Uni Eropa menjadi pionir gerakan membatasi kekuatan perusahaan teknologi dalam mendulang data konsumen. Awal pekan ini, Uni Eropa menjatuhkan denda kepada Meta yang dianggap melanggar aturan pelindungan data pribadi.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·2 menit baca
LONDON, SELASA — Uni Eropa, Senin (23/5/2023), menjatuhkan denda 1,3 miliar dollar Amerika Serikat atau Rp 19,37 triliun atas Meta yang dianggap melanggar peraturan privasi konsumen. Blok ekonomi masyarakat Eropa itu sekaligus memerintahkan induk perusahaan Facebook itu menghentikan transfer data konsumen ke Amerika Serikat.
Denda senilai 1,3 miliar dollar Amerika Serikat (AS) itu merupakan rekor denda tertinggi sejak Uni Eropa (UE) menerapkan peraturan data privasi lima tahun silam. Rekor denda sebelumnya dijatuhkan atas Amazon atas kasus pelanggaran pelindungan data. Nilainya 746 juta dollar AS.
Menanggapai keputusan itu, Meta berencana mengajukan banding. Meta juga meminta pengadilan untuk menunda keputusan UE tersebut.
”Keputusan ini cacat, tidak dapat dibenarkan, dan menjadi preseden berbahaya untuk perusahaan-perusahaan lain yang mentransfer data di antara Uni Eropa dan Amerika Serikat,” kata Presiden Meta untuk Urusan Global Nick Clegg dan Ketua Bagian Hukum Meta Jennifer Newstead dalam sebuah pernyataan.
Ketentuan privasi data yang berlaku di UE meliputi nama, alamat surat elektronik, internet protocol (IP) address, pesan-pesan, sejarah, data geolokasi dan informasi lain yang menjadi target raksasa teknologi untuk kepentingan iklan.
Sanksi UE atas Meta ini menambah daftar panjang pertarungan hukum soal privasi data antara UE dan perusahaan-perusahaan teknologi. Kasus terakhir ini dimulai pada 2013 ketika pengacara Austria dan aktivis privasi Max Schrems mengajukan keluhan tentang penanganan Facebook atas datanya.
Ini terjadi setelah mantan kontraktor pengawasan elektronik Edward Snowden mengungkapkan adanya pengawasan oleh Badan Keamanan Nasional terhadap publik. Ini termasuk pengungkapan bahwa Facebook memberi Badan Keamanan Nasional akses ke data pribadi orang Eropa.
Persoalan ini membuat perselisihan antara Washington dan Brussel kian sengit. Eropa memiliki pandangan berdasarkan rezim privasi data. Sementara AS yang tidak memiliki undang-undang privasi federal berpandangan beda. (AP/REUTERS)
UE telah menjadi pionir global dalam membatasi kekuatan perusahaan teknologi. Ini dilakukan dengan serangkaian peraturan yang memaksa para perusahaan teknologi mengawasi platform mereka dengan lebih ketat dan melindungi informasi pribadi pengguna.
Perjanjian berkaitan dengan transfer data antara UE-AS yang dikenal sebagai Privacy Shield diluncurkan pada 2020 oleh pengadilan tinggi UE. Perjanjian ini ternyata tidak cukup untuk melindungi penduduk dari pengintaian elektronik pemerintah AS.
Keputusan pada Senin menegaskan bahwa alat lain untuk mengatur transfer data, yakni kontrak hukum saham, juga ternyata tidak valid. Oleh karena itu, lembaga-lembaga UE telah meninjau perjanjian tersebut.
Kesimpulannya, perlindungan privasi data tidak cukup kuat. Oleh karena itu, anggota parlemen UE pada bulan ini menyerukan adanya perbaikan.