Ironi, Negara Paling Bahagia Tercatat Menjadi Konsumen Terbesar Obat Penenang
Tidak ada tren penurunan konsumsi obat penenang di Eropa. Ada lonjakan hingga enam kali lipat di negara-negara bekas satelit Uni Soviet. Estonia dan Ceko mencatat kenaikan hampir enam kali lipat dalam dua dekade terakhir
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
Selama bertahun-tahun, indeks kebahagiaan tertinggi disematkan pada sejumlah negara Eropa. Akan tetapi, selama bertahun-tahun pula, negara-negara Eropa tercatat sebagai konsumen obat penenang terbesar.
Dalam laporan pada Sabtu (26/2/2023), Euronews kembali menyoroti kontradiksi itu. Organisasi Kerja Sama Pembangunan dan Ekonomi (OECD) mencatat peningkatan konsumsi obat penenang hampir 1,5 kali lipat di 18 negara Eropa. Peningkatan terjadi pada periode 2000-2020.
Pada 2000, dosis harian (DDD) obat penenang di antara 1.000 orang mencapai 30,5. Sementara pada 2020, ada peningkatan menjadi 75,3 DDD per 1.000 orang.
Eslandia, negara yang menempati peringkat tiga dalam indeks negara paling bahagia pada 2022, menempati peringkat pertama konsumen obat penenang. Dalam kajian OECD, Eslandia konsisten di daftar teratas konsumen obat penenang. Portugal dan Inggris menempati peringkat kedua dan ketiga di daftar konsumsi itu.
Duet Portugal Inggris menggeser Swedia dan Norwegia. Pada 2000, Swedia-Norwegia yang juga masuk 10 besar negara paling bahagia, menempati peringkat kedua dan ketiga daftar konsumen terbesar obat penenang. Pada 2020, Swedia menempati peringkat empat dan Norwegia tidak lagi masuk 10 besar.
Lonjakan konsumsi terutama terjadi di Eropa timur dan tengah. Meski jumlahnya jauh di bawah Eslandia atau Portugal, ada lonjakan hingga enam kali lipat di negara-negara bekas satelit Uni Soviet. Estonia dan Ceko mencatat kenaikan hampir enam kali lipat dalam dua dekade terakhir.
Kebahagiaan
Persilangan indeks kebahagiaan dan konsumsi obat penenang menunjukkan, belum tentu ada kaitan di antara keduanya. Inggris tidak termasuk 10 besar negara paling bahagia di Eropa. Akan tetapi, OECD menempatkan Inggris sebagai konsumen terbesar ketiga di daftar pengguna obat penenang di Eropa.
Ukuran indeks kebahagiaan memang bukan soal ketenangan yang dihasilkan dari obat. Indeks kebahagiaan diukur dengan emosi positif dan negatif serta penilaian atas kualitas hidup.
Gallup, sebagai penyelenggara jajak pendapat untuk menyusun indeks kebahagiaan, menanyai responden terkait produk domestik bruto (PDB) per kapita. Ada juga pernyataan soal usia harapan hidup, tingkat kedermawanan, dukungan masyarakat, kebebasan, dan korupsi.
Selain itu, ada pula pertanyaan soal hal-hal yang membuat responden tertawa atau merasa senang. Responden juga ditanya kapan terakhir kali melakukan hal-hal yang dianggap menarik. Sebagai pengimbang, responden juga ditanyai soal hal-hal yang membuat mereka marah, sedih, khawatir.
Penyusun laporan indeks kebahagiaan, John F. Helliwell, mengatakan bahwa negara-negara skandinavia bahagia terutama karena kederwamawan dan kepercayaan. Meski bukan yang terbesar, lembaga amal Skandinavia termasuk paling rajin berkiprah di berbagai negara.
Orang-orang Skandinavia percaya kepada pemerintah dan orang biasa di sekitar mereka. Kepercayaan pada negara karena indeks persepsi korupsi di sana amat rendah. Selain itu, ada distribusi tanggung jawab secara adil. Orang atau lembaga dengan pendapatan lebih besar menanggung pajak lebih besar.
Tentu saja, mayoritas orang Skandinavia yakin amat kecil peluang pajak mereka dikorupsi. Mereka yakin, pajak mereka dipakai untuk penyelenggaraan negara dan pelayanan masyarakat. Pajak tidak dipakai untuk menunjang gaya hidup mewah pejabat dan aparat negara.
Faktor
Di sisi lain, laporan OECD menunjukkan, tidak ada tren penurunan konsumsi obat penenang di Eropa. Hanya ada kenaikan lebih lambat dan kenaikan amat cepat. Ada yang naik hampir enam kali lipat seperti Ceko, atau tidak sampai separuh seperti Perancis dan Belanda. Biaya yang harus ditanggung pun mencapai miliaran euro di seluruh Eropa. Jerman menghabiskan 783 juta euro, Spanyol 626 juta euro, Italia 440 juta euro.
Pada 2019, Eurostat menemukan 15,6 persen penduduk Eslandia mengaku depresi parah. Sementara 12,2 persen warga Portugal mengakui sangat depresi. Ada pun 11,7 persen penduduk Swedia mengaku sangat depresi.
Para peneliti menduga, ada sejumlah faktor lonjakan pengidap depresi dan konsumen obat penenang. Faktor pertama, ada peningkatan pengakuan soal depresi. Selain itu, ada penemuan baru obat penenang. Hubungan dokter dan pasien yang juga berdampak sehingga pasien lebih terbuka membahas kondisi mentalnya.
Isu kesehatan mental memang semakin mendapat perhatian beberapa tahun terakhir. Bahkan, orang yang belum tentu ada masalah mental sekali pun kadang mengaku punya masalah kejiwaan. Kadang kala, pengakuan dibuat tanpa pernah mendapatkan diagnosa oleh dokter jiwa atau psikolog.
Para peneliti masih terus mencari jawaban atas kenaikan konsumsi obat penenang itu. Pertanyaan pokoknya apakah karena proses terapi jiwa kini lebih mudah diakses dibandingkan sebelumnya? Dengan demikian, ada potensi jumlah orang yang didiagnosa mengalami masalah kejiwaan meningkat dan karenanya konsumsi obat terkait masalah itu juga naik.
Jika memang memang ada keterbukaan di antara pasien dan dokter, maka fenomena itu bisa dianggap lebih melegakan. Sebab, hal itu berarti orang lebih terbuka soal masalah mental.
Namun, sisi kelamnya adalah dugaan peningkatan masalah kejiwaan. Semakin banyak orang merasa tertekan saat kondisi perekonomian secara umum jauh lebih baik dibandingkan 20 tahun atau bahkan 100 tahun lalu.
Isu itu perlu ditangani secara serius. Di sejumlah negara, perasaan tertekan bisa berujung pada kecenderungan bunuh diri. Hingga 60 persen orang yang bunuh diri diketahui depresi, (AFP/REUTERS).