Gelombang Kasus Covid-19 di China Hampir Berakhir
China mengklaim gelombang Covid-19 hampir berakhir. Indikatornya, jumlah orang yang datang ke klinik karena sakit Covid-19 turun 40 persen. Sebelumnya, China khawatir kasus melonjak setelah musim libur Imlek.
BEIJING, SENIN —Gelombang penularan Covid-19 di China hampir berakhir karena tidak ada peningkatan kasus Covid-19 yang signifikan selama liburan Imlek. Jumlah kasus Covid-19 yang parah dan kematian juga cenderung menurun di berbagai daerah. Jumlah orang yang datang ke klinik karena keluhan Covid-19 pun turun hingga 40 persen dibandingkan musim liburan.
Pelonggaran pembatasan Covid-19 yang mendadak di China diikuti gelombang infeksi di seluruh negeri. Bahkan, pemerintah pernah menyebutkan 80 persen penduduk sudah terinfeksi Covid-19. Ini yang menimbulkan kekhawatiran akan adanya lonjakan kasus setelah musim liburan, terutama di daerah perdesaan.
”Situasi epidemi secara keseluruhan sudah masuk ke tingkat rendah dan tren di semua daerah menurun,” kata juru bicara Komite Kesehatan Nasional China, Mi Feng, Senin (30/1/2023).
Baca juga: Berharap China Transparan
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China, pekan lalu, menyebutkan, kasus Covid-19 yang parah dan kritis turun 72 persen sementara jumlah kematian harian pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit turun 79 persen.
Para ahli kesehatan global mengatakan, data China yang dilaporkan tentang kematian terkait Covid-19 mungkin jauh lebih rendah dari jumlah yang sebenarnya. Sebab, jumlah itu tidak termasuk mereka yang meninggal di rumah. Banyak juga dokter yang menyarankan untuk tidak menyebut Covid-19 sebagai penyebab kematian.
Daerah-daerah perdesaan dikhawatirkan akan mengalami lonjakan kasus Covid-19 karena banyak warga perkotaan pulang kampung saat Tahun Baru China atau Imlek. Perjalanan domestik dan internasional warga China selama periode liburan meningkat tajam karena jutaan orang naik pesawat, kereta api, bus, dan kendaraan pribadi setelah China tiba-tiba menghapus kebijakan dinamis nol Covid-19 selama hampir tiga tahun pada awal Desember 2022.
Perjalanan penumpang selama periode liburan periode 7-29 Januari mencapai 892 juta orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2022, jumlahnya naik 56 persen. Namun, dibandingkan tahun 2019, jumlahnya turun 46,9 persen.
Baca juga: Covid-19 Kembali Melonjak, China Genjot Vaksinasi Lansia
Meski kasus Covid-19 di China sudah diklaim hampir berakhir, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 masih menjadi masalah darurat kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian internasional. Komunitas internasional juga harus tetap menjaga kewaspadaan.
Pandemi Covid-19 kemungkinan berada di titik transisi yang terus membutuhkan manajemen kehati-hatian untuk mengurangi potensi konsekuensi negatif. WHO pertama kali menyatakan Covid-19 berstatus darurat kesehatan global tiga tahun yang lalu. Lebih dari 6,8 juta orang di seluruh dunia yang tewas selama pandemi.
Namun, kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, vaksin dan perawatan kesehatan yang lebih baik telah mengubah situasi pandemi Covid-19 sejak 2020. Ia berharap keadaan darurat akan bisa berakhir tahun ini, terutama jika akses ke tindakan pencegahan ditingkatkan secara global.
Untuk sementara, semua negara harus tetap waspada mengingat selama delapan pekan terakhir ini masih ada sedikitnya 170.000 orang di seluruh dunia yang tewas akibat Covid-19. Ia juga menyerukan agar seluruh dunia mengutamakan dan menyegerakan vaksin untuk kelompok masyarakat yang berisiko. Uji Covid-19 juga disarankan agar dilakukan rutin, jaringan laboratorium diperluas, dan perang melawan ”informasi yang salah” tentang pandemi Covid-19 digalakkan.
”Bisa jadi virus ini tidak akan menjadi patogen permanen pada manusia dan hewan di masa mendatang,” ujarnya.
WHO mengingatkan adanya ”kelelahan pandemi” dan meningkatnya persepsi publik bahwa risiko Covid-19 tidak sebanyak dulu. Ini yang menyebabkan orang semakin mengabaikan protokol kesehatan, seperti pemakaian masker dan menjaga jarak sosial. Padahal, ancaman Covid-19 masih tetap ada.
Baca juga: Covid-19 dan Xenofobia terhadap China
Kekhawatiran WHO ini sama dengan kekhawatiran jaringan tanggap bencana terbesar di dunia, Federasi International Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), yang menyatakan dunia masih sangat tidak siap untuk menghadapi wabah di masa depan meskipun Covid-19 membunuh lebih banyak orang dibandingkan gempa bumi, kekeringan, atau angin topan mana pun sepanjang sejarah. Dalam Laporan Bencana Dunia 2022 yang diterbitkan pada Senin, IFRC menyerukan negara-negara untuk memperbarui rencana kesiapsiagaan mereka.
”Pandemi berikutnya mungkin sudah dekat. Jika pengalaman Covid-19 tidak mempercepat langkah kita menuju kesiapsiagaan, apa yang akan terjadi? Seharusnya tidak ada alasan untuk kurangnya kesiapan setelah melewati tiga tahun yang mengerikan,” kata Sekretaris Jenderal IFRC Jagan Chapagain.
Laporan itu menyebutkan, negara-negara harus meninjau undang-undang mereka untuk memastikannya sejalan dengan rencana kesiapsiagaan pandemi pada akhir tahun 2023 serta mengadopsi perjanjian baru dan Peraturan Kesehatan Internasional yang direvisi pada tahun depan. Ini akan berinvestasi lebih banyak dalam kesiapan masyarakat lokal.
IFRC juga merekomendasikan agar negara-negara meningkatkan pembiayaan kesehatan domestik sebesar 1 persen dari produk domestik bruto dan pembiayaan kesehatan global setidaknya 15 miliar dollar AS per tahun. ”Yang penting harus ada kemauan politik untuk melakukan itu,” kata Chapagain. (REUTERS/AP)