AS Janji Lindungi Korsel dari Korut
AS menegaskan komitmennya lagi untuk melindungi Korsel dari Korut. Salah satu caranya dengan mengirimkan kapal selam balistik nuklirnya lagi secara rutin ke Korsel. China kecam AS dan Korsel yang provokatif itu.
Washington, Rabu - Amerika Serikat dan Korea Selatan bersama-sama memperingatkan Korea Utara agar tidak menggunakan persenjataan nuklirnya untuk menyerang Amerika Serikat ataupun negara-negara sekutunya. Jika masih nekat, mau tak mau Korea Utara akan menghadapi konsekuensi serangan nuklir balasan dan berakhirnya kekuasaan Kim Jong Un.
Amerika Serikat berkomitmen memperkuat perlindungannya pada Korea Selatan dari ancaman Korea Utara. China memperingatkan agar Amerika Serikat dan Korea Selatan tidak memprovokasi dan membuat situasi kian tegang.
Baca juga : Korut Siap Serang AS dan Korsel
“Ancaman” terhadap Korea Utara ini diutarakan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol seusai keduanya berdialog di Kantor Oval, Gedung Putih, AS, Rabu (26/4/2023). “Jika Korea Utara menyerang Amerika Serikat atau sekutu dengan nuklir, rezim akan berakhir,” kata Biden ketika jumpa pers bersama dengan Yoon.
Selama kunjungannya ke AS, Yoon berpidato di sidang gabungan Kongres AS serta makan siang dengan Wakil Presiden AS Kamala Harris dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Kamis. Sementara pada Jumat, ia akan mengunjungi kampus MIT dan Universitas Harvard di Boston lalu kembali ke Korsel pada Sabtu. Yoon dan Biden, Selasa lalu, mengunjungi Tugu Peringatan Perang Korea dan meletakkan karangan bunga di Makam Prajurit Tak Dikenal di Pemakaman Nasional Arlington dan bergabung dengan Harris untuk tur fasilitas NASA di dekat Washington.
Yoon menegaskan prioritas Korsel adalah menggapai perdamaian dengan berada pada posisi sama-sama kuat dan bukan perdamaian palsu yang hanya berdasarkan niat baik dari pihak lain. Jika Korut menyerang dengan nuklir, kata Yoon, AS dan Korsel sepakat untuk merespons dengan cepat, tegas, dan menggunakan kekuatan maksimal termasuk senjata nuklir.
Dari hasil pertemuan Biden-Yoon disepakati Deklarasi Washington yang pada intinya memperkuat payung nuklir AS atas Korsel yang semakin gelisah dengan Korut yang sering menguji coba rudal-rudalnya. Yoon bisa berlega hati karena Biden sudah menegaskan kembali komitmen AS melindungi Korsel dari Korut.
Kerja sama pertahanan itu mencakup mekanisme berbagi informasi dan konsultasi antarkedua negara jika Korut menyerang. Militer konvensional Korsel juga akan lebih banyak berintegrasi dengan kekuatan nuklir AS. Namun, para pejabat AS yang tak mau disebutkan namanya menyatakan AS tidak berencana menempatkan senjata nuklir di Korsel. Ini yang membuat kerja sama tersebut berbeda dengan situasi pada saat Perang Dingin ketika senjata strategis AS dikerahkan ke Eropa. Di dalam deklarasi itu juga disebutkan Korsel tetap memegang janjinya untuk tidak mengupayakan persenjataan nuklirnya sendiri.
Baca juga : Semenanjung Korea, Ajang Ketegangan
Menanggapi pernyataan AS dan Korsel, China memperingatkan keduanya agar tidak memprovokasi konfrontasi dengan Korut. China meminta semua pihak untuk memainkan peran konstruktif mempromosikan penyelesaian masalah secara damai. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menegaskan China mendesak keduanya untuk tidak dengan sengaja mengobarkan ketegangan, memprovokasi konfrontasi, dan mempermainkan ancaman.
“Washington mengabaikan keamanan regional dan mengeksploitasi masalah Korea untuk memicu ketegangan. AS memperburuk ketegangan di semenanjung, merusak perdamaian dan stabilitas regional, dan bertentangan dengan tujuan denuklirisasi di semenanjung,” kata Mao.
Kapal selam balistik
Salah satu bentuk perlindungan AS pada Korsel adalah mengerahkan aset strategis secara teratur. Sebagai langkah awal, AS akan mengirimkan kapal selam rudal balistik nuklirnya ke Korsel dan akan rutin dilakukan. Ini belum pernah dilakukan AS sejak awal 1980-an. Selain kapal selam, akan ada kapal induk dan pesawat pengebom.
Langkah-langkah tegas seperti ini, kata seorang pejabat AS, harus dilakukan karena AS kecewa China tidak menggunakan pengaruhnya untuk menahan Korut. Kapal selam rudal balistik bersenjata nuklir atau SSBN milik Angkatan Laut AS mengandalkan kemampuan silumannya sehingga mudah meluncurkan rudal nuklir tanpa ketahuan. Kapal selam itu jarang berhenti atau berlabuh di pelabuhan asing karena tidak boleh diketahui keberadaannya. “Ini akan menjadi tekanan kuat bagi Korut karena biasanya AS tidak mau memberitahu di mana posisi kapal selam itu berada,” kata Moon Keun-sik, pensiunan kapten kapal selam dan pemimpin skuadron Korsel.
AS berjanji mengerahkan lebih banyak "aset strategis" seperti kapal induk, kapal selam, dan pengebom jarak jauh ke Korsel untuk mencegah manuver Korut. Korut telah mengembangkan rudal yang semakin kuat yang dapat mencapai target dari Korsel hingga ke daratan AS. Kunjungan kapal selam itu juga dilihat sebagai cara untuk meyakinkan Korsel dan menenangkan pembicaraan di Seoul tentang pengembangan senjata nuklir buatan dalam negeri.
"Jika SSBN AS berkunjung dan berlabuh di Korsel, itu sangat tidak biasa dan simbolis. AS ingin menunjukkan, kunjungan itu akan menjadi pencegahan yang lebih kuat, dengan cara yang terlihat, dan untuk menenangkan kekhawatiran rakyat Korsel," ujar Choi Il, pensiunan kapten kapal selam lain di Korsel.
Baca juga : Australia Raup Lima Kapal Selam Nuklir AS, AS Klaim Sudah Beri Tahu Indonesia
AL AS menerjunkan 14 SSBN atau sering disebut boomer. Setiap kapal selam kelas Ohio membawa 20 rudal Trident II D5 yang masing-masing dapat mengirimkan hingga delapan hulu ledak nuklir ke sasaran sejauh 12.000 kilometer. Menurut laporan Federasi Ilmuwan Amerika, pada tahun 1970-an SSBN pernah berkunjung ke Korsel secara reguler. Pada waktu itu, di Korsel juga sedang diperdebatkan kekuatan komitmen perlindungan AS dan perlunya Korsel memiliki persenjataan nuklir sendiri.
"Selama beberapa tahun para boomer datang rutin. Hampir setiap bulan, terkadang 2-3 kunjungan setiap bulan. Tetapi pada 1981, kunjungan berhenti dan para boomer belum kembali sejak itu,” tulis penulis laporan, Hans Kristensen.
Sue Mi Terry dari lembaga kajian Wilson Center menilai Deklarasi Washington itu hanya retoris dan upaya mencegah Korsel mengembangkan dan menggunakan nuklir. Meningkatnya uji coba rudal dan bom nuklir Korut membuat pembahasan mengenai penggunaan nuklir oleh Korsel menghangat. “Pertemuan itu hanya upaya Yoon menunjukkan kepada rakyatnya bahwa AS menanggapi keprihatinan Seoul dengan serius,” ujarnya.
Namun, menurut Duyeon Kim, analis dari Pusat untuk Keamanan Amerika Baru, Deklarasi Washington itu kemenangan besar bagi aliansi kedua negara, khususnya bagi Korsel. Salah satu perkembangan yang paling menonjol adalah kedua belah pihak mempermainkan skenario keamanan termasuk respons nuklir AS. Pada masa lalu hal ini tidak bisa dilakukan karena informasinya dianggap terlalu rahasia untuk dibagikan. (REUTERS/AFP)