Korsel, Jepang, dan AS Berencana Berbagi Data Nuklir Korut
Selama ini Jepang dan Korsel masing-masing sudah berbagi data dengan AS. Namun, Jepang dan Korsel tidak saling memberi tahu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
SEOUL, RABU — Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat sedang membahas kemungkinan saling berbagi data mengenai perkembangan nuklir Korea Utara. Pada saat yang sama, kedekatan Seoul dengan Washington menempatkan hubungan Seoul dengan Beijing menjadi renggang.
Pembahasan itu diungkapkan oleh Sekretaris Kabinet Jepang Hiromazu Matsuno di Tokyo, Selasa (9/5/2023), kepada surat kabar Yomiuri. ”Belum ada perjanjian yang lahir, tetapi pembahasan ketiga pihak ini mengarah ke sana,” ujarnya.
Jepang dan Korsel masing-masing sudah berbagi data dengan AS. Namun, Jepang dan Korsel tidak saling memberi tahu. Hal ini karena hubungan Tokyo-Seoul renggang. Jepang menjajah Korea pada periode 1910-1945. Masyarakat Korsel menginginkan Pemerintah Jepang memberi ganti rugi, salah satunya kepada para jugun ianfu atau perempuan yang dipaksa menjadi penghibur serdadu Jepang.
Apabila perjanjian informasi nuklir itu lahir, ketiga negara akan langsung berbagai data nuklir Korut. Ini mencakup data waktu nyata. Pembagiannya dikabarkan melalui sistem integrasi radar.
Belum ada tenggat yang pasti. Namun, Yomiuri mengutip seorang pejabat anonim yang mengatakan bahwa perjanjian bisa diselesaikan pada akhir bulan Juni mendatang dan ditandatangani di sela-sela acara Dialog Keamanan Shangri-la di Singapura.
Korut langsung melayangkan protes. Apalagi, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida baru menyelesaikan lawatan ke Korsel. Ia dan Presiden Yoon Sul Yeol sepakat untul mempererat dialog mengenai keamanan kawasan. Perihal kejahatan perang Jepang selama masa pendudukan minim dibahas.
”Korsel seperti biasa menjadi negara boneka tanpa daya dan disetir agar berkolusi militer dengan Jepang, negara yang telah menginjak-injak leluhur kita,” kata laman propaganda Korut, Uriminzokkiri, dan dikutip oleh kantor berita Korsel, Yonhap.
Pembahasan skema berbagi data nuklir Korut ini bertepatan dengan satu tahun masa jabatan Yoon Suk Yeol sebagai Presiden Korsel. Ia awalnya adalah jaksa penuntut umum dan tidak memiliki pengalaman politik luar negeri.
Pendahulu Yoon, Presiden Moon Jae-in, menerapkan sikap politik luar negeri ambiguitas strategis yang tidak mencari-cari musuh. Moon menjaga kedekatan dengan China yang merupakan mitra dagang terbesar Korsel, menjaga hubungan dengan Korut agar tidak bergejolak, dan bersahabat dengan AS.
Ketika Yoon dilantik pada Mei 2022, sikapnya jelas. Ia memilih membawa Korsel ke panggung global di bawah naungan AS. Ia juga mendekati Jepang, terlepas masyarakat Korsel pada umumnya masih mendendam kepada Tokyo atas perbuatan mereka dulu. Korsel dan Jepang sama-sama menghadapi isu keamanan perbatasan karena negara-negara mereka berdampingan dengan China, Korut, dan Rusia.
Oh Joon, mantan Duta Besar Korsel untuk PBB yang kini menjadi pengamat politik, mengatakan bahwa sisi positif normalisasi hubungan dengan Tokyo ialah peningkatan pertahanan terhadap risiko serangan Korut.
”Di sisi negatif, hal ini mendekatkan China dengan Korut. Korsel secara perekonomian sangat bergantung kepada China,” tuturnya kepada Korea Times.
Korsel juga akan melakukan latihan militer gabungan dengan AS. Negara-negara lain yang akan mengikuti latihan belum diumumkan. Latihan ini dinamai Inisiatif Keamanan Proliferasi. Tujuannya ialah mendorong pelucutan seluruh senjata pemusnah massal di Indo-Pasifik.
Juru Bicara Departemen Pertahanan AS Brigadir Jenderal Pat Ryder mengatakan latihan itu murni untuk koordinasi pertahanan di kawasan. ”Tidak ada niat untuk perlombaan senjata dan tujuan ofensif lainnya,” katanya. (AP)