Astronot Perempuan dan Kulit Hitam Pertama dalam Misi Keliling Bulan
NASA menunjuk empat kru misi Artemis II yang akan mengelilingi Bulan selama 10 harı. Dari empat kru itu, dua di antaranya perempuan pertama dan warga kulit hitam pertama yang akan menjalankan misi ini.
WASHINGTON DC, SENIN — Setelah lebih dari 50 tahun absen, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA akhirnya akan kembali melakukan misi mengelilingi Bulan pada November 2024. Misi kali ini hanya mengelilingi Bulan dan tidak mendarat di permukaan Bulan. Ada empat astronot yang terpilih dalam perjalanan kali ini, dua di antaranya Christina Koch (44) dan Victor Glover (46).
Koch akan menjadi perempuan pertama yang terbang mengelilingi Bulan dan akan menjadi spesialis misi untuk terbang lintas bulan Artemis II. Ia adalah insinyur listrik yang sudah memegang rekor penerbangan luar angkasa terpanjang secara terus-menerus dan pernah menjadi perempuan pertama yang berjalan di luar angkasa ketika bertugas di Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS). Adapun Grover, penerbang Angkatan Laut AS, sudah pernah empat kali berjalan di luar angkasa dan akan menjadi pilot Artemis II. Ia akan menjadi astronot kulit hitam pertama yang dikirim dalam misi ke Bulan.
Baca juga: Jepang dan UEA Tak Mau Kalah dalam Misi Penjelajahan ke Bulan
Bersama dengan Koch dan Glover, ada Jeremy Hansen (47), kolonel Angkatan Udara Kerajaan Kanada dan akan menjadi warga Kanada pertama yang dipilih untuk penerbangan ke Bulan. Ini juga penerbangan luar angkasa pertama bagi Hansen. Anggota keempat adalah Reid Wiseman (47), mantan pilot pesawat tempur AL AS yang ditunjuk menjadi komandan misi. Ia sudah pernah bertugas dalam misi luar angkasa di ISS.
”Kru Artemis II ini mewakili ribuan orang yang bekerja tanpa lelah untuk membawa kita ke bintang-bintang. Mereka ini kru kemanusiaan. Kita akan ke Bulan,” kata Kepala Administrator NASA Bill Nelson ketika memperkenalkan kuartet misi Artemis II ini kepada wartawan, siswa sekolah dasar setempat, dan para pemimpin industri luar angkasa, Senin (3/4/2023), di pangkalan kendali misi Pusat Luar Angkasa Johnson, AS.
Artemis II akan menandai debut penerbangan berawak AS dari program penerus Apollo yang bertujuan mengembalikan astronot ke permukaan Bulan akhir dekade ini. Misi ini pada akhirnya akan membangun pos terdepan yang berkelanjutan di luar angkasa sebagai batu loncatan untuk eksplorasi manusia di Mars di masa depan. Misi Artemis I sudah diselesaikan Desember 2022 dengan peluncuran perdana megaroket generasi baru NASA dan pesawat ruang angkasa Orion yang baru dalam uji coba terbang tanpa kru yang bertahan selama 25 hari.
Misi Artemis II akan mengelilingi Bulan selama sepuluh hari lalu kembali ke Bumi. Ia akan menjelajah sekitar 10.300 kilometer di luar sisi terjauh Bulan sebelum kembali ke Bumi. Pada jarak terjauhnya dari Bumi, Artemis II diperkirakan akan mencapai titik lebih dari 370.000 km. Ketinggian orbit rendah Bumi dari ISS adalah sekitar 402 km dari Bumi.
Kru misi Artemis II akan dibawa ke orbit Bumi dengan roket dua tahap Sistem Peluncuran Luar Angkasa dan mereka akan berlatih manuver manual dengan pesawat ruang angkasa Orion sebelum menyerahkan kendali ke markas di darat. Setelah mengelilingi Bulan, Orion akan menggunakan gravitasi Bumi dan Bulan untuk terbang masuk kembali ke Bumi tanpa tenaga penggerak. Proses ini akan berlangsung sekitar empat hari lalu wahana antariksa akan mendarat di laut.
Jika misi Artemis II berhasil, pada tahun berikutnya NASA akan melanjutkan misi Artemis III dengan pendaratan di kutub selatan Bulan dan ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Nelson berharap NASA bisa menjalankan misi berawak ke Mars pada 2040.
Baca juga: 50 Tahun Setelah Misi Apollo, NASA Kembali Meluncur ke Bulan
Sebelum misi Artemis, ada misi Apollo 17 yang membawa Gene Cernan dan Harrison Schmitt ke permukaan Bulan pada Desember 1972. Mereka adalah astronot terakhir dari 12 astronot NASA—semuanya laki-laki kulit putih—yang berjalan di permukaan Bulan selama enam misi Apollo mulai tahun 1969 yang membawa Neil Armstrong dan Edwin Aldrin.
Jika dibandingkan dengan Apollo yang lahir dari kompetisi antariksa antara AS dan Uni Soviet semasa Perang Dingin, Artemis ini adalah program yang melibatkan mitra komersial seperti SpaceX milik Elon Musk serta badan antariksa Kanada, Eropa, dan Jepang. Ini menandai perubahan besar dalam ambisi penerbangan luar angkasa manusia NASA di luar orbit rendah Bumi setelah selama beberapa dekade berfokus pada penerbangan ke dan dari ISS.
Ketinggalan zaman
NASA dan perusahaan kedirgantaraan swasta, Axiom Space, meluncurkan prototipe pakaian antariksa generasi baru yang akan dipakai para astronot pada misi ke Bulan selanjutnya. Rancangan pakaian antariksa baru ini akan lebih fleksibel, tidak kaku, lebih ramping, dan memiliki perlindungan termal yang lebih baik dibandingkan pakaian antariksa yang dipakai astronot misi Apollo yang menginjakkan kaki ke Bulan.
Pakaian bertekanan memiliki banyak lapisan pelindung, tas punggung dengan sistem pendukung kehidupan, lampu, dan kamera video beresolusi tinggi yang dipasang di atas helm berbentuk gelembung kaca. Karena lebih ramping, pakaian baru ini lebih memudahkan astronot untuk bergerak luwes.
Untuk merancang pakaian baru bagi astronot di misi Artemis III, Axiom Space mendapat kontrak senilai 228,5 juta dollar AS. Pakaian antariksa memiliki lapisan penutup serba hitam dengan trim warna biru dan oranye. Versi sebelumnya berwarna putih yang tujuannya untuk memantulkan panas dari Matahari dan melindungi astronot dari suhu panas Bulan yang ekstrem.
”Di dalam ransel kotak yang dibawa astronot akan diisi semua kebutuhan agar Anda tetap hidup. Ini seperti tangki oksigen selam yang sangat mewah dan sumbu yang digabungkan menjadi satu,” kata Wakil Manajer Program Aktivitas Luar Kendaraan di Axiom Space, Russell Ralston.
Baca juga: Ke Bulan, Manusia Akan Kembali
Pakaian antariksa baru ini dirancang untuk bisa dipakai sampai delapan jam dalam sekali pakai. Ada beberapa lapisan di dalam pakaian ini, termasuk lapisan insulasi yang terbuat dari kain berbeda yang berguna untuk melindungi astronot dari fluktuasi suhu yang ekstrem di Bulan. Sementara lapisan luarnya dirancang agar tahan terhadap debu dan potensi robekan dari bebatuan tajam.
Direktur Pusat Luar Angkasa Johnson Vanessa Wyche mengatakan, pakaian baru ini memiliki lebih banyak fungsi dan lebih baik dibandingkan sebelumnya. Lagi pula, NASA belum pernah memiliki pakaian baru sejak awal memulai program luar angkasa. ”Selama 40 tahun kami hanya memakai pakaian yang sama dengan teknologi zaman dulu,” ujarnya.
Axiom Space yang berbasis di Houston bukan satu-satunya perusahaan pembuat pakaian yang akan dikenakan astronot Artemis pada tahun-tahun mendatang. NASA juga mengontrak Collins Aerospace dari Charlotte, North Carolina, untuk bersaing merancang pakaian antariksa masa depan yang akan dikenakan di Bulan dan selama perjalanan luar angkasa di ISS. (REUTERS/AFP)