Isu Palestina-Israel dan Politisasi Piala Dunia U-20
Publik sepak bola meyakini, ada politisasi isu Palestina-Israel dan Piala Dunia U-20 untuk tujuan elektoral. Mengapa tidak ada penolakan terhadap delegasi Israel yang hadir pada Sidang Parlemen Dunia di Bali tahun lalu?
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·2 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Pemain tim nasional Indonesia U-20, Hugo Samir, mengusap mata saat mendengarkan arahan dari Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Dalam pertemuan tersebut, Zainudin meminta maaf kepada seluruh timnas Indonesia U-20 atas pencabutan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional atau FIFA kembali mengeluarkan ”kartu merah” bagi Indonesia dengan membatalkan status negeri ini sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. FIFA menyebut ”situasi saat ini” (current circumstances) sebagai alasan keputusan itu.
Meski tidak disampaikan eksplisit, semua paham, hal ini terkait penolakan sejumlah pejabat dan politisi terhadap tim nasional Israel yang lolos ke ajang tersebut. Menarik untuk dicatat, berbeda dari keputusan FIFA sebelumnya saat dulu menjatuhkan palu godam sanksi kepada Indonesia, badan sepak bola tertinggi dunia itu tidak menyitir klausul campur tangan politik atau intervensi pemerintah.
Kali ini, ada dimensi isu politik internasional terkait posisi Indonesia dengan Israel. Indonesia tidak mengakui dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel terkait pendudukan negara itu di wilayah Palestina. Karena tidak ada hubungan diplomatik, tak ada kontak resmi—sekali lagi, secara resmi—antara pejabat Indonesia dan Israel.
Pada Maret 2016, saat Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi akan melantik Konsul Kehormatan RI untuk Palestina, helikopter yang membawa Retno ditolak Israel mendarat di Ramallah, Tepi Barat. Pelantikan itu akhirnya digelar di KBRI Amman, Jordania. Indonesia membalas pada Februari 2017 ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan melanjutkan kunjungan ke Australia dari Singapura. Pesawat yang ditumpangi Netanyahu harus menempuh jalur penerbangan memutar, lebih lama dua jam, karena tak diizinkan melintasi wilayah udara Indonesia.
KOMPAS
Lagi-lagi, Indonesia harus mengubur dalam impian bisa tampil di ajang sekelas Piala Dunia sepak bola. Rabu (29/3), FIFA secara resmi mencoret keikutsertaan Indonesia di ajang Piala Dunia U-20 baik sebagai tuan rumah, maupun peserta.
Saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jakarta, 7 Maret 2016, dalam upacara pembukaan, Presiden Joko Widodo dengan suara lantang menyitir ucapan Presiden Soekarno pada 1962. ”Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel,” demikian ucapan Bung Karno yang ditirukan Presiden Jokowi saat itu.
Tujuh tahun berselang, Jokowi menghadapi situasi yang cukup menyulitkan. Israel, negara yang tak diakui Indonesia, lolos dan menjadi peserta Piala Dunia U-20 yang sedianya digelar di Indonesia, 20 Mei-11 Juni mendatang. Dengan menggelar laga-laga tim nasional Israel, minimal tiga kali lagu kebangsaan Israel—tentu saja bendera Israel juga berkibar—berkumandang di stadion tempat laga mereka. Momen itu jelas sangat didambakan Pemerintah Israel, yang sudah lama ingin sekali menormalisasi hubungan dengan RI.
Sehari sebelum FIFA mencoret status tuan rumah Indonesia, Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa partisipasi Israel di Piala Dunia U-20 tidak ada kaitan dengan konsistensi posisi politik luar negeri Indonesia terhadap Palestina. ”Saya menjamin keikutsertaan Israel tidak ada kaitannya dengan konsistensi posisi politik luar negeri kita terhadap Palestina, karena dukungan kita kepada Palestina selalu kokoh dan kuat,” ujar Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (28/3/2023).
Dari isinya, pernyataan tersebut lebih ditujukan untuk audiens domestik, termasuk pejabat dan politisi yang menggunakan landasan ideologi dan konstitusi negara sebagai dasar penolakan terhadap timnas Israel. Begitu pula imbauan Jokowi untuk memisahkan olahraga dan politik.
KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
Ketua Umum PSSI Erick Thohir (tengah), yang didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali (kiri) serta CEO Juaraga Mochtar Sarman (kanan), menandatangani kaus sebagai bagian dari seremoni peluncuran cendera mata (merchandise) resmi Piala Dunia U-20 2023, Rabu (8/3/2023), di Jakarta. Menyusul penolakan terhadap timnas U-20 Israel, FIFA telah membatalkan status tuan rumah Indonesia untuk menggelar Piala Dunia U-20.
Benarkah, ketika disuarakan politisi, termasuk yang akan bertarung dalam hajatan politik Pemilu 2024, penolakan terhadap timnas Israel itu murni atas dasar konstitusi, bukan juga karena tujuan elektoral tahun 2024? Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, pernyataan kader-kader partainya mengenai isu itu bukan untuk kepentingan elektoral. Namun, banyak kalangan, terutama para pencinta sepak bola, meragukan hal tersebut.
Mereka meyakini, ada politisasi isu Palestina-Israel dan Piala Dunia U-20 untuk tujuan elektoral. Mengapa tidak ada penolakan terhadap delegasi Israel yang hadir pada Sidang Parlemen Dunia (Inter-Parliamentary Union) di Bali tahun lalu, demikian publik bola menggugat. Sebelum itu, seperti diberitakan Times of Israel, delegasi Israel juga hadir pada COP-13 untuk Konvensi Kerangka PBB tentang Perubahan Iklim di Bali tahun 2007. ”Posisi kami di Piala Dunia U-20 terlalu dipolitisasi karena akan ada pemilu presiden,” ujar Andieka Rabbani, mahasiswa di Jakarta, kepada Reuters.
Beberapa tahun lalu, diplomat Palestina mengungkapkan, pihaknya selalu mencatat berbagai ekspresi dan aksi di Tanah Air terkait isu Palestina. Mereka tahu, sebagian dukungan itu murni untuk mendukung kemerdekaan Palestina, tetapi ada sebagian aksi lebih dimaksudkan untuk kepentingan politik kelompoknya di Tanah Air.