Pengungkap Pembantaian di Vietnam ”Jatuhkan Bom” ke Media-media AS
Media-media besar AS melewatkan sejumlah petunjuk sangat jelas yang mengarahkan pada terduga pelaku sabotase, yakni Gedung Putih.
Laporan jurnalistik tentang pengeboman Nord Stream oleh Seymour Hersh, jurnalis top veteran Amerika Serikat, tidak saja ”menjatuhkan bom” untuk Washington. Karya jurnalistik pemenang Pulitzer 1970 itu juga ”mengebom” media-media arus utama di Amerika Serikat yang selama ini disebut-sebut menjadi corong kebijakan luar negeri Gedung Putih.
Berjudul ”How America Took Out the Nord Stream Pipeline”, laporan investigasi Hersh terdiri atas 26.231 karakter. Jika dituangkan dalam dokumen Word, laporan itu lebih kurang terdiri atas 16 halaman. Hersh mengunggahnya pada blok pribadinya yang menggunakan layanan Substack, Rabu (8/2/2023).
Hersh dalam laporan itu mengungkapkan bahwa Amerika Serikat (AS) adalah dalang di balik dua kali ledakan pada jaringan Nord Stream 1 dan 2 per 26 September 2022. Ledakan terjadi saat perang Ukraina-Rusia berkecamuk.
Baca juga : Jurnalis Top AS Sebut Washington sebagai Dalang Sabotase Nord Stream
Nord Stream merupakan jaringan pipa bawah laut yang menyalurkan gas dari Rusia ke Jerman dan sejumlah negara Eropa lainnya. Jaringan ini membentang melalui Laut Baltik dari Vyborg di Rusia menuju Lubmin, daerah dekat Greifswald di Jerman.
Hersh (85) adalah jurnalis top veteran AS yang membuat sejumlah laporan investigasi kuat selama ini. Ia, antara lain, mengungkap pembantaian terhadap lebih dari 500 warga Desa My Lai di Vietnam pada 16 Maret 1968. Termasuk korban adalah anak-anak dan perempuan. Atas laporan investigasi ini, Hersh pada 1970 meraih Pulitzer, salah satu penghargaan paling prestisius di AS.
Laporan Hersh menjungkirbalikkan narasi yang selama ini didengungkan AS dan sejumlah negara Eropa. Beberapa hari pascasabotase Nord Stream, narasi yang dimunculkan di Barat adalah bahwa Rusia sendiri yang melakukan sabotase.
Meski agak janggal, narasi inilah yang banyak berkembang di Barat. Kenapa janggal, sebab Nord Stream adalah infrastruktur penting yang menyalurkan gas Rusia ke Eropa. Artinya, infrastruktur itu adalah sarana vital bagi pendapatan negara Rusia.
Laporan Hersh menjungkirbalikkan narasi yang selama ini didengungkan AS dan sejumlah negara Eropa.
Sementara dalam laporan investigasinya, Hersh memaparkan bahwa operasi sabotase itu disiapkan sedemikian rupa melibatkan sejumlah pejabat tinggi Pemerintah AS, termasuk Presiden Joe Biden dan CIA. Dalam operasinya, AS bekerja sama dengan Norwegia.
Di bagian akhir laporannya, Hersh menyinggung media-media Barat. Ia mengkritik bagaimana media-media besar AS melewatkan sejumlah petunjuk yang mengarahkan pada terduga pelaku sabotase, yakni Gedung Putih.
Ia menyebutkan, segera setelah pengeboman pipa terjadi, media AS memperlakukan sabotase Nord Stream seperti misteri yang belum terpecahkan. Rusia berulang kali dikutip sebagai kemungkinan pelakunya. Klaim ini disebutkan atas dasar informasi yang bocor dari Gedung Putih. Namun, media-media AS tidak pernah menetapkan motif yang jelas untuk tindakan sabotase diri tersebut.
Beberapa bulan kemudian, masih mengutip laporan Hersh, ketika pihak berwenang Rusia diam-diam mendapatkan perkiraan biaya perbaikan pipa, The New York Times menggambarkan berita itu sebagai ”teori yang rumit tentang siapa yang berada di belakang” sabotase.
”Tidak ada surat kabar besar AS yang menyelidiki lebih dalam tentang ancaman terhadap jalur pipa yang disampaikan oleh Biden dan Wakil Menteri Luar Negeri AS (Victoria) Nuland (sebelum insiden terjadi),” kata Hersh.
Rusia berulang kali dikutip sebagai kemungkinan pelakunya. Klaim ini disebutkan atas dasar informasi yang bocor dari Gedung Putih.
Tidak pernah ada penjelasan mengapa Rusia berusaha menghancurkan Nord Stream yang selama ini menguntungkan negara itu. Jika dirunut, menurut Hersh, penjelasan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sebenarnya memberikan petunjuk.
Ditanya pada konferensi pers September 2022 tentang konsekuensi dari krisis energi yang memburuk di Eropa Barat, Blinken menggambarkan momen tersebut sebagai momen yang berpotensi bagus untuk AS.
”Ini adalah kesempatan yang luar biasa untuk sekali dan untuk selamanya menghilangkan ketergantungan Eropa terhadap energi Rusia dan dengan demikian mengambil senjata energi dari Vladimir Putin sebagai sarana mengembangkan desain kekaisarannya,” kata Blinken.
Pada rapat dengar pendapat di depan Komite Hubungan Luar Negeri Senat per akhir Januari 2023, Nuland menyampaikan rasa puas dengan matinya Nord Stream. ”Seperti Anda, saya, dan saya pikir juga pemerintahan (AS), sangat bersyukur bahwa Nord Stream 2 sekarang, sebagaimana yang Anda sampaikan, menjadi bongkahan metal di dasar laut,” katanya kepada Senator Ted Cruz.
Hersh dalam laporannya juga mengutip sumber anonim yang ia sebut memiliki pandangan lebih terus terang tentang keputusan Biden untuk menginstruksikan sabotase Nord Stream. ”Ya, saya harus akui bahwa dia (Biden) berani. Dia mengatakan akan melakukan dan dia akhirnya melakukannya,” kata sumber itu.
Di belakangnya ada operasi rahasia yang menempatkan para ahli di lapangan dan peralatan yang beroperasi dengan sinyal rahasia. Satu-satunya kelemahan adalah keputusan untuk melakukannya.
Saat ditanya mengapa Rusia gagal merespons sabotase Nord Stream, sumber itu menjawab dengan sinis, ”Mungkin mereka ingin punya kemampuan melakukan hal sama yang dilakukan AS. Itu cerita yang indah,” kata sumber Hersh.
”Di belakangnya ada operasi rahasia yang menempatkan para ahli di lapangan dan peralatan yang beroperasi dengan sinyal rahasia. Satu-satunya kelemahan adalah keputusan untuk melakukannya,” lanjut sumber Hersh.
Sejumlah media besar AS sudah lama disebut-sebut berhubungan dekat dengan aparat keamanan AS. Bagi media, hal ini menguntungkan karena akan mendapatkan akses informasi awal. Sementara aparat keamanan berkepentingan menggunakan media untuk menjalankan agendanya.
Ted Galen Carpenter, salah seorang peneliti di Studi Ilmu-ilmu Pertahanan dan Kebijakan Luar Negeri Institut CATO, menurunkan laporannya berjudul ”How the National Security State Manipulates the News Media”. Laporan diunggah pertama kali di laman CATO tersebut per 9 maret 2021.
Dalam laporannya, Carpenter menyatakan, tingkat kolaborasi antara jurnalis dan aparat keamanan terus mencapai tingkat yang mencengangkan. Selama dekade awal Perang Dingin, misalnya, beberapa jurnalis bahkan langsung menjadi aset Central Intelligence Agency (CIA).
Dalam beberapa kasus, para ’jurnalis’ sebenarnya adalah pegawai penuh waktu CIA yang menyamar sebagai anggota pilar keempat demokrasi alias pers.
Artikel 25.000 kata dari reporter Washington Post, Carl Bernstein, Januari 1977, di Rolling Stone, adalah laporan yang sangat rinci tentang kerja sama antara CIA dan anggota pers. Artikel tersebut memberikan wawasan penting tentang hubungan itu.
Dalam beberapa kasus, para ”jurnalis” sebenarnya adalah pegawai penuh waktu CIA yang menyamar sebagai anggota pilar keempat demokrasi alias pers. Namun, Bernstein juga menegaskan bahwa sekitar 400 jurnalis AS terkemuka diam-diam telah menjalankan tugas untuk ClA selama 25 tahun sebelumnya.
Bernstein menyebut, ”Jurnalis menyediakan berbagai layanan klandestin, mulai dari pengumpulan intelijen sederhana hingga melayani sebagai perantara dengan mata-mata di negara-negara komunis. Wartawan membagikan buku catatan mereka dengan CIA. Editor membagikan staf mereka.”