Pemilu Thailand 14 Mei mandatang akan menjadi saksi kekuatan politik dinasti di Thailand. Selama bertahun-tahun sejumlah klan berpengaruh di Thailand masuk dan mendominasi politik, termasuk keluarga Shinawatra.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Dunia politik memang menggiurkan. Selain kuasa, politik adalah 'alat' kontrol pada ekonomi. Tak heran bila politik menjadi arena utama keluarga bagi klan Thienthong, salah satu dinasti politik di Thailand, untuk bertahan. Pada pemilihan umum Thailand yang rencananya akan diadakan bulan depan ada lima anggota keluarga Thienthong mencalonkan diri melalui dua partai politik yang berbeda.
Thienthong merupakan salah satu dari beberapa keluarga Thailand menjalani politik tak ubahnya bisnis. Klan lain yang juga terkenal, adalah keluarga Shinawatra. Salah satu anggota klan ini, yaitu Thaksin Shinawatra terpilih menjadi Perdana Menteri Thailand. Ia memerintah pada tahun 2001 hingga 2006.
Jika ditilik dari sisi imbalan finansial dari posisinya sebagai pejabat, sebenarnya jumlahnya tak banyak. Anggota parlemen di Thailand berpenghasilan sekitar 3.500 dollar AS dalam sebulan. Uang receh bagi keluarga-keluargs yang kaya raya ini. Namun, kekuatan pengaruh dari jabatan penting itulah yang bisa sangat menguntungkan bagi kepentingan bisnis mereka.
Keluarga Thienthong membangun kerajaan dan kekayaan mereka dari bisnis logistik yang sukses di wilayah timur Thailand, mencakup penyeberangan perbatasan utama ke Kamboja. Mereka telah mendominasi politik di kawasan itu sejak tahun 1970-an. Menjelang pemungutan suara pada 14 Mei mendatang, nama-nama mereka sudah terpampang di poster-poster kampanye di sepanjang jalan desa di Provinsi Sa Kaeo yang miskin.
Kwanruen Thienthong dan putrinya, Treenuch, serta keponakannya Sorawong memperebutkan tiga kursi daerah pemilihan Sa Kaeo. Sorawong mencalonkan diri untuk Pheu Thai, partai oposisi utama yang unggul dalam jajak pendapat, sementara Kwanruen dan Treenuch maju bersama Partai Palang Pracharath (PPRP) yang didukung militer yang memimpin koalisi yang berkuasa. Saudara laki-laki Sorawong juga mencalonkan diri untuk Pheu Thai: Suchart di daerah pemilihan Bangkok dan Surakiat. "Politik adalah politik. Keluarga adalah keluarga. Kami punya sudut pandang berbeda dalam politik tetapi kami masih satu keluarga," kata Sorawong.
Treenuch memulai karirnya sebagai anggota parlemen dengan turut mengawali partai Pheu Thai lebih dari 20 tahun lalu namun ia kemudian beralih ke PPRP dan terpilih kembali pada 2019 lalu menjabat sebagai menteri pendidikan.
Bagi para pemilih di daerah Sa Kaeo, rekam jejak keluarga Thienthong di lapangan menjadi lebih penting ketimbang nama partai politik atau ideologi politik. "Mereka selalu turun ke setiap daerah dan ketika ada pekerjaan atau ada permintaan bantuan dari penduduk setempat, mereka segera membantu," kata salah satu pendukung Treenuch, Sirinthip Sawangkloi.
Kawasan pedesaan Thailand selama ini terjalin erat dengan pengaruh klan yang kaya dan kuat ini. Sebagian dari dukungan lokal mereka bertumpu pada intervensi pribadi maupun politik. "Ketika sepupu saya meninggal, saya meminta mereka untuk mengurus pemakaman dan mereka benar-benar melakukannya. Itu kenapa saya tidak bisa meninggalkan mereka," kata Boonma Noinamkhum, pendukung Treenuch lainnya.
Bagi para pemilih, keluarga dinasti politik justru bisa menawarkan stabilitas dan pengaruh lokal di negara kerajaan yang memiliki sejarah panjang politik yang selalu bergejolak. Dinamika politik Thailand diwarnai dengan lusinan kudeta sejak berakhirnya monarki absolut pada tahun 1932. Ekonom di Universitas Chulalongkorn, Pasuk Phongpaichit, mengatakan politik dinasti ini berkembang dalam pergolakan yang mengguncang Thailand pada 1970-an dan 1980-an.
"Pada periode itu, mereka dapat menghasilkan banyak uang dan pengaruh dari sistem tanpa aturan hukum dan hubungan simbiosis dengan militer setempat, polisi setempat, dan birokrat berpengaruh. Begitu mereka menjadi kaya, mereka bisa membangun kekuasaan atas anggota parlemen lokal. Mereka kemudian melihat peluang untuk masuk politik,” ujarnya.
Tetapi kekuatan politik ternyata tidak cukup kuat untuk menyelamatkan Thaksin, mantan taipan telekomunikasi yang digulingkan dalam kudeta pada 2006 dan kini mengasingkan diri di luar negeri untuk menghindari tuduhan korupsi yang menurutnya bermotivasi politik. Terlepas dari masalah ini, majalah Forbes menyebutkan jumlah kekayaan Thaksin masih lebih dari 2 miliar dollar AS. Ia berada di urutan ke-14 dalam daftar orang kaya Thailand, jauh di bawah Chearavanont bersaudara yang memiliki konglomerasi terbesar Thailand, CP Group.
Pengaruh Shinawatra dalam dunia politik Thailand juga tidak berkurang sedikitpun. Buktinya, saudara perempuan Thaksin, Yingluck, menjadi PM dari tahun 2011 hingga 2014 dan putrinya kini juga menjadi salah satu kandidat Partai Pheu Thai untuk posisi PM berikutnya.
Selama hampir 50 tahun, di Majelis Nasional dan di kabinet, Thienthong telah menjadi bagian dari lanskap politik Thailand. Pada 1990-an, mereka memiliki reputasi kuat bisa membangun atau menghancurkan pemerintahan. Selain lima kandidat pada tahun ini, saudara laki-laki Treenuch, Thanit, sudah terpilih sebagai anggota parlemen sebanyak lima kali. Pada pemilihan sebelumnya, ia mengalahkan anggota klan Thienthong lainnya, Sonthidej. Namun, setelah aksi unjuk rasa yang dipimpin anak muda menyerukan perubahan politik Thailand pada 2020, pemilu mendatang akan menandai titik balik bagi klan-klan ini.
"Pemilu ini memiliki dua sistem, yakni yang didominasi oleh keluarga politik dan generasi baru pemilih muda yang lebih cenderung mencari partai dengan ideologi dan program jangka panjang yang lebih menarik. Mana yang akan menang kali ini? Tidak ada yang tahu pasti,” kata Pasuk.
Namun, ada yang perlu diingat, dinasti-dinasti politik di Thailand ini sudah menunjukkan ketangguhan dan kemampuan beradaptasi yang luar biasa untuk bertahan di dunia politik Thailand yang selama ini kacau balau. (AFP)