp, mengatakan kepada AFP bahwa keputusan pemotongan makanan yang baru mengejutkan para pengungsi dan itu akan menyebabkan kelaparan.
"Itu tindakan memalukan oleh PBB. Saya pikir itu politis. Beberapa orang mengatakan itu adalah taktik untuk mengirim Rohingya kembali ke Myanmar,” katanya.
Dalam wawancara dengan BBC, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina meminta seluruh dunia untuk memikul lebih banyak tanggung jawab.
"Mereka tidak bisa membebani kami selamanya," katanya. "Negara kami kelebihan penduduk dan rakyat kami sudah menderita.”
Meski begitu, PM Hasina mengatakan dia tidak akan memaksa pengungsi untuk pindah ke Myanmar. (AP/AFP)