Jangan Terbuai Anggapan Resesi Tak Akan Terjadi, Inflasi Kali Ini Bandel
“Karena kita berada dalam situasi rawan gejolak, ada banyak ketidakpastian. Kita kini melihat banyak interpretasi atas perkembangan yang sedang terjadi,” kata Gregory Daco, ekonom dari EY Parthenon.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·3 menit baca
Skenario non-resesi di AS tidak masuk akal. Inflasi masih tinggi walau sudah ada penurunan. Dengan demikian, kenaikan suku bunga masih akan berlanjut. Hal inilah yang berpotensi menekan perekonomian. Oleh sebab itu, skenario resesi di AS tetap terbuka.
Demikian peringatan sejumlah ekonom dan pejabat Bank Sentral AS (The Fed). Peringatan ini disampaikan sehubungan dengan opini yang menyatakan bahwa resesi tidak akan terjadi. Ada optimisme pasar bahwa skenario resesi tidak terjadi sehubungan dengan rendahnya angka pengangguran.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen, misalnya, turut menyatakan bukan resesi jika pengangguran rendah. Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva turut mencuatkan perekonomian global jauh dari resesi. Hal ini membuat indeks-indeks saham mengalami kenaikan dengan persepsi bahwa resesi jauh dari jangkauan.
Tidak demikian halnya menurut Fed. Inflasi tahunan pada Januari 2023 memang turun menjadi 6,4 persen. Ini penurunan dari puncaknya pada Juni 2022 sebesar 9,1 persen. Akan tetapi, inflasi pada Januari 2023 naik 0,5 persen dari Desember 2022. Hal ini menunjukkan, inflasi sangat bandel dan sulit diturunkan dengan cepat. Tambahan lagi, target inflasi 2 persen masih jauh dari jangkauan.
Target inflasi
Ada saran, agar resesi tidak terjadi, sebaiknya target inflasi dinaikkan menjadi 3-4 persen. Dengan demikian, kenaikan suku bunga tidak perlu dilakukan terlalu keras. Sebab, jika inflasi tetap ditargetkan turun ke level 2 persen, hal itu serupa dengan membuat perekonomian mengalami resesi berat. “Sebab tidak mungkin inflasi mencapai 2 persen jika ekonomi tidak mengalami resesi,” sebut Mohamed El-Erian, kolumnis Bloomberg, 18 Februari 2023.
Hanya saja, jika target inflasi dinaikkan menjadi 3-4 persen, hal itu serupa dengan membiarkan inflasi semakin membandel dan berpotensi spiral. Tidak banyak yang setuju dengan kenaikan target inflasi.
Oleh sebab itu, saran umumnya adalah target inflasi harus tetap 2 persen dengan melanjutkan kenaikan suku bunga, meskipun hal itu berpotensi menyebabkan resesi. Dengan kata lain, persepsi non-resesi atau no-landing, sebuah istilah yang sedang terkenal di pasar, sangat tidak mendasar alias tidak masuk akal.
“Karena kita berada dalam situasi rawan gejolak, ada banyak ketidakpastian. Kita kini melihat banyak interpretasi atas perkembangan yang sedang terjadi,” kata ekonom dari EY Parthenon, Gregory Daco, 17 Februari 2023. Daco melihat resesi tetap dimungkinkan.
Efek China
Memang ada satu keuntungan di balik persepsi no-landing, yakni perekonomian China sudah menikmati mobilitas. Pelonggaran mobilitas di China melegakan bagi perekonomian global. Georgieva misalnya, mengatakan bahwa kombinasi ekonomi AS yang ia katakan berdaya tahan, ditambah pelonggaran di China, turut menolong ekonomi AS dan ekonomi global.
Akan tetapi, masalahnya adalah inflasi di AS yang tetap membandel. Perekonomian AS masih didukung guyuran stimulus dana pemerintah yang belum ditarik, dan hanya dicoba diatasi dengan kenaikan suku bunga. Aset-aset swasta dan pemerintah AS masih terlalu banyak, sebesar 4 triliun dollar AS, dalam neraca The Fed. Hal inilah juga yang turut membuat inflasi sangat bandel.
Jika aset-aset yang dipegang The Fed ini dilepas untuk menyedot uang beredar, dengan tujuan menurunkan inflasi, hal itu akan menyebabkan masalah besar bagi ekonomi AS. Peringatan serupa itu sudah pernah disampaikan Barclays Bank (Bloomberg, 27 Juni 2022).
Oleh karena itu, pasar diingatkan, jangan terjebak dengan ilusi no-landing. Kenaikan saham akibat eforia no-landing bisa menyebabkan kejatuhan indeks sangat menyakitkan di depan.
Presiden Federal Reserve Richmond, Thomas Barkin, 17 Februari, sebagaimana dikutip Associated Press, mengatakan tidak lengah dengan perkembangan ekonomi yang terlihat positif. Masalahnya, inflasi tetap tinggi. Untuk itu, kenaikan suku bunga masih tetap diperlukan.
Dengan demikian, suku bunga inti di AS sekarang ini, sekitar 4,5-4,75 persen masih akan naik ke level 5 persen hingga lebih. Para ekonom dari Bank of America dan Goldman Sachs melihat suku bunga di AS akan berkisar pada level 5,25 – 5,5 persen. (REUTERS/AP/AFP)