Oposisi Pimpin Perolehan Suara Sementara dalam Pemilu Thailand
Kemenangan oposisi dalam perolehan suara belum menjamin partai atau koalisi mereka bakal memerintah di Thailand lantaran ada aturan-aturan parlemen yang dibuat militer setelah kudeta tahun 2015.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
BANGKOK, MINGGU — Partai-partai oposisi di Thailand sementara memimpin perolehan suara pada penghitungan awal hasil pemilihan umum, Minggu (14/5/2023). Meski demikian, kemenangan dalam perolehan suara belum menjamin partai atau koalisi mereka bakal memerintah terkait aturan-aturan parlemen yang dibuat militer setelah kudeta tahun 2015.
Berdasarkan penghitungan awal Komisi Pemilihan Umum Thailand hingga Minggu malam pukul 20.33, yang dilansir Reuters, Partai Pheu Thai sementara memimpin 6,45 persen suara, disusul partai oposisi lain, Partai Melangkah Maju.
Sesuai aturan parlemen, pemilihan perdana menteri dan pembentukan pemerintahan butuh dukungan mayoritas gabungan anggota Majelis Rendah dan Majelis Tinggi (Senat). Anggota Senat, yang berjumlah 250 orang, ditunjuk militer dan diperkirakan beraliansi dengan partai atau blok koalisi pendukung militer.
Pemungutan suara ditutup pada pukul 17.00 waktu setempat. Partai-partai oposisi pro-demokrasi, seperti Partai Pheu Thai dan Partai Melangkah Maju, diperkirakan mengalahkan partai-partai pendukung pemerintahan konservatif pimpinan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha. Namun, jumlah perolehan kursi yang akan dimenangi masing-masing partai baru dapat dikonfirmasi beberapa pekan kemudian.
Proses pemungutan suara di seluruh wilayah Thailand dilaporkan berjalan lancar tanpa persoalan. Komite Pemilu Thailand sebelumnya memproyeksikan jumlah pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya akan mencapai 80 persen dari 52 juta pemilih.
Jutaan pemilih memberikan suara di 95.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di pegunungan berhutan lebat di utara hingga pasir indah di pantai selatan. ”Hari ini akan menjadi hari baik. Saya punya energi sangat positif tentang itu,” kata Paetongtarn Shinawatra, putri mantan PM Thaksin Shinawatra yang menjadi Ketua Partai Pheu Thai, seusai memberikan suaranya.
Di daerah Chiang Mai, Thailand utara, ratusan orang bukit Hmong mengantre untuk memilih begitu tempat pemungutan suara dibuka pukul 08.00 waktu setempat. ”Saya berharap pemilihan ini akan mengubah Thailand menjadi lebih baik karena ekonomi benar-benar buruk saat ini. Semoga pemilu ini membawa negara ini ke arah yang lebih baik,” kata Maethawee Wangwanapat (30), warga setempat.
Sebagian besar orang Hmong tinggal di Chiang Mai dan Chiang Rai, Thailand utara. Mereka memiliki sejarah yang rumit dengan Thailand tengah dan kerap mengalami diskriminasi.
Meski digadang-gadang akan menang, partai-partai oposisi akan menghadapi perjuangan berat untuk menduduki kekuasaan karena adanya konstitusi 2017 yang dibuat junta militer. PM yang baru akan dipilih bersama 500 anggota parlemen terpilih dan 250 anggota Senat yang ditunjuk militer.
Dalam pemilu terakhir dan kontroversial pada 2019, Prayuth menggunakan dukungan Senat untuk menjadi PM yang memimpin koalisi multipartai yang kompleks. Pemilu kali ini adalah yang pertama sejak aksi protes besar-besaran dari gerakan pro-demokrasi yang dipimpin anak muda pada 2020. Mereka menuntut perubahan.
Tuntutan-tuntutan perubahan itu ditampung dan disuarakan Partai Melangkah Maju dengan kandidat Pita Limjaroenrat (42). ”Generasi muda saat ini peduli dengan hak mereka dan mereka membuktikannya dengan memberikan suaranya,” kata Pita yang menggalang dukungan dari pemilih milenial dan gen Z dengan jumlah hampir setengah dari 52 juta pemilih.
Berbeda dengan Partai Melangkah Maju, basis dukungan Pheu Thai berada di area-area perdesaan. Banyak pemilih dari area-area itu masih mendukung kebijakan kesejahteraan yang pernah diterapkan Thaksin pada awal 2000-an. Pheu Thai memenangi kursi terbanyak pada pemilu 2019, tetapi rivalnya, Partai Palang Pracharath yang didukung militer, menyatukan koalisi dan mengajukan Prayuth sebagai perdana menteri.
Tahun ini Prayuth mencalonkan diri kembali meskipun militer membagi dukungan ke dua partai. Prayuth didukung Partai Persatuan Bangsa Thailand, sementara Wakil PM Prawit Wongsuwan didukung Palang Pracharath.
Prayut mengimbau rakyat untuk datang memilih ketika ia memberikan suaranya di TPS. Mantan jenderal itu tanpa malu-malu mempromosikan partainya kepada pemilih yang lebih tua dan menggambarkan dirinya sebagai satu-satunya kandidat yang mampu menyelamatkan Thailand dari kekacauan dan kehancuran.
Tetapi, Prayuth kehilangan dukungan karena tidak bisa memperbaiki perekonomian, gagal menangani pandemi Covid-19, dan menggagalkan reformasi demokrasi yang dituntut anak muda. ”Meningkatnya suara kaum muda dan kesadaran akan kerusakan yang disebabkan oleh kekuasaan militer merupakan faktor kunci yang mungkin menentukan hasil pemilihan ini. Setelah sembilan tahun pemerintahan militer, rakyat siap untuk perubahan,” kata Tyrell Haberkorn, spesialis studi Thailand di University of Wisconsin.
Pengamat politik di Universitas Chulalongkorn Bangkok, Thitinan Pongsudhirak, berpendapat bahwa kubu konservatif-royalis yang mendukung militer dan monarki tidak akan memilih partai-partai oposisi. Kelompok konservatif ini juga harus berjuang keras menghadapi gelombang perubahan jika oposisi menang.
Pheu Thai, menurut Pongsudhirak, harus berhati-hati dalam memilih kemungkinan mitra koalisi. Partai Melangkah Maju berada di urutan kedua dan merupakan teman ideologisnya dalam upaya untuk memotong sayap militer. Namun, dukungannya yang blak-blakan untuk reformasi monarki sambil memenangi pemilih yang lebih muda tidak dapat diterima oleh sebagian besar kaum konservatif yang menganggap monarki itu institusi sakral. Jika Pheu Thai bergabung dengan Partai Bergerak Maju mungkin mitra koalisi lainnya akan takut.
Banyak yang memperkirakan Pheu Thai kemungkinan akan melihat ke arah lain untuk mencari mitra koalisi, misalnya dengan membuat kesepakatan dengan Partai Palang Pracharath yang tidak terlalu terkait dengan kudeta 2014 dan garis keras yang dikejar Prayuth.
Menambah ketidakpastian, desas-desus sudah beredar bahwa Partai Melangkah Maju dapat dibubarkan atas perintah pengadilan, sama nasibnya dengan pendahulunya, Partai Masa Depan Maju, yang juga dibubarkan setelah unggul dalam jajak pendapat 2019.
Oleh karena itu, begitu hasil pemilu keluar, perhatian akan tertuju pada Komite Pemilu Thailand, para hakim, dan para jenderal untuk melihat apa langkah selanjutnya. Karena di Thailand, meski menang pemilu, bukan berarti lantas akan langsung bisa menguasai pemerintahan. (REUTERS/AFP/AP/SAM)