Ada saja cara China memata-matai Amerika Serikat. Yang paling baru adalah melalui balon pengintai yang disebut China sebagai balon pemantau cuaca yang ”nyasar” sampai masuk AS.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Balon pengintai China yang ”kelayapan” di ruang udara Amerika Serikat selama hampir seminggu, pekan lalu, rupanya membuat Pemerintah AS khawatir juga pada cara China mengumpulkan informasi intelijen dari AS. Tahun 2020, Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) Christopher Wray pernah mengatakan, mata-mata China menjadi ancaman besar dalam jangka panjang bagi informasi dan kekayaan intelektual serta vitalitas perekonomian AS.
Namun, Kementerian Luar Negeri China dengan tegas membantah operasi mata-mata, menyebut tuduhan AS itu hanya berdasarkan informasi palsu dan tujuan politik yang jahat. AS juga sebenarnya memata-matai China dengan memakai teknik pengawasan dan intersepsi serta jaringan informan. Mantan Presiden AS Barack Obama pada 2015 mengatakan, Presiden China Xi Jinping sudah berjanji untuk tidak melakukan spionase di dunia maya komersial. Namun, AS mengindikasikan China masih melakukannya.
Dalam laporan penilaian intelijen tahunan pada 2022, AS memperingatkan, China mewakili ancaman spionase dunia maya yang paling luas, paling aktif, dan paling gigih pada pemerintah dan sektor swasta. Menurut para peneliti dan pejabat intelijen Barat, China kini ahli meretas sistem komputer negara-negara saingannya untuk membocorkan rahasia industri dan perdagangan.
Pada 2021, AS, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan sekutu lainnya mengatakan, China mempekerjakan ”peretas kontrak” untuk mengeksploitasi kebocoran dalam sistem surat elektronik Microsoft, memberikan agen keamanan negara akses pada surat elektronik, data perusahaan, dan informasi rahasia lainnya. Mata-mata dunia maya China juga sudah meretas Departemen Energi AS, perusahaan utilitas, perusahaan telekomunikasi, serta perguruan tinggi.
Kekhawatiran akan ancaman dari China sudah sampai ke sektor teknologi. Ada kekhawatiran perusahaan-perusahaan yang memiliki jaringan dengan pemerintah akan diwajibkan berbagi informasi pada Pemerintah China. Tahun 2019, Departemen Kehakiman AS menuduh perusahaan raksasa teknologi Huawei berkonspirasi untuk mencuri rahasia perdagangan AS, menghindari sanksi terhadap Iran, dan pelanggaran lainnya.
AS sudah melarang Huawei memasok kebutuhan Pemerintah AS dan tidak memperbolehkan penggunaan peralatan dari Huawei di sektor swasta karena khawatir risiko bocor. Huawei membantah tuduhan itu. AS juga khawatir pada aplikasi Tiktok buatan China sampai-sampai ada beberapa anggota parlemen AS yang meminta agar aplikasi yang dikembangkan ByteDance China itu dilarang. Mereka mengkhawatirkan keamanan datanya.
Beragam pandangan dan kecurigaan melayang dari para ahli, anggota parlemen AS, dan media massa yang menyebutkan China selama ini mengandalkan warga China di luar negeri untuk membantu mengumpulkan informasi intelijen dan mencuri teknologi rahasia. Salah satu yang paling terkenal adalah kasus Ji Chaoqun. Pada Januari lalu, ia dijatuhi hukuman delapan tahun penjara di AS karena memberikan informasi tentang orang-orang yang kemungkinan akan direkrut intelijen China.
Ji adalah seorang insinyur yang tiba di AS dengan visa pelajar pada 2013, lalu bergabung dengan militer. Ia dituduh memberikan informasi tentang delapan orang calon rekrutan ke Kementerian Keamanan Negara di Provinsi Jiangsu, sebuah unit intelijen yang dituduh terlibat dalam pencurian rahasia perdagangan AS.
Pada tahun lalu, pengadilan AS menjatuhi seorang perwira intelijen China dengan hukuman penjara 20 tahun karena mencuri teknologi dari perusahaan kedirgantaraan AS dan Perancis. Perwira yang bernama Xu Yanjun itu dinyatakan bersalah karena selama lima tahun mencuri rahasia perusahaan GE Aviation, salah satu produsen mesin pesawat terkemuka di dunia, dan Grup Safran Perancis.
Selain itu, ada pula kasus lain pada 2020 ketika pengadilan AS memenjarakan Raytheon Wei Sun, seorang insinyur warga negara China dan warga negara AS yang dinaturalisasi, karena mengirimkan informasi rahasia tentang sistem rudal AS ke China menggunakan laptop perusahaan. Untuk memajukan kepentingan China, agen-agen China diduga mendekati elite politik, sosial, dan bisnis di AS.
Situs berita AS, Axios, pernah melakukan penyelidikan pada 2020 dan menyebutkan ada mahasiswa China yang terdaftar di sebuah universitas di California yang mengembangkan hubungan dengan berbagai politisi AS di bawah naungan agen mata-mata sipil China. Mahasiswa yang bernama Fang Fang itu selama tahun 2011-2015 memanfaatkan cara membiayai kampanye, berteman dengan banyak orang, bahkan berpacaran dengan orang-orang tertentu, terutama politisi yang potensial.
Teknik lain yang digunakan oleh agen-agen China adalah dengan menggembar-gemborkan ”pengetahuan orang dalam” tentang cara kerja internal Partai Komunis China (PKC). Penulis Alex Joske menuliskan dalam bukunya, Spies and Lies: How China’s Greatest Covert Operations Fooled the World, China melakukan ini hanya demi mendapatkan akses ke pimpinan puncak dan sasaran-sasaran tingkat tinggi.
Tujuannya untuk menyesatkan para pemimpin dunia tentang ambisi China dan membuat mereka percaya China akan bangkit dengan cara damai, bahkan mungkin secara demokratis. China juga menekan komunitas China di perantauan dan organisasi media untuk mendukung kebijakannya di Taiwan dan membungkam kritik terhadap tindakan represif di Hong Kong dan Xinjiang.
Pada September 2022, organisasi nonpemerintah Safeguard Defenders yang berbasis di Spanyol menyebutkan China sudah mendirikan 54 ”markas polisi” di luar negeri di seluruh dunia. Markas itu untuk menangani orang-orang yang mengkritik PKC. Namun, China membantah hal itu. Belanda sudah meminta China menutup dua ”markas polisi” di negara itu pada November 2022. Sebulan kemudian, Ceko pun meminta hal yang sama di kota Praha. (AFP)