Jeddah merupakan pusat evakuasi warga berbagai negara dari Sudan. Proses evakuasi itu membutuhkan koordinasi lintas negara dan lintas lembaga.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Jakarta, Kompas - Gelombang pertama warga Indonesia dievakuasi dari Sudan akan tiba pada Jumat (28/4/2023). Evakuasi hasil kerja sama dengan sejumlah negara dan lembaga. Kementerian Luar Negeri RI memastikan, sebagian warga yang dievakuasi diterbangkan dari Jeddah, Arab Saudi pada Kamis (27/4). Mereka dijadwalkan mendarat di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada Jumat pagi. Mereka naik pesawat komersial dari Jeddah.
Kota Arab Saudi di tepi Laut Merah itu merupakan pusat evakuasi warga berbagai negara dari Sudan. Duta Besar Arab Saudi di Jakarta Faisal Abdullah Al Amudi mengatakan, ada 67 negara dibantu Riyadh mengevakuasi warganya dari Sudan. “Proses evakuasi ini menunjukkan Arab Saudi mitra penting dan terpercaya,” ujarnya.
Arab Saudi telah mengirimkan sejumlah kapal ke Port Sudan untuk membantu proses evakuasi. Kapal pertama tiba pada Sabtu. Selanjutnya satu kapal lagi bersandar di Jeddah pada Senin. Ada pun pada Rabu, dua feri mengangkut hampir 1.900 orang merapat ke Pangkalan Laut Raja Faisal bin Abdulaziz di Jeddah.
Dalam beberapa hari terakhir, 2.351 orang dievakuasi ke Jeddah dari Sudan. Di antara mereka, terdapat 560 warga Indonesia yang dievakuasi dari Khartum dan sejumlah kota lain di Sudan. “Kami mengapresiasi pernyataan Kementerian Luar Negeri RI yang mengapresiasi atas peran besar Kerajaan Arab Saudi,” kata Amudi.
Selain dengan kapal Arab Saudi, 110 WNI diterbangkan dari Port Sudan dengan pesawat TNI AU. Dengan demikian, mayoritas dari 897 WNI yang mau dievakuasi pemerintah Indonesia dari Sudan sudan meninggalkan negara itu.
Kedutaan besar RI di Khartum mencatat, 15 orang melakukan evakuasi secara mandiri dan 25 orang menolak dievakuasi dri Sudan. WNI yang belum dievakuasi dari Sudan sudah berada di Port Sudan dan menanti pengangkutan keluar.
Koordinasi
Ia menyebut, proses evakuasi itu membutuhkan koordinasi lintas negara dan lintas lembaga. Karena ada keperluan mendesak, libur Hari Raya Idul Fitri tahun ini pun terjeda oleh proses koordinasi untuk melancarkan evakuasi.
Proses evakuasi memang dilakukan di masa Idul Fitri. Berbagai negara telah meminta warganya segera meninggalkan Sudan setelah pertempuran Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan milisi RSF meletus. Para komandan SAF-RSF menyepakati gencatan senjata selama Idul Fitri lalu dilanjutkan lagi beberapa waktu kemudian.
Selama proses gencatan senjata, sejumlah negara mengevakuasi warganya dari Sudan. Sebagian negara mengarahkan atau membawa warganya ke Port Sudan, pelabuhan di Laut Merah. Dari sana, sebagian orang diterbangkan ke berbagai negara lain. Sebagian lagi naik kapal menuju Jeddah.
Amudi mengatakan, koordinasi tidak hanya dilakukan dengan negara yang warganya dievakuasi. Koordinasi juga dilakukan dengan berbagai pihak di Sudan. Ia tidak menyebut secara spesifik, siapa saja yang diajak berkoordinasi di Sudan.
RSF dan SAF kembali menyepakati gencatan senjata yang berlaku pada Selasa-Kamis. Selama periode itu, sejumlah negara mengintensifkan upaya evakuasi.
China telah mengirimkan kapal untuk mengevakuasi hingga 800 warganya dari Sudan. Ada pun 300 warga China telah meninggalkan Sudan melalui jalur darat ke negara lain. Beijing merupakan mitra dagang terbesar Khartum. Setidaknya 130 perusahaan China beroperasi di Sudan.
Berbagai negara lain juga meminta warganya keluar dari Sudan sebelum Kamis tengah malam. Sebab, setelah itu dikhawatirkan keamanan akan memburuk selepas gencatan senjata berakhir.
Amudi mengatakan, Riyadh terus berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk mendorong perdamaian Sudan. Dunia berkepentingan atas perdamaian Sudan.
Ada pun SAF mengumumkan, mantan Presiden Omar Bashir dirawat di rumah sakit militer sejak Maret 2023. Pengumuman itu untuk menanggapi kabar burung Bashir dan sejumlah pejabat melarikan diri dari penjara. Sejak digulingkan SAF-RSF pada 2019, Bashir dipenjara di pinggiran Khartum. Penjara itu dulu dipakai Bashir untuk mengurung lawan politik dan penentang kudeta yang dilancarkannya pada 1989. (AFP/REUTERS)