Antre Berjam-jam demi Sumbangan Makanan untuk Berbuka
Ketika umat Islam di belahan dunia lain berbuka puasa setiap hari dengan makanan berlimpah, banyak warga Somalia hanya berbuka dengan air putih dan makanan apa pun jika ada.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Demi mendapatkan sumbangan makanan untuk berbuka puasa bagi keluarganya, Hadiiq Abdulle Mohamed harus mengantre selama berjam-jam di bawah terik matahari. Bulan suci Ramadhan tahun ini bertepatan dengan musim kering terpanjang dalam sejarah Somalia.
Ketika umat Islam di belahan dunia lain berbuka puasa setiap hari dengan makanan berlimpah, Hadiiq dan keluarganya hanya berbuka dengan air putih dan makanan apa pun jika ada. Perempuan itu termasuk di antara sedikitnya 1 juta warga Somalia yang terpaksa mengungsi dari kampung halamannya karena konflik. Hadiiq, suami, dan keenam anak mereka kini tinggal di salah satu kamp pengungsian yang kian luas di sekitar ibu kota, Mogadishu.
Memasuki bulan Ramadhan, harga pangan melonjak tinggi. Hal ini membuat warga Somalia semakin kesulitan. Apalagi, Somalia sedang berjuang melawan inflasi yang sebagian disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina serta gagal panen jagung dan gandum gara-gara musim hujan tak kunjung turun. Jutaan hewan ternak yang jadi sumber pangan juga mati. Akibatnya, sumber makanan semakin sulit diperoleh, terutama bagi para pengungsi.
Untuk berbuka puasa, Hadiiq dan keluarganya hanya bisa mengandalkan donatur yang menyediakan makanan untuk mereka. Setidaknya, mereka bisa makan sekali sehari untuk berbuka saja. Jatah menu berbuka berisi nasi yang dimasak dengan campuran daging, pisang yang diremukkan, dan minuman jus dalam kantong plastik kecil.
Ketika waktu buka tiba, mereka membatalkan puasa dengan air putih dan sepotong kurma. Kemudian makan makanan sumbangan tadi yang didapat Hadiiq setelah antre berjam-jam di bawah terik matahari yang menyengat.
Sambil mengantre, Hadiiq mengaku sering membayangkan situasi yang masih enak dulu. ”Saya masih ingat puasa Ramadhan dulu ketika kami masih hidup enak sejahtera. Kami bisa memerah susu kambing dari kambing peliharaan kami, masak bubur jagung, sayur sawi hijau, dan minum air minum bersih,” ujarnya.
Kami hanya punya sedikit makanan panas ini. Tidak cukup untuk makan sekeluarga dengan enam anak.
Kini, mereka harus tinggal di dalam tenda di kamp, tanpa plastik yang melindungi dari guyuran hujan, tanpa makanan, kehausan, dan kekeringan. ”Kami hanya punya sedikit makanan panas ini. Tidak cukup untuk makan sekeluarga dengan enam anak,” kata Hadiiq.
Keluarga Hadiiq dulu hidup makmur. Mereka mempunyai lahan pertanian dan kambing di sebuah desa sekitar 140 kilometer dari Mogadishu. Kini mereka mencoba bertahan hidup setiap hari dengan sedikit uang yang dihasilkan suaminya dengan mengangkut barang-barang menggunakan gerobak dorongnya.
Namun, harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Penghasilan suami Hadiiq tidak lagi cukup untuk membeli satu kilogram beras. Inflasi di Somalia tak hanya membuat warga miskin kliyengan. Kelompok masyarakat yang lebih kaya pun sedikit oleng. Makanan berbuka puasa khas Ramadhan seperti samosa dan roti pipih yang dimakan dengan daging unta, kambing, ayam, atau ikan semakin jauh dari jangkauan.
Selama ini Somalia mengimpor sebagian besar kebutuhan pangannya, mulai dari gandum Ukraina hingga botol-botol minuman air bermerek Mountain Dew yang dijual di toko-toko Mogadishu dengan harga mahal. Sementara itu, harga kebutuhan pokok, seperti beras dan minyak goreng, juga terus naik di sejumlah negara bagian.
Pada bulan ini, Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan ketahanan rantai pasokan secara umum baik di Somalia, tetapi lonjakan permintaan pada Ramadhan akan membuat masyarakat kelas menengah dan kelas menengah ke bawah, yang bergantung pada pasar lokal, kewalahan.
”Lonjakan harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya menyulitkan rakyat. Setiap kali ada faktor eksternal yang bisa mengurangi pasokan makanan, seperti konflik Rusia-Ukraina, hampir pasti pasokan makanan Somalia terdampak,” kata Ahmed Khadar Abdi Jama, pengajar ilmu ekonomi di Somalia University.
Sebagai gambaran, harga satu kilogram daging unta kini 6 dollar AS, sebelum Ramadhan sekitar 4 dollar AS. Khadar meyakini, inflasi akan mereda setelah bulan Ramadhan berakhir. Dengan meningkatnya jumlah pengungsi Somalia akibat kekeringan, sekitar satu juta penduduk, para imam di masjid di Mogadishu mendorong kelompok masyarakat yang mampu atau kaya untuk membantu warga miskin dan memberikan sumbangan.
”Banyak yang membutuhkan makanan untuk berbuka puasa. Tolong bantu mereka,” kata Sheikh Abdikarim Isse Ali, seorang imam. (AP)