Sejumlah negara di Asia, termasuk Asia Tenggara, mengalami gelombang panas ekstrem dalam sepekan terakhir. Di India, belasan warga dilaporkan tewas.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
DHAKA, RABU — Terik ekstrem tengah dialami oleh warga yang tinggal di sejumlah negara Asia, termasuk Asia Tenggara. Di sejumlah negara, salah satunya India, sejumlah warga tewas karena suhu udara ekstrem ini.
Dikutip dari laman CNN, Rabu (19/4/2023), menurut sejarawan cuaca, Maximiliano Herrera, warga Laos tengah berjibaku dengan suhu udara yang panas sepanjang pekan ini, yang mencapai 42,7 celsius. Ini adalah rekor cuaca tertinggi yang pernah terjadi di Luang Prabang, ibu kota Provinsi Luang Prabang di Laos bagian utara.
Di Myanmar, dalam catatan Herrera, suhu udara tertinggi tercatat terjadi di Kalewa, wilayah Sagaing tengah, yang mencapai 44 derajat celsius.
Sementara di Thailand, Herrea mengutip data Departemen Meteorologi Thailand, suhu udara akhir pekan mencapai 45 derajat celsius untuk pertama kali dalam sejarah. Bahkan. di kota Tak, di barat laut Thailand, suhu udara tertinggi tercatat di kota ini mencapai 45,4 derajat celsius.
Catatan suhu udara ini melonjak dari rata-rata suhu udara pada bulan Maret yang berada di kisaran 30-40 derajat celsius.
Meningkatnya suhu udara hingga ke angka yang ekstrem membuat otoritas di Thailand mengeluarkan peringatan soal ancaman kesehatan yang bisa suhu ekstrem ini terjadi. Peringatan terutama ditujukan kepada warga yang tinggal di Distrik Bang Na, Bangkok, yang diperkirakan akan mengalami rekor suhu tertinggi, yaitu 50,2 derajat celsius.
Kantor Perdana Menteri Thailand, Selasa (18/4/2023), telah mengeluarkan peringatan soal bahaya yang mengancam kesehatan bagi warga yang tinggal di wilayah yang akan mengalami suhu udara ekstrem. Di sejumlah wilayah di negara berjulukan ”Negeri Gajah Putih” ini, suhu ekstrem diperparah dengan kabut asap yang menyelimuti berbagai wilayah akibat kebakaran hutan atau lahan dan polusi udara yang semakin tinggi.
Selama sepekan terakhir, kota Chiang Mai menduduki posisi teratas sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi selama tujuh hari berturut-turut karena kabut asap memperburuk kualitas udara. Sebuah rumah sakit menyebut bahwa kapasitas bangsal perawatan mereka penuh karena banyak warga yang datang berobat setelah mengalami permasalahan dengan saluran pernapasan mereka.
Suhu udara yang tinggi juga tercatat di sejumlah kota di China. Menurut Herrera, pada Selasa, suhu tertinggi di China terjadi di Yuanyang, China tenggara, yang mencapai 42,4 celsius. Hal ini dikonfirmasi ahli klimatologi, Jim Yang, yang menyebut bahwa lebih dari 100 stasiun di 12 provinsi di China mencatat terjadinya suhu ekstrem di sana.
Jatuh korban
Di India, Departemen Meteorologi menyebut bahwa 48 stasiun pengamatan cuaca mencatat suhu udara mencapai lebih dari 42 derajat celsius. Suhu udara tertinggi terjadi di Negara Bagian Odisha.
Suhu udara yang ekstrem telah mengakibatkan 13 orang tewas di Negara Bagian Maharasthtra usai menghadiri kegiatan di Navi Mumbai. Diperkirakan acara yang dihadiri 1 juta orang itu juga telah mengakibatkan 50-60 orang warga dilarikan ke rumah sakit karena suhu udara yang ekstrem.
Akibat suhu cuaca yang ekstrem, pemerintah dua negara bagian, yaitu Tripura dan Benggala Barat, telah memerintahkan agar semua sekolah diliburkan sepanjang pekan ini. Keputusan itu diambil setelah suhu udara mengalami kenaikan lebih dari 5 derajat celsius pekan ini.
Kementerian Tenaga Kerja India telah mengeluarkan imbauan kepada pengusaha, khususnya bagi para pekerja di luar ruangan dan pertambangan, untuk memastikan keselamatan pekerjanya. Manajemen perusahaan diimbau untuk menyediakan air minum, kompres es darurat dan waktu istirahat yang lebih banyak, menghindari dampak buruk cuaca ekstrem.
Tahun lalu, India mengalami gelombang panas yang lebih buruk. Suhu udara di sebagian besar negara bagian lebih dari 49 celsius.
Tidak hanya India yang mengalami suhu ekstrem, warga Bangladesh juga mengalami situasi yang sama. Saat ini, warga Dhaka, ibu kota Bangladesh, tengah berjibaku dengan suhu udara yang ekstrem yang mencapai 40 celsius. Hal ini tidak terlepas dari nyaris hilangnya ruang terbuka hijau di kota ini, berganti dengan bangunan tinggi menjulang yang terbuat dari beton.
Md Imran Hosen, seorang peneliti pasca-doktoral di Universitas New South Wales, Australia, mengatakan bahwa wilayah pembangunan Dhaka meluas hingga 67 persen antara tahun 1993 dan 2020 telah menyebabkan hilangnya lebih dari 50 persen lahan-lahan yang dulunya ditujukan untuk ruang terbuka hijau.
Bangunan yang terbuat dari beton dan jalan beraspal telah menyerap dan memancarkan panas sehingga menciptakan hal yang disebut Hosen sebagai pulau panas.
Suhu udara di Dhaka atau kota lain yang tengah membangun lebih tinggi beberapa celsius dari wilayah-wilayah rural di sekitarnya. Berdasarkan penelitian Hosen dan kawan-kawan, suhu permukaan tanah Dhaka mengalami peningkatan rata-rata 6,43 celsius antara tahun 1993 dan 2020. Akibatnya, 60-70 persen warga yang tinggal di wilayah perkotaan, khususnya Dhaka, menderita akibat panas yang terik.
Suhu permukaan tanah Dhaka mengalami peningkatan rata-rata 6,43 celsius antara tahun 1993 dan 2020. Akibatnya, 60-70 persen warga yang tinggal di wilayah perkotaan, khususnya Dhaka, menderita akibat panas yang terik.
Warga yang tinggal di Korail, salah satu permukiman kumuh dan padat penduduk di Dhaka, banyak mengalami masalah kesehatan akibat terlalu lama berada di bawah atap yang panas. Abdul Karim (70) salah satunya. Dia mengaku tidak bisa bekerja karena terlalu lelah akibat panas yang menyengat.
”Saya tidak bisa bekerja hampir setiap hari karena saya merasa lemah dan lelah karena kepanasan,” kata laki-laki penjual pisang ini.
Sparna Rahman, pakar kesehatan masyarakat dari badan amal internasional Save the Children, mengatakan, para penghuni permukiman kumuh menderita dehidrasi, pingsan, kurang tidur, dan masalah kesehatan lainnya yang memengaruhi produktivitas dan pendapatan mereka. (THOMSON REUTERS FOUNDATION)