Australia Rogoh Rp 29,5 Triliun untuk Borong 40 Helikopter Black Hawk dari AS
Australia mengonfirmasi pembelian 40 helikopter angkut taktis UH-60 Black Hawk dari Amerika Serikat. Pembelian itu akan memperkuat daya tahan dan lintas operasi AS dan Australia, dua dari tiga mitra dalam aliansi AUKUS.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
CANBERRA, RABU — Australia kembali menambah pundi-pundi industri persenjataan Amerika Serikat. Di tengah perundingan pembelian delapan kapal selam senilai 80 miliar dollar AS, Australia mengumumkan kontrak 1,96 miliar dollar AS atau sekitar Rp 29,5 triliun untuk pembelian 40 helikopter angkut taktis UH-60 Black Hawk.
Menteri Pertahanan Australia Richard Marles mengatakan, gelombang pertama helikopter tersebut diharapkan tiba pada akhir tahun 2023. Black Hawk akan menggantikan MRH-90 Taipan buatan anak usaha Airbus.
”Kami sudah kerepotan dengan Taipan selama bertahun-tahun berkaitan soal perawatan dan suku cadang. Kami yakin, tidak ada masalah itu dengan Black Hawk. Kami sudah terbiasa menggunakannya,” kata Marles, Rabu (18/1/2023), di Canberra, Australia.
Sejak 2004, Australia memesan total 47 MRH-90 Taipan dari NHI Industries yang merupakan perusahaan patungan sejumlah industri dirgantara Eropa. Airbus adalah salah satu pemegang saham NHI Industries. Sebagian helikopter pesanan Australia itu dibuat di Eropa, sebagian lainnya di Australia. Namun, helikopter-helikopter itu bolak-balik bermasalah.
Rencana mengganti MRH-90 dengan Black Hawk dimantapkan pada akhir 2021. Kala itu, tinggal 41 Taipan yang dioperasikan oleh Angkatan Darat dan Angkatan Laut Australia. Untuk mengatasi kekurangan perangkat operasional, Kementerian Pertahanan Australia menyewa helikopter sipil dengan biaya total 37 juta dollar AS.
Sesuai kebutuhan
Sebenarnya Canberra memesan MRH-90 untuk menggantikan armada Black Hawk. Karena kinerja MRH-90 tidak memuaskan, Australia memutuskan memperpanjang usia operasional Black Hawk lama dan membeli Black Hawk baru. Sebelum pemesanan terakhir kali ini, Australia sudah mempunyai 20 Black Hawk.
Helikopter itu disebut sesuai kebutuhan Australia. ”Kemampuan Black Hawk menjadi elemen penting untuk melindungi kedaulatan Australia serta untuk mengantarkan bantuan kemanusiaan dan korban bencana,” ujar Mayor Jenderal Jeremy King, Direktur Kemampuan Darat pada Kementerian Pertahanan Australia.
Helikopter itu disebut akan mendukung pengerahan pasukan dan peralatan. ”Black Hawk dapat diandalkan, terbukti, dan matang dengan dukungan rantai pasok global melimpah,” kata King.
Black Hawk baru akan ditempatkan di dua pangkalan di Queensland dan New South Wales. Kemenhan Australia menyebut, industri dan pelaku usaha Australia akan terlibat secara luas dalam perawatan dan penyediaan suku cadang untuk helikopter tersebut.
Pembelian Black Hawk oleh Australia memperkuat daya tahan dan lintas operasi Amerika Serikat dan Australia.
Apalagi, Australia sudah lebih dari 30 tahun menggunakan produk Sikorsky yang merupakan produsen Black Hawk. Selain menggunakan Black Hawk, Australia juga mengoperasikan Seahawk buatan Sikorsky, salah satu anak usaha Lockheed Martin.
”Pembelian Black Hawk oleh Australia memperkuat daya tahan dan lintas operasi Amerika Serikat dan Australia,” kata Warren McDonald, Kepala Lockheed Martin Australia.
Penguatan aliansi
AS menyetujui penjualan 40 helikopter angkut taktis itu pada Agustus 2022. Washington menyebut penjualan tersebut sebagai dukungan atas perwujudan politik luar negeri dan keamanan nasional AS.
Persetujuan itu diberikan hampir setahun setelah Australia setuju membentuk aliansi militer bersama Inggris dan AS. Diumumkan pada September 2021, aliansi itu dikenal sebagai AUKUS.
Beberapa bulan setelah menyetujui penjualan 40 Black Hawk, Washington mengumumkan rencana penempatan pesawat pengebom di Australia. Hingga enam B-52 direncanakan ditempatkan di Pangkalan Udara Tindal, Australia.
Dengan pembelian UH-60 Black Hawk, Australia kembali memberikan uang pada industri pertahanan AS. Sebelum menuntaskan kontrak pembelian Black Hawk, Canberra telah lebih dulu menjajaki pembelian delapan kapal selam bertenaga nuklir dari AS dan Inggris.
Biaya pengadaan delapan kapal selam tersebut ditaksir mencapai 80 miliar dollar AS. Sampai sekarang, Canberra masih berunding dengan London dan Washington soal pengadaan kapal-kapal selam itu.
Keputusan pembelian kapal selam itu memicu kemarahan dan protes di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, protes terjadi terutama karena Australia harus mengeluarkan banyak uang untuk membeli kapal selam-kapal selam tersebut.
Analis keamanan Australia, David Livingstone, menyebut, ada potensi tambahan 20 miliar dollar AS per tahun selama pengadaan kapal selam-kapal selama tersebut. Apalagi, alasan pengadaan itu tidak benar-benar tepat. ”Disebut untuk menangkal serangan China. Tidak ada bukti China akan melakukan itu, bahkan sekadar bersiap tidak ada buktinya,” ujarnya.
Kalaupun benar akan menandingi China, armada kapal selam Australia tidak setara. Sebab, Beijing saat ini sudah mempunyai 79 kapal selam. (AFP/REUTERS)