Dari luar, ada persaingan kekuatan besar yang berpotensi memecah belah ASEAN. Sementara dari dalam, ASEAN menghadapi krisis di Myanmar yang terus berkepanjangan.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA, KRIS MADA, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
MANGGARAI BARAT, KOMPAS – Tahun-tahun ini ASEAN berada pada masa menentukan. ASEAN memiliki modal dasar guna memacu momentum pertumbuhannya. Namun, tantangan internal-eksternal menghadang dan berisiko membuyarkan peluang.
”ASEAN berada di masa-masa yang menentukan. Krisis demi krisis menguji kekuatan kita sebagai komunitas. Kegagalan mengatasinya akan berisiko membahayakan relevansi kita,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam pidato pembukaan Pertemuan Dewan Komunitas Politik Keamanan Ke-26 ASEAN di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Selasa (9/5/2023).
Mahfud menjelaskan, ada persaingan kekuatan besar yang berpotensi memecah belah ASEAN. Pada saat yang sama, ASEAN harus menghadapi krisis pangan dan energi serta perlambatan ekonomi global. Sementara dari dalam, krisis di Myanmar berikut implikasinya pada kemanusiaan terus berkepanjangan.
Isu-isu ini, menurut Mahfud, sudah mengemuka pada pertemuan ASEAN selama beberapa waktu lamanya. Namun, ASEAN tidak boleh melupakan tantangan lain di kawasan.
”Saya ingin menarik perhatian kita pada perkembangan kejahatan transnasional di wilayah kita, mulai dari terorisme dan narkoba hingga pencucian uang dan perdagangan manusia. Secara langsung, hal-hal itu tidak hanya menghadirkan ancaman bagi perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan, tetapi juga menghambat proses pembangunan masyarakat kita,” kata Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud melanjutkan, ASEAN tidak memiliki pilihan selain memastikan dirinya memiliki kelengkapan yang baik guna mengatasi tantangan secara efektif. Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023 memberikan perhatian serius pada hal-hal ini.
Para pemimpin ASEAN akan mengadopsi Deklarasi Memerangi Perdagangan Orang yang Disebabkan oleh Penyalahgunaan Teknologi pada konferensi tingkat tinggi ke-42, Rabu (10/5/2023). Deklarasi ini mengedepankan pendekatan komprehensif terhadap perdagangan orang, mulai dari pencegahan hingga perlindungan korban, sambil meningkatkan kolaborasi untuk melawan penyalahgunaan teknologi.
Guna melengkapi upaya tersebut, Mahfud menekankan perlunya ASEAN untuk membuat kemajuan dalam negosiasi perjanjian ekstradisi ASEAN. Perjanjian ini telah lama tertunda. ”Itu akan mencegah kawasan kita menjadi surga bagi para penjahat dan memperkuat ASEAN sebagai komunitas berbasis aturan,” katanya.
Penguatan kelembagaan, kapasitas, dan instrumen kelengkapan ASEAN, sebagaimana diangkat Mahfud, juga diserukan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN di Labuan Bajo, Selasa. Forum itu membahas empat agenda pokok yang meliputi peningkatan kapasitas ASEAN, aksesi Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC), penerapan Lima Poin Konsensus ASEAN soal Myanmar, dan penerapan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP).
”Peran ASEAN adalah instrumental untuk perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan kawasan. Kita tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi di kawasan ini jika kita tidak memiliki ASEAN. Namun, kita tak boleh lengah. Pencapaian ini mesti menjadi modal untuk membangun ASEAN yang lebih kuat, ASEAN yang lebih relevan,” kata Retno dalam pidato pembukaan.
Hal yang pasti, Retno melanjutkan, tantangan yang akan dihadapi ASEAN ke depan semakin besar. Hal ini termasuk tantangan dalam konteks Indo-Pasifik. Oleh karena itu, penerapan AOIP semakin penting. ASEAN juga perlu bekerja lebih keras dan tidak menggunakan pola lama.
Pada hari yang sama, pertemuan Dewan Koordinasi ASEAN (ACC) juga membahas penguatan kapasitas ASEAN. Sebagai Ketua ACC, Retno mengajak koleganya membahas cara membuat mekanisme kerja ASEAN lebih efektif, lentur, tidak birokratis, antara lain, untuk menghadapi tantangan yang terus berkembang di kawasan. ”Kapasitas ASEAN yang lebih kuat memungkinkan ASEAN menghadapi tantangan masa depan,” katanya.
Asia Tenggara termasuk kawasan yang diproyeksi terus tumbuh melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi global. Meski melambat, tingkat pertumbuhan Asia Tenggara tetap lebih baik dibandingkan dengan kawasan lain dan pertumbuhan global.
Mengacu data Dana Moneter Internasional (IMF), ASEAN memerlukan 39 tahun untuk menembus produk domestik bruto (PDB) 1 triliun dollar AS untuk pertama kalinya. Pada 1983, PDB ASEAN belum sampai 300 miliar dollar AS.
Baru pada 2006, PDB ASEAN mencapai 1,19 triliun dollar AS. Pada 2023, IMF dan Bank Dunia menaksir, PDB ASEAN akan mencapai 3,9 triliun dollar AS. Adapun pada 2025, PDB ASEAN diproyeksikan menembus 4,57 triliun dollar AS.
Salah satu modal penting pertumbuhan ASEAN adalah demografi. Dari 660 juta penduduknya, 93 persen berusia di bawah 60 tahun. Bahkan, 60 persen penduduk ASEAN di rentang usia produktif atau berumur 15-60 tahun. Penduduk muda berarti kemampuan konsumsi dan produksi ASEAN berpeluang terus tumbuh.
Modal lain ASEAN ialah sumber daya alam. Sebagian negara ASEAN berada di ”sabuk timah” dan ”jaringan nikel” global. Komoditas itu merupakan mineral penting dalam industri elektronika dan kendaraan listrik.
Oleh karena itu, selama masa keketuaan di ASEAN, Indonesia menggagas perumusan ekosistem pengembangan industri kendaraan listrik kawasan. Indonesia mengajak ASEAN membangun ekosistem bersama untuk memacu industri kendaraan listrik di Asia Tenggara.
Meski memiliki banyak modal, sebagaimana diingatkan Retno, ASEAN tak boleh lengah. Hal itu, antara lain, mempertimbangkan laporan IMF pada April 2023 yang mengungkap tren penurunan investasi dari dan ke Asia, termasuk Asia Tenggara.
Peningkatan ketegangan geopolitik kini menjadi alasan utama penarikan dan penanaman modal asing. Investasi dari dan ke negara-negara dengan pandangan geopolitik sama cenderung meningkat. Negara dengan pandangan politik sama mencatat aliran investasi lebih besar ketimbang negara dengan kedekatan geografis.
Selain investasi, perdagangan internasional ASEAN juga bisa terdampak oleh ketegangan geopolitik. Amerika Serikat (AS) dan China menyerap 660 miliar dollar AS ekspor ASEAN pada 2022.
Peliknya lagi, pertarungan kepentingan di antara kedua adidaya itu makin sengit. AS bersama sekutunya yang berhadapan dengan China saling mengerahkan aset militer mereka di sejumlah lokasi. Berulang kali aset-aset itu nyaris bersenggolan.
Stabilitas dan keamanan yang selama ini menjadi basis pertumbuhan ASEAN rawan terganggu. Sebab, pertarungan kepentingan adidaya terjadi di dalam dan di sekitar ASEAN.
Editor:
ANTONIUS TOMY TRINUGROHO, MUHAMMAD SAMSUL HADI, FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA, FRANSISCA ROMANA