Tersihir Drama Monarki
Suka tak suka, penobatan Raja Charles III dinanti-nanti. Meski tak semua mendukung monarki karena menilai itu pemborosan dan sudah tak relevan, sebagian rakyat Inggris tak mau ketinggalan mengikuti penobatan raja baru.
Mahkota buatan tahun 1661 terpajang sempurna. Tentara kerajaan digembleng untuk prosesi militer terheboh dalam 70 tahun. Kereta kencana dipoles agar siap meluncur. It’s showtime!
Raja Inggris Charles III dinobatkan di Westminster Abbey, London, Sabtu (6/5/2023), dengan arak-arakan yang mempertontonkan segala atribut simbol kemewahan Kerajaan Inggris. Pendeta berjubah menyerahkan simbol kekuasaan abad pertengahan, yakni tongkat kerajaan dan ”bola penguasa” simbol kekuasaan Ketuhanan. Ada salib terpasang di atasnya yang merepresentasikan kekuasaan Kristus atas dunia karena raja adalah wakil Tuhan di Bumi.
Tentara bertopi kulit beruang hitam berbaris di jalanan. Lalu, raja dan ratu, yang baru mengakhiri hari dengan menyapa rakyat, melambaikan tangan dari balkon Istana Buckingham.
Baca juga: Masa Depan Kerajaan Inggris di Persimpangan Jalan
Charles (74) dinobatkan delapan bulan setelah naik tahkta setelah kematian ibunya, Ratu Elizabeth II, September tahun lalu. Penobatan Charles terjadi 70 tahun setelah penobatan ibunya yang waktu itu berusia 25 tahun pada 2 Juni 1953. Upacara penobatan raja ke-39 di Westminster Abbey saat itu dipenuhi dengan kemegahan agama, simbolisme, dan tradisi. Jutaan orang menyaksikan Ratu Elizabeth II membaca sumpah, diurapi minyak suci, dan dihiasi dengan kekayaan, jubah, dan regalia kerajaan saat dinobatkan sebagai Ratu Persatuan Raya, Kanada, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Pakistan, dan Sri Lanka.
Dulu prosesinya kolosal, melibatkan 30.000 personel militer, 600 pesawat, dan sedikitnya 8.000 tamu. Tahun ini situasinya berbeda. Penobatan Charles tak semegah penobatan ibunya. Jumlah undangan dibatasi 2.000 orang saja. Prosesinya juga dipersingkat: dari tiga jam jadi hanya satu jam.
Penobatan raja kali ini dilakukan pada saat yang tidak tepat di saat dukungan pada monarki melemah. Bukan hanya karena sebagian rakyat Inggris merasa monarki tak lagi relevan dan Inggris lebih membutuhkan bentuk republik, tetapi juga karena sisi pribadi Charles sendiri. Charles kurang populer dibandingkan mendiang ibunya.
Anak-anak muda Inggris apatis, tidak peduli terhadap penobatan dan monarki. Studi Pusat Penelitian Sosial Nasional yang independen menunjukkan, dukungan pada monarki anjlok ke titik terendah dengan hanya 29 persen warga Inggris menganggap monarki sangat penting. Jajak pendapat YouGov, bulan lalu, menemukan sebagian besar tidak peduli—35 persen ”sangat tidak peduli” dan 29 persen ”sama sekali tidak peduli”—dengan penobatan Charles.
Popularitas Charles tersandung pada 1980-an ketika ada masalah perkawinan dengan Putri Diana, terutama ketika ia diketahui sudah lama berselingkuh dengan Camilla. Charles semakin tak populer setelah kematian Diana pada 1997.
Skandal di keluarga kerajaan berlanjut dengan kepergian Pangeran Harry dan istrinya, Meghan Markle, dari istana hingga tuduhan-tuduhan rasisme ke istana. Seakan tak cukup, tahun lalu saudara laki-laki Charles, Pangeran Andrew, terlibat urusan hukum dengan seorang perempuan yang menuduhnya melakukan pelecehan anak di bawah umur.
Biaya penobatan raja diambil dari pajak rakyat. Belum ada perkiraan resmi total biayanya, tetapi sejumlah laporan menaksir bisa sampai 125 juta dollar AS.
Bukan hanya skandal keluarga kerajaan yang membuat rakyat kehilangan minat pada monarki, melainkan juga perekonomian Inggris yang tengah didera inflasi dua digit, menyebabkan harga pangan melonjak dan rakyat kian tercekik. Sebagian rakyat mempertanyakan, buat apa membuat penobatan mahal-mahal kalau untuk makan sehari-hari saja sulit. Toh, Charles sudah otomatis naik takhta ketika ibunya mangkat dan sudah resmi diproklamasikan sebagai raja Inggris, dua hari kemudian.
Baca juga: Pangeran William, Putra Mahkota Idaman, Garda Terdepan Kerajaan Inggris
Belum lagi biaya penobatan raja yang diambil dari pajak rakyat. Belum ada perkiraan resmi total biayanya, tetapi sejumlah laporan menaksir bisa sampai 125 juta dollar AS.
Tak hanya ekonomi. Monarki Inggris juga sedang dikritik soal hubungannya dengan perdagangan budak Afrika. ”Apa pun yang dilakukan keluarga kerajaan, mereka tidak dapat lepas dari kontroversi kerajaan,” kata Sathnam Sanghera, penulis buku EmpireLand: How Imperialism Has Shaped Modern Britain, kepada televisi NBC, Kamis (4/5/2023).
Ada sekelompok orang antikerajaan yang percaya bahwa segala persoalan yang membelit Charles dan keluarga kerajaan pada akhirnya akan menandai berakhirnya monarki yang sudah berusia ribuan tahun ini. Namun, para ahli kerajaan masih meyakini monarki akan bisa bertahan sampai lama. ”Untuk menyingkirkan monarki, harus ada referendum. Dan sampai sekarang belum ada pemerintah dan partai politik yang menyarankan itu,” kata Anna Whitelock, Guru Besar Sejarah Monarki di University of London.
Tradisi religius
Tak ada persyaratan hukum untuk melakukan penobatan yang sudah ditinggalkan monarki Eropa lain ini. Namun, bagi Inggris, penobatan raja ini bersifat religius dan bentuk konfirmasi formal atas perannya sebagai kepala negara dan kepala tituler Gereja Inggris. Penobatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan otoritas raja berasal dari Tuhan.
Upacara penobatan sudah ada sejak periode abad pertengahan. Sebagian besar upacaranya tetap tidak berubah, seperti lokasi Westminster Abbey tempat ritual sejak William Sang Penakluk dimahkotai pada 1066. Upacara penobatan menjadi upaya menunjukkan monarki masih memiliki peran. Banyak elemen penobatan pada masa lalu yang tetap ada, seperti himne, doa, dan pengurapan dengan minyak selama penobatan Charles dan Camilla. Ini dirancang untuk mengingatkan dunia akan sejarah, tradisi, dan misteri seputar monarki.
Namun, pada penobatan kali ini ada perubahan yang ingin menunjukkan sisi modern Inggris. Untuk pertama kali, para pemimpin agama yang mewakili Buddha, Hindu, Yahudi, Muslim, dan Sikh akan ikut berperan aktif dalam upacara.
Secara simbolis, Charles membuka kebaktian dengan menghadap seorang anggota paduan suara muda dan berjanji untuk melayani, bukan untuk dilayani. Charles juga menghapus tradisi selama berabad-abad yang meminta anggota paling senior dari aristokrasi berjanji setia kepadanya. Sebaliknya, jemaah dan para penonton di rumah akan diajak berjanji setia pada raja.
”Penobatan kali ini adalah momen di mana kelompok yang berbeda merayakannya bersama-sama. Kekompakan menang atas perpecahan, seperti terang yang menang atas kegelapan,” kata Aliya Azam, pemimpin lintas agama yang akan mewakili umat Islam saat para pemimpin agama menyambut raja saat penobatan.
Baca juga: Westminster Abbey, Saksi Perjalanan Ratu dari Pernikahan, Penobatan, hingga Pemakaman
Peneliti dan editor Heritage Times di Guwahati, India, Khadiza Naufa Fatin, kepada Al Jazeera, 4 Mei 2023, menggarisbawahi perbedaan penobatan dulu dan sekarang. Pada penobatan 1953, dekat dengan masa setelah Perang Dunia II dan konsekuensi kemerdekaan koloni. Pada waktu itu, bekas jajahan merasa dekat dengan kerajaan. Ketika negara-bangsa baru terbentuk, mereka belum menjauhkan diri dari sistem monarki dan raja dipandang sebagai simbol yang diperlukan untuk menyatukan negara. Oleh karena itu, rakyat memandang Elizabeth II sebagai pembawa harapan dan kedamaian dalam kekacauan ekonomi dan politik.
”Kini, monarki Inggris seperti peninggalan masa lalu. Jadi, masyarakat menganggap penobatan ini sebagai tradisi saja, bukan kebutuhan politik,” ujar Fatin.
Tradisi atau kebutuhan politik, penobatan raja Inggris tetap menjadi tontonan menarik yang dinanti-nanti. Serasa menanti musim baru dari drama serial di Netflix bertema Kerajaan Inggris, The Crown, yang pertama kali dirilis pada 2016. Seri kelima dan terakhir The Crown berkisah tentang kekacauan pernikahan Charles-Diana dan menjadi 10 serial terpopuler di 88 negara setelah dirilis pada November tahun lalu.
Bagi Lara Erana-Turbanada di Filipina, menonton penobatan Charles III seperti menonton The Crown, tetapi di kehidupan nyata. Penobatan Charles dan Permaisuri Camilla disiarkan televisi. Ini kali kedua penobatan raja Inggris disiarkan langsung di televisi. Pada waktu Elizabeth II dinobatkan, 27 juta orang menonton dan pada waktu itu belum semua orang memiliki televisi—dan jelas belum ada internet. Bisa jadi, penonton kali ini lebih banyak.
”Rasanya seperti menonton episode di The Crown. Kita bisa melihat pakaian-pakaian mewah yang dipakai, mahkota raja, dan siapa tahu ada juga dramanya,” ujar Erana-Turbanada. (REUTERS/AFP/AP)