Frekuensi Uji Coba Rudal Korut Bergantung pada Latihan Bersama Korsel-AS
Situasi di Semenanjung Korea dalam sepekan ke depan dikhawatirkan memanas. Militer Korsel dan AS berencana mengadakan latihan simulasi di atas meja dan simulasi komputer bersama dilanjutkan dengan latihan di lapangan.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
SEOUL, SENIN—Korea Utara kembali meluncurkan dua peluru kendali jarak pendek, Senin (20/2/2023), yang mendarat di luar perairan zona ekonomi eksklusif Jepang. Ini uji coba kedua dalam tiga hari terakhir. Uji coba tersebut menyusul uji coba rudal balistik antarbenua pada Sabtu, yang disebut Korea Utara sebagai respons terhadap latihan militer bersama Korea Selatan-Amerika Serikat.
Serangkaian uji coba rudal Korut ini diduga upaya rezim Kim Jong Un untuk menciptakan senjata yang lebih kuat agar bisa meningkatkan posisi tawar Korut di hadapan AS. Rudal kali ini mampu meluncur hingga ketinggian maksimum 50-100 kilometer dan menjangkau jarak sejauh 340-400 kilometer.
Korsel dan Jepang mengecam uji coba rudal Korut karena rudal-rudal itu jelas bisa sampai di wilayah Korsel. Kekhawatiran Korsel meningkat karena Korut menyatakan peluncuran kali ini melibatkan sistem peluncur roket multilaras 600 milimeter baru yang bisa dipersenjatai dengan senjata nuklir ”taktis” untuk digunakan di medan perang.
”Frekuensi penggunaan wilayah Pasifik sebagai lokasi peluncuran rudal kami bergantung pada tindakan pasukan AS. Pergerakan strategis pasukan AS semakin cepat di sekitar Semenanjung Korea,” kata Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un.
Ia merujuk pada pesawat pengebom supersonik jarak jauh B-1B milik AS yang ikut dalam latihan bersama dengan Korsel dan Jepang, Minggu. Pesawat AS itu datang karena merespons peluncuran rudal balistik antarbenua Korut (ICBM) Hwasong-15, Sabtu. Kantor berita Korut, KCNA, menyebutkan, uji coba ICBM itu untuk meningkatkan kapasitas serangan nuklir yang mematikan dan memverifikasi keandalan senjata serta kesiapan tempur kekuatan nuklir Korut.
Kim Yo Jong mengancam akan merespons kembali latihan militer AS-Korsel dengan lebih tegas. Korut sangat sensitif dengan pesawat B-1B karena pesawat itu bisa membawa muatan senjata konvensional yang besar. Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno khawatir Korut akan lebih sering melakukan tindakan provokatif, seperti lebih banyak meluncurkan rudal dan menguji coba nuklir.
Dalam pernyataan kepada media Pemerintah Korut, Kim Yo Jong menegaskan, Korut sudah memiliki teknologi yang bisa membuat hulu ledak nuklir berukuran kecil yang dipasang di rudal dan memastikan hulu ledak itu bisa bertahan ketika kembali masuk ke atmosfer Bumi. Ia menekankan hal ini karena sebelumnya para ahli di Korsel meragukan kemampuan ICBM Korut ketika digunakan dalam situasi perang yang sebenarnya.
Pada 2022 Korut mencetak rekor dengan meluncurkan lebih dari 70 rudal dalam setahun. Banyak dari uji coba itu yang merupakan respons atas latihan militer AS-Korsel. Korut juga sudah mengesahkan undang-undang yang memungkinkannya menggunakan senjata nuklir sebagai serangan yang mendahului (pre-emptive strike) dalam skenario apa pun.
Sejumlah pengamat mengatakan, Korut kerap menggunakan latihan militer bersama AS dan Korsel sebagai dalih untuk mengasah dan menyempurnakan sistem persenjataannya. Akan tetapi, sebenarnya Korut ingin mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara nuklir yang sah untuk menaikkan posisi tawar dan berujung pada pencabutan sanksi dari komunitas internasional.
Situasi di Semenanjung Korea dalam satu pekan ke depan dikhawatirkan semakin panas karena militer Korsel dan AS berencana mengadakan latihan simulasi di atas meja dan simulasi komputer bersama dilanjutkan dengan latihan di lapangan pada Maret. Latihan bersama ini bertujuan mengasah respons yang harus dilakukan bersama jika Korut betul-betul menggunakan senjata nuklir.
Baik Korsel maupun Jepang mengecam peluncuran rudal Korut dan menganggapnya sebagai ancaman terhadap perdamaian internasional dan pelanggaran resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melarang aktivitas balistik apa pun oleh Korut.
Beberapa jam setelah peluncuran rudal Korut yang kedua, Senin, Kementerian Luar Negeri Korsel menyebutkan, Korsel menjatuhkan sanksi sepihak terhadap empat individu dan lima lembaga yang dilaporkan terlibat dalam kegiatan terlarang yang mendukung pengembangan senjata nuklir Korut. Sejauh ini, pemerintahan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol sudah menjatuhkan sanksi kepada 31 individu dan 35 organisasi karena mendukung ambisi nuklir Korut.
Baik Korsel maupun Jepang mengecam peluncuran rudal Korut dan menganggapnya sebagai ancaman terhadap perdamaian internasional dan pelanggaran resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melarang aktivitas balistik apa pun oleh Korut. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida meminta DK PBB mengadakan pertemuan darurat untuk menanggapi peluncuran rudal Korut.
Direncanakan, rapat awal DK PBB untuk membahas isu itu akan dipimpin Asisten Sekretaris Jenderal untuk Urusan Politik Khaled Khiari pada Senin malam waktu setempat. Namun, DK PBB dikhawatirkan tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Dalam pembahasan sebelumnya, China dan Rusia yang sama-sama memegang hak veto di DK PBB menentang upaya AS untuk menambahkan sanksi baru setelah Korut meluncurkan lusinan rudal balistik tahun lalu. (AFP/AP)