Malaysia Memulai Penyelidikan Penyelundupan TKA ke Negaranya
Malaysia menghadapi tuduhan praktik kerja paksa di bidang manufaktur dan produksi minyak kelapa sawit selama bertahun-tahun. Beberapa perusahaannya dilarang mengekspor barang produksinya selama praktik terus terjadi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, KAMIS — Pemerintah Malaysia memulai penyelidikan untuk mengungkap dugaan penyelundupan para pekerja migran Asia Selatan yang masuk ke negara itu. Sebagai langkah awal, beberapa pejabat imigrasi yang berwenang mengurusi berbagai syarat administrasi keimigrasian ditangkap dengan dugaan menerima suap.
Dimulainya penyelidikan itu diakui Asri Rahman, Direktur Jenderal di Kementerian Tenaga Kerja Malaysia, Kamis (20/4/2023). Akan tetapi, dia belum mau memberikan rincian mengenai hal itu hingga penyelidikan tuntas.
Penyelidikan dimulai setelah pekan lalu tim Kementerian Sumber Daya Manusia menggerebek sebuah tempat penampungan pekerja migran ilegal asal Bangladesh dan Nepal di Bandar Baru Nilai, Negeri Sembilan, Malaysia. Sebanyak 226 orang bakal pekerja migran ditampung dalam sebuah barak, yang menurut penilaian tim kementerian, sangat tidak layak huni dan berbahaya bagi keselamatan mereka.
Para pekerja yang berusia 20-40 tahun, menurut Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia V Sivakumar, masuk ke Malaysia menggunakan kuota pekerja asing yang diberikan untuk tiga perusahaan jasa pembersih dan satu perusahaan manufaktur. Akan tetapi, setelah 40 hari berada di Malaysia, mereka belum mendapatkan pekerjaan seperti yang dijanjikan para agen tenaga kerja.
Aktivis buruh independen, Andy Hall, mengatakan, para pekerja migran ini berisiko dipekerjakan secara paksa dan menjadi miskin. Apalagi, dalam perjalanannya untuk mendapatkan izin kerja ke Malaysia, para calon pekerja ini diketahui meminjam ke rentenir untuk membayar semua biaya, termasuk biaya perekrutan. Yang mengkhawatirkan, mereka tidak akan bisa melunasi utangnya pada rentenir karena mereka belum mendapatkan pekerjaan setibanya di Malaysia.
Dua organisasi hak asasi manusia yang mewawancarai para pekerja itu menyebut bahwa untuk bisa pergi ke Malaysia, mereka harus membayar sekitar 20.000 ringgit atau sekitar Rp 67,4 juta kepada ”para perantara”. Meski telah tiba sejak Desember 2022, mereka belum juga mendapat pekerjaan seperti yang dijanjikan. Bahkan, paspor mereka juga ditahan oleh para agen yang merekrut.
Keterlibatan pejabat
Penyelidikan dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim untuk memberantas tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan oleh para pejabat terkait dengan masuknya tenaga kerja asing ke Malaysia. Dugaan penyalahgunaan kewenangan diketahui setelah dua pejabat di lingkungan Kementerian Sumber Daya Manusia ditangkap oleh Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) beberapa pekan lalu.
Dikutip dari laman media Malaysia, The Star, dua pejabat Komisi Tinggi Malaysia di Bangladesh diperintah untuk pulang sebelum ditahan oleh MACC. Komisi ini berada di bawah payung Kementerian Luar Negeri Malaysia dan dikirim untuk membantu menyelidiki soal penyalahgunaan kewenangan pembuatan visa. Beberapa sumber yang mengetahui peristiwa penahanan tersebut menyebut, semula mereka diperbantukan untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan pembuatan visa bagi turis dan pekerja dari Bangladesh ke Malaysia.
Akan tetapi, dalam perjalanannya, penyidik MACC menemukan sejumlah transaksi yang mencurigakan, melibatkan rekening milik keduanya. ”Itulah sebabnya mereka disuruh pulang ke Malaysia agar bisa menjelaskan (soal transaksi yang mencurigakan itu),” kata seorang sumber.
Sumber lain menyebut bahwa lebih dari 20 rekening bank yang dicurigai digunakan untuk transaksi itu telah dibekukan dan uang senilai 3,1 juta ringgit telah disita. Tak hanya itu, delapan bidang tanah yang dicurigai dibeli dari dana tersebut juga telah disita.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia Tan Sri Azam Baki membenarkan hal tersebut. Dia juga menyebut, tidak tertutup kemungkinan orang lain yang terlibat dalam transaksi itu dimintai keterangan atau ditangkap jika cukup bukti untuk menahannya.
Malaysia menghadapi tuduhan praktik kerja paksa di bidang manufaktur dan produksi minyak kelapa sawit selama bertahun-tahun, termasuk oleh Amerika Serikat. Beberapa perusahaannya dilarang mengekspor barang produksinya selama praktik itu masih terus dilakukan.
Bangladesh, salah satu sumber utama pekerja migran Malaysia selain Indonesia, menyerukan adanya transparansi yang lebih besar dari Putra Jaya soal perekrutan pekerja migran untuk mencegah penipuan atau bahkan perdagangan orang ke Malaysia. Kedutaan Nepal mengatakan sedang bekerja untuk mencarikan pekerjaan bagi 125 warganya yang terdampar di Malaysia. Pada saat yang sama, mereka juga menerima keluhan senada dari warga negara lain. (Reuters)