China membuka kembali komoditas produksi Australia. “Pelarangan impor oleh China ini resmi dicabut hari ini. Akan tetapi, kami telah memberi tahu Pemerintah Australia sejak kemarin,” kata Duta Besar China untuk Australia
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
CANBERRA, KAMIS – China mengumumkan telah menerima kembali ekspor kayu dari Australia. Ini berarti mengakhiri sanksi ekonomi atas sejumlah komoditas “Negeri Kangguru” yang dijatuhkan China pada tahun 2020. Sanksi itu dijatuhkan gara-gara pemerintahan yang dipimpin kelompok konservatif Australia saat itu menuduh China sebagai sumber virus SARS-Cov-2.
“Pelarangan impor oleh China ini resmi dicabut hari ini. Akan tetapi, kami telah memberi tahu Pemerintah Australia sejak kemarin,” kata Duta Besar China untuk Australia Xiao Qian di Canberra pada hari Kamis (18/5/2023).
Xiao yang hingga tahun 2022 menjabat sebagai Duta Besar China untuk Indonesia ini menjelaskan bahwa Pemerintah China puas dengan asesmen dan karantina produk kayu dari Australia. Pencabutan sanksi atas kayu ini menyusul pencabutan pelarangan serupa terhadap batubara, kapas, dan tembaga.
Pada tahun 2020, China menjatuhkan sanksi kepada berbagai komoditas Australia. Penyebabnya ialah karena Perdana Menteri Scott Morrison dari partai konservatif meminta adanya penyelidikan terbuka terhadap asal-usul Covid-19. China marah atas tuduhan itu.
Komoditas yang dilarang antara lain adalah minuman anggur, jelai, daging sapi, kayu, batubara, tembaga, dan gandum. Sebelum pandemi, komoditas itu menyumbang 14 miliar dollar Amerika Serikat (AS) setiap tahun kepada Australia. Bahkan, untuk kayu saja nilainya mencapai satu miliar dollar AS per tahun. Walaupun demikian, pada tahun 2022, di tengah segala embargo tersebut, neraca perdagangan China-Australia bernilai 287 miliar dollar AS.
Menteri Perdagangan Australia Don Farrell awal pekan ini terbang ke Bejing untuk bertemu dengan Mendag China Wang Wentao. Canberra sepakat untuk menangguhkan pengaduan China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas tuduhan perang dagang. Sebagai balasan, China sepakat meninjau kembali penerapan tarif 80 persen untuk jelai. Nilai ekspor jelai bagi Australia sebelum pandemi ialah 1,2 miliar dollar Australia per tahun.
Hubungan Australia dengan China membaik secara bertahap, meskipun belum mulus sepenuhnya. Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong menyambut kabar baik pengangkatan sanksi itu. “Efeknya pasti positif untuk kedua negara. Kita semua diuntungkan dengan terbukanya kembali jalur perdagangan ini,” tuturnya.
Ketua Asosiasi Produk Kehutanan Australia (AFPA) Joel Fitzgibbon mengatakan, ketika sanksi dijatuhkan dua tahun lalu, dampaknya sangat terasa di kalangan pengusaha kayu dan kertas. China merupakan pasar terbesar mereka sehingga banyak perusahaan kehilangan konsumen.
Hubungan Canberra-Beijing masih memerlukan banyak diplomasi agar kembali rukun dan stabil. China berterima kasih Australia turut mengulurkan tangan untuk membantu mencari anak buah kapal mereka yang hilang. Kapal berbendera China yang berlayar dari Cape Town di Afrika Selatan karam di Samudera Hindia, tepatnya di perairan yang masuk wilayah Australia.
Sebanyak 39 anak buah kapal yang terdiri dari 17 warga China, 17 warga Indonesia, dan lima warga Filipina belum ditemukan. Australia telah mengirim tiga pesawat dan empat kapal untuk membantu pencarian.
Pada saat yang sama, Australia meminta agar China membebaskan Cheng Lei, wartawan berkewarganegaraan Australia. Ia sudah ditahan oleh China selama 1.000 hari. Cheng adalah warga naturalisasi Australia yang sebelumnya merupakan warga China. Ia dituduh Pemerintah China melakukan tindakan mata-mata dan meneruskan informasi sensitif ke pihak asing. (AP/AFP/Reuters)