Erdogan Ditantang Selamatkan Rakyat dari Krisis Ekonomi Terburuk
Petahana Recep Tayyip Erdogan dipastikan memimpin Turki satu periode lagi hingga 2028. Di balik kemenangannya, ada sokongan negara Teluk dan Rusia, yang menopang keuangan negara.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·5 menit baca
ANKARA, SENIN — Terpilih kembali memimpin Turki untuk lima tahun ke depan, Recep Tayyip Erdogan menyatakan akan berupaya membawa negara itu menapaki ”Abad Turki”. Ia berjanji memosisikan Turki dalam sepuluh besar di dunia di bidang politik, ekonomi, teknologi, militer, hingga diplomasi. Mewujudkan janji tersebut, Erdogan mendapat tantangan berat, terutama setelah pasar kembali bereaksi negatif terhadap hasil pemilihan.
Ketua Dewan Pemilihan Turki (SEC) mengonfirmasi kemenangan Erdogan. Dikutip dari laman SEC, hingga Senin (29/5/2023) pukul 19.30 WIB, dari 99,85 persen suara yang masuk, Erdogan mendapat dukungan dari 52,16 persen pemilih. Pesaingnya, pemimpin oposisi, Kemal Killicdaroglu, mendapat dukungan 47,84 persen.
Berpidado di hadapan pendukungnya di Istanbul, Erdogan berharap mendapat kepercayaan dari rakyat Turki seperti yang sudah diterimanya selama 21 tahun terakhir. Di Ankara, Erdogan dalam pidato di depan Istana Kepresidenan berjanji untuk bekerja keras membawa Turki lebih maju.
Sejumlah pemimpin negara adidaya mengucapkan selamat atas kemenangan Erdogan. Presiden Amerika Serikat Joe Biden berharap kedua negara bisa bekerja sama menghadapi tantangan global. Nama Biden sering kali disebut Erdogan saat kampanye karena dinilai ingin menjatuhkan pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). ”Saya berharap untuk terus bekerja sama sebagai sekutu NATO dalam masalah bilateral dan berbagi tantangan global,” cuit Biden.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, kemenangan pada pemilihan itu adalah hasil kerja keras Erdogan. ”Kemenangan Anda dalam pemilihan ini adalah hasil logis dari kerja keras Anda sebagai pemimpin Turki. Ini bukti nyata dukungan rakyat Turki atas upaya Anda untuk memperkuat kedaulatan negara dan mengejar kebijakan luar negeri yang independen,” kata Putin.
Beijing juga mengirimkan ucapan selamat. ”Kami mendukung Turki, termasuk memilih jalan pembangunan yang sesuai dengan kondisi nasionalnya dan berharap berharap Turki akan terus membuat pencapaian baru dalam perkembangannya di bawah kepemimpinan Presiden Erdogan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning.
Tantangan besar yang menghadang Erdogan pada periode awal kepemimpinannya, menurut sejumlah analis, adalah meringankan beban warga dari krisis ekonomi terburuk sejak 1990-an. Pertumbuhan ekonomi yang cepat pada awal kepemimpinannya kini berbalik. Lira Turki kehilangan 80 persen nilai tukarnya terhadap dollar AS sejak tahun 2018. Inflasi, meski telah turun separuhnya, tetap bercokol di kisaran 40 persen. Rakyat Turki mengeluh soal beban ekonomi yang semakin berat.
Bencana gempa yang melanda Turki pada Februari 2023 juga membuat beban keuangan negara lebih berat. Setidaknya Turki membutuhkan dana lebih dari 100 miliar dollar AS untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa.
Sebagai petahana, Erdogan memiliki keuntungan dibandingkan rivalnya untuk mengeluarkan kebijakan ekonomi yang langsung berdampak pada kehidupan warga. Menggunakan dana negara, Erdogan mengeluarkan miliaran dollar AS dari anggaran Turki untuk memberi bantuan bensin gratis hingga menaikkan gaji pegawai negeri, pekerja pemerintah, hingga pensiunan. Kebijakan itu membantu menopang dukungan pemilu, tetapi menguras kas negara.
Dikutip dari Middle East Eye, bank sentral Turki menyebutkan, cadangan mata uang asing Turki pada Mei turun 7,6 miliar dollar AS menjadi 60,8 miliar dollar AS dalam satu minggu. Ini penurunan terbesar dalam lebih dari dua dekade.
Erdogan, dikutip dari Middle East Eye, mengatakan, untuk menjaga situasi ekonomi tetap kuat, sejumlah negara Teluk membantu menopang keuangan Turki. Direktur Program Penelitian Turki di Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat, Soner Cagaptay, mengatakan, selain disokong dana negara-negara Teluk, ia meyakini keuangan Turki juga disokong oleh Rusia. Kedekatan antara Erdogan dan Putin adalah salah satu hal yang bisa mewujudkan hal itu. ”Saya tidak bisa melihat bagaimana Erdogan melakukannya kecuali dengan uang yang berasal dari Teluk dan Rusia,” kata Cagaptay.
Gonul Tol, Direktur Program Turki di Institut Timur Tengah, mengatakan, situasi itu membuat Erdogan akan semakin bergantung kepada Rusia dan Timur Tengah. Pada saat yang sama, Erdogan diyakini akan mengecilkan keran investasi bagi negara-negara Barat di negara tersebut.
Mustafa Urguz, peneliti tamu di Pusat Penelitian Arab dan Timur Tengah di Washington Center, mengatakan, selain memiliki hubungan yang lebih erat dengan Rusia, Erdogan akan membawa Turki mendekat ke China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Erdogan secara tidak langsung mengakui dia memiliki utang terhadap sejumlah pemimpin negara Teluk yang telah membantunya menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan jelang pemilihan.
”Setelah pemilihan Minggu, Anda akan melihat bagaimana para pemimpin ini akan datang ke sini dan bagaimana saya akan mengunjungi mereka untuk menunjukkan rasa terima kasih,” kata Erdogan, beberapa hari sebelum pemilihan.
Pasar bereaksi negatif
Seperti halnya kemenangan di putaran pertama, kemenangan Erdogan di putaran kedua diikuti dengan reaksi negatif dari pasar. Nilai tukar lira Turki menyentuh level terendah, yaitu 20,0608 per dollar AS, lebih rendah dibandingkan pekan lalu. Angka ini 7 persen lebih rendah dibandingkan nilai tukar tahun lalu. Lira telah kehilangan nilainya lebih dari 90 persen selama satu dekade terakhir. Bahkan, diperkirakan, nilai tukar akan terus merosot hingga menyentuh 23 lira per dollar AS pada akhir kuartal kedua dan kemudian 25 lira pada awal tahun depan.
Ekonom Pasar Berkembang Wells Fargo, Brendan McKenna, mengatakan, pasar bereaksi negatif karena melihat sejauh ini tidak ada sinyal kemungkinan perubahan dalam kebijakan ekonomi Turki ke depan. Pasar, katanya, berharap ada kerangka kebijakan moneter dan ekonomi Turki yang tidak ortodoks di masa depan.
CEO MarketVector Steven Schoenfeld, dalam surat elektronik dikutip dari laman CNBC, mengatakan, jika nilai lira terus jatuh dan inflasi tidak terkendali karena kebijakan suku bunga yang tidak tepat, dikhawatirkan akan ada tindakan drastis dari para investor. Kepala Riset Ekuitas Tellmer Hasnain Malik mengatakan, kemenangan Erdogan tidak memberikan kenyamanan pada investor asing mana pun.
”Krisis menyakitkan yang memengaruhi semua aset sedang terjadi, dengan inflasi yang sangat tinggi, suku bunga yang sangat rendah, dan tidak ada cadangan devisa bersih,” katanya.
Roger Mark, analis pada lembaga investasi global Ninety One, mengatakan, tanpa perubahan arah kebijakan, Turki akan bergerak menuju ke krisis neraca pembayaran yang lebih ekstrem. ”Dalam skenario ekstrem, ini bisa melihat ’lirafikasi’ (konversi paksa) ekstensif penduduk, deposito dollar AS, dan prospek peminjam Turki gagal membayar kewajiban eksternal,” katanya. (AFP/REUTERS)