Cerita Kota Beradaptasi dari Changsha
Kota-kota di seluruh dunia yang bergantung pada pariwisata kembali menggenjot industri ini pascapandemi Covid-19 mulai reda.
Pandemi Covid-19 tanpa ampun menghajar berbagai lini bisnis. Pariwisata adalah salah satu sektor yang terkapar selama tiga tahun terakhir. Seiring kembali normalnya keadaan, pariwisata kota beradaptasi demi menggaet wisatawan dengan preferensi yang terus berubah.
Tahun ini, optimisme lebih terasa terasa dalam setiap ayunan langkah para hadirin dari sejumlah negara dalam World Tourism Cities Federation (WTCF) Changsha Fragrant Hills Tourism Summit 2023 di Changsha, Provinsi Hunan, China. Berlangsung pada 9-12 Mei 2023, tema perhelatan kali ini adalah ”Gathering the Strength of Cities to Revitalize World Tourism”.
WTCF adalah organisasi pariwisata kota yang diinisasi Beijing pada 2012. Organisasi ini mempunyai 238 anggota yang terdiri dari 159 kota dan 79 institusi.
Perhelatan WTCF berlangsung di Changsha, ibu kota Hunan, dengan luas 11.800 kilometer persegi. Diberkahi Gunung Yuelu dan Sungai Xiangjiang, Changsha berhasil membangun pariwisata kota sehingga mendapat deretan sebutan, di antaranya Culture City of East Asia, International City of Gastronomy, dan Sepuluh Kota Teratas untuk Dikunjungi di China.
Presiden Xi Jinping dalam UNWTO menyatakan pentingnya pariwisata. Pariwisata merupakan jembatan dan cermin antarnegara untuk belajar satu sama lain serta sebuah cara efektif untuk meningkatkan penghidupan.
Pertemuan para pemangku kepentingan di kota itu menandai geliat pariwisata yang bangkit setelah pandemi. Mengutip catatan WTCF, jumlah kedatangan turis global (domestik dan internasional) pada 2020 turun drastis menjadi 4,2 miliar orang atau hanya 36 persen dari jumlah pada 2019.
Begitu pula dengan pendapatan pariwisata global. Jumlah pendapatan pada 2019 sebesar 5,8 triliun dollar AS atau 6,7 persen produk domestik bruto (PDB) global. Angka itu anjlok menjadi 2,9 triliun dollar AS pada 2020, lalu naik tipis menjadi 3,3 triliun dollar AS pada 2021. Sebuah pemulihan, tetapi masih di bawah 60 persen dari level sebelum pandemi.
Seiring pulihnya pandemi, geliat industri pariwisata masih dibayangi kekhawatiran lainnya. Terjadi konflik antara Rusia dan Ukraina, pertumbuhan ekonomi negara maju melambat, sedangkan ekonomi negara berkembang menunjukkan tren bervariasi.
”Presiden Xi Jinping dalam UNWTO menyatakan pentingnya pariwisata. Pariwisata merupakan jembatan dan cermin antarnegara untuk belajar satu sama lain serta sebuah cara efektif untuk meningkatkan penghidupan,” kata Yang Haodong, anggota Komite Tetap dan Direktur Jenderal Departemen Publisitas Komite Provinsi Partai Komunis China (CPC) Hunan, Rabu (10/5/2023).
Baca juga: Wangi Teh Malipo yang Mengatasi Kemiskinan
Adaptasi kota
Mengutip riset WTCF dan Program Pembangunan PBB (UNDP) berjudul The Sustainable Development of World Tourism Cities in the COVID Context: The Reserach on Chinese Actions, pariwisata adalah kunci pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan rantai industri yang kompleks. Industri ini merupakan pendorong utama dalam penyediaan lapangan pekerjaan serta berperan dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Dalam sesi Mayors’ Dialogue bertema ”New Measures of City Tourism Development”, pejabat daerah dari berbagai negara mengungkapkan pengembangan pariwisata urban yang kian membaik. Sesi ini dihadiri oleh Wakil Wali Kota Metropolitan Kathmandu (Nepal) Sunita Dangol, Wali Kota Machu Picchu (Peru) Elvis Lexin La Torre Unaccori, Wakil Wali Kota Sanya (China) Sun Lei, dan Penjabat Wali Kota Victoria (Seychelles) Lydia Beryl Charlie.
China, misalnya, mencatat pergerakan turis mulai bangkit perlahan. Mengutip Kementerian Budaya dan Pariwisata, jumlah wisatawan domestik mencapai 3,25 miliar orang pada 2021, naik 12,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya meskipun hanya mencapai level 54 persen jika dibandingkan tahun 2019.
Namun, pemulihan itu menunjukan sebuah fenomena baru di antara para wisatawan. Sun Lei mencatat, pola wisatawan bepergian berubah setelah pandemi. Dari sekadar melihat-lihat, wisatawan lebih menuntut rekreasi yang juga memuaskan pada tingkat mental dan spiritual.
”Sanya fokus ke pariwisata untuk menawarkan pengalaman yang luar biasa. Jadi kami menggunakan teknologi baru dan menyesuaikan pertumbuhan sosial ekonomi,” tutur Sun.
Baca juga: Memahami Aspirasi China dalam Perjalanan Menuju ”Zhongguo Meng”
Strategi yang Sanya terapkan adalah menyediakan platform digital layanan publik satu atap. Selain itu, kota ini menggabungkan aktivitas pariwisata dengan kegiatan komersial agar pariwisata menjadi bagian integral dari ekonomi perkotaan serta lebih fokus pada pelayanan turis.
Di Kathmandu, yang sering disebut sebagai ”museum hidup”, perubahan pemikiran tentang wisatawan juga terjadi. ”Dulu kami banyak fokus ke wisatawan luar negeri, pandemi membuat kami menjadi lebih fokus pada wisatawan domestik,” ujar Dangol.
Kathmandu mengadopsi sejumlah kebijakan dan inisiatif demi menyediakan pengalaman serta produk pariwisata yang berbeda. Sebagai ibu kota Nepal, kota ini fokus membangun infrastruktur.
Dangol menambahkan, inisiatif lainnya adalah dengan membentuk Kathmandu sebagai kota budaya untuk bisa dinikmati sekaligus menjaga warisan budaya benda dan takbenda. Pemerintah memberi subsidi kepada warga untuk membangun rumah bergaya tradisional. Di sekolah-sekolah, pemerintah mengimplementasikan kurikulum tentang pariwisata dan budaya.
”Kami ingin anak-anak belajar memahami siapa mereka dan dari mana mereka berasal. Kami ingin membangun fondasi sehingga bisa bangkit lagi setelah pandemi serta melestarikan budaya dan komunitas, demi penghidupan,” kata Dangol.
Ia mengingatkan, salah satu tantangan pengembangan pariwisata adalah dampak negatif perubahan iklim. Belum lagi soal modernisasi yang membuat karakteristik lokal asli berangsur hilang.
Pariwisata berkelanjutan
Charlie menambahkan, diversifikasi target wistawan di kota itu pascapandemi akan terus diiringi oleh upaya menjaga lingkungan dan warisan budaya takbenda yang ada, seperti tari Moutya. Pascapandemi, kota Victoria mulai fokus pada pasar negara berkembang daripada hanya Eropa.
”Kami berharap untuk menciptakan sektor pariwisata bernilai tinggi, tetapi dengan dampak lingkungan yang lebih rendah. Seychelles adalah tujuan wisata yang sangat berkelanjutan. Melindungi sumber daya alam Seychelles adalah strategi utama negara kami,” tutur Charlie.
Kota Victoria berencana untuk mengadakan pelatihan sumber daya manusia yang berfokus pada pariwisata di seluruh negeri, terutama untuk anak-anak. Langkah ini dilakukan agar mereka tertarik berpartisipasi dalam pengembangan industri pariwisata negara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Charlie melanjutkan, pemerintah telah menerapkan peraturan ketat tentang perlindungan lingkungan. Aturan ini memastikan 40 persen daratan dan 30 persen permukaan laut adalah sumber daya yang dilindungi. Kementerian Pariwisata mendefinisikan kembali dan mengembangkan pariwisata berkelanjutan untuk melindungi resor wisata dengan lebih baik.
Sementara, menurut Unaccori, kota Machu Picchu akan mengeksplorasi lebih banyak model pariwisata. Strategi ini penting demi meningkatkan pengembangan bisnis pariwisata yang terpuruk lantaran pandemi.
Baca juga: Semilir Angin Segar dari Boao
Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, perekonomian Machu Picchu memang sangat bergantung pada pariwisata. Ada tiga elemen yang menjadi perhatian utama kota ini sekarang, yakni warisan budaya, lingkungan, dan pengembangan yang berkelanjutan.
”Selain kota budaya, kami juga ingin menawarkan kota dengan pemandangan luar biasa, kota pintar, jadi pengalaman yang lebih baik. Orang akan datang ke sini mendapat pengalaman komprehensif menggunakan teknologi dan ini yang kami kerjakan sekarang,” kata Unaccori.