Rabuka Dilantik Menjadi PM Baru, Fiji Terhindar dari Kebuntuan Politik
Mantan pemimpin militer Fiji yang juga sering dipanggil "Rambo", Sitiveni Rabuka, dilantik menjadi Perdana Menteri Fiji. Kebijakan luar negeri Fiji di bawah PM Rabuka, termasuk dalam hubungan dengan Indonesia, dinanti.
SUVA, SABTU — Setelah hampir terjadi kebuntuan politik dan berujung pada kekacauan, pemimpin oposisi Sitiveni Rabuka dilantik sebagai Perdana Menteri Fiji, Sabtu (24/12/2022). Rabuka dilantik menjadi perdana menteri setelah memenangi dukungan dalam pemilihan tertutup di parlemen Fiji.
Ia unggul satu suara dibandingkan PM petahana Frank Bainimarama. Rabuka mendapat dukungan 28 suara, jumlah suara yang dipersyaratkan untuk bisa membentuk pemerintahan. Adapun Bainimarama mendapatkan dukungan 27 suara.
Dalam upacara pelantikannya, Rabuka berjanji untuk mematuhi, menaati, menjunjung tinggi, dan menjaga konstitusi Fiji. Pasca-pelantikan, dia juga menyatakan akan berbicara dengan Bainimarama yang memimpin Fiji selama 16 tahun terakhir untuk menyampaikan terima kasih atas kontribusinya.
”Kami mengapresiasi apa yang telah mereka lakukan. Beberapa bisa lebih baik. Tetapi, kita harus masuk ke sana terlebih dahulu untuk melihat apa yang telah mereka lakukan dan apa yang tersisa untuk kita selesaikan,” katanya kepada sejumlah jurnalis seusai pelantikan.
Baca juga : PM Sekutu Terdekat Indonesia Berada di Ujung Kekuasaan di Fiji
Sebelum hasil pemilu keluar, Rabuka telah menjalin komunikasi dengan dua partai lain, yaitu Partai Federasi Nasional dan Partai Sosial Demokrat Liberal (Sodelpa), yang secara berurutan memperoleh lima dan tiga kursi di parlemen. Dengan jumlah dukungan hanya 28 suara, koalisi Partai Aliansi Rakyat, Partai Federasi Nasional, dan Sodelpa seharusnya mendapatkan dukungan 29 suara.
Akan tetapi, hilangnya satu suara mengindikasikan ada satu suara di dalam koalisi yang menolak pergantian pemerintahan. Akan tetapi, Rabuka tampaknya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.
Bainimarama pun tersenyum, memperlihatkan ia menerima hasil pemungutan suara. Dia berujar singkat, ”Inilah demokrasi.”
Sekutu dekat Indonesia
Selama 16 tahun berkuasa, Bainimarama membawa Fiji menjadi sekutu terdekat Indonesia di Pasifik Selatan. Fiji menyokong Indonesia menjadi pemantau, lalu anggota rekanan di Melanesian Spearhead Group (MSG), organisasi etnis Melanesia. Bersama orang Polinesia, Melanesia merupakan dua etnis utama di Pasifik Selatan.
Indonesia bisa masuk MSG, antara lain, karena dukungan Fiji. Lebih dari 10 tahun lalu, Menlu Fiji Ratu Inoke Kubuabola menyebut Indonesia sebagai negara dengan jumlah orang Melanesia terbesar. Ada hampir 12 juta orang Melanesia di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Sementara gabungan populasi Melanesia di negara-negara lain tidak sampai 11 juta jiwa.
Di antara bangsa-bangsa Pasifik, Fiji memang paling intensif didekati Indonesia. September lalu, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi meresmikan pusat pelatihan pertanian di Fiji. Beberapa bulan sebelumnya, dua asrama untuk pelajar juga diresmikan di sana. Dana pembangunan asrama itu disumbang pemerintah dan warga Indonesia.
Baca juga : Diplomasi Menegaskan Identitas Pasifik dan Melanesia
Diplomasi Indonesia di kawasan Pasifik menjadi salah satu kebijakan luar negeri Jakarta yang penting untuk menangkal upaya dan dukungan kelompok-kelompok penyokong kemerdekaan Papua di kawasan tersebut. Di Pasifik, isu kedaulatan dan keutuhan wilayah sejak lama jadi prioritas Indonesia. Sebab, sejumlah negara Pasifik Selatan menyokong kemerdekaan Papua dari Indonesia.
Ancaman kebuntuan politik
Pasca-pemungutan suara pemilu Fiji, Minggu (18/12/2022), sempat terjadi kebuntuan politik yang diduga bisa memicu kekacauan setelah tidak ada satu pun kandidat perdana menteri mengumpulkan dukungan mayoritas. Di sisi lain, sebelumnya, Rabuka sempat menyatakan tidak akan menerima hasil pemungutan suara karena permasalahan pada peranti lunak yang digunakan panitia pemilihan untuk menghitung perolehan suara.
Sebaliknya, Bainimarama dan partainya, Fiji First, juga menolak mengakui hasil pemilu pada hari-hari setelah pemungutan suara.
Baca juga : Kontestasi Dua Pemimpin Kudeta Akan Tentukan Relasi Fiji-China
Situasi itu membuat pemerintah yang masih dipimpin Bainimarama memanggil militer Fiji untuk membantu polisi menjaga keamanan dan ketertiban. Di negara berpenduduk sekitar 900.000 jiwa itu, sempat muncul kabar terjadinya kerusuhan berbasis etnis. Akan tetapi, informasi tersebut dibantah oleh Mahendra Chaudry, mantan PM Fiji yang digulingkan pada tahun 2000.
”Saya tidak melihat bukti kerusuhan di sini, masyarakat tenang dan mereka menunggu presiden bersidang di parlemen agar perdana menteri terpilih,” katanya, Kamis (22/12/2022).
Rabuka tidak menunggu lama untuk mengumumkan beberapa orang yang akan mendampinginya memimpin pemerintahan. Seperti dilansir laman Radio Selandia Baru (RNZ), Rabuka akan didampingi tiga wakil perdana menteri dengan tugas khusus, yakni Biman Prasad (keuangan), Viliame Gavoka (pariwisata), dan Manoa Kamikamica (perdagangan luar negeri).
Jaksa agung akan dipimpin Siromi Turaga, Lynda Tabuya didapuk menjabat sebagai menteri perempuan, sedangkan Pio Tikoduadua akan menjabat sebagai menteri dalam negeri.
Kebijakan luar negeri
Meskipun belum jelas bagaimana nantinya kebijakan luar negeri Pemerintah Fiji yang baru, sejak awal Rabuka menyebut keinginannya untuk memperkuat hubungan diplomatik dengan semua negara, memperdalam hubungan dengan negara-negara di Pasifik Selatan, hingga membangun dialog dengan semua kekuatan besar di dunia atas dasar saling menghormati kedaulatan masing-masing.
Selain itu, manifesto partainya juga menyebut akan meninjau ulang praktik pinjaman untuk memastikan negara tidak berakhir dalam perangkap utang (debt trap).
Setelah kudeta Bainimarama pada tahun 2006, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat memberlakukan larangan bepergian kepada sejumlah pejabat Pemerintah Fiji, menangguhkan bantuan keamanan dan bantuan keuangan langsung ke negara tersebut. Fiji juga diusir dari kelompok negara-negara Persemakmuran dan Forum Negara-negara Kepulauan Pasifik (PIF). Pada tahun 2014, ketika Bainimarama terpilih secara demokratis, hubungan Fiji dengan Persemakmuran, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan PIF dinormalisasi.
Meski demikian, Fiji secara umum terputus dari para mitra tradisionalnya selama delapan tahun setelah Bainimarama menjalankan kebijakan luar negerinya yang disebut ”Menatap ke Utara”. Kebijakan itu menekankan hubungan yang lebih dekat dengan China dan negara lain. China meningkatkan bantuannya ke Fiji dari 1 juta dollar AS pada tahun 2005 menjadi 167 juta dollar AS pada tahun 2007. Jumlah itu lebih dari separuh bantuan tahunan Beijing ke Kepulauan Pasifik masa itu. Fiji juga menerima banyak pelatihan polisi dari Beijing setelah kudeta.
Baca juga : China Dekati Pasifik, Australia dan Selandia Baru Kelabakan
Dalam beberapa bulan terakhir, AS memulai kembali usahanya mendekati Fiji dan negara-negara Kepulauan Pasifik Selatan. September lalu, Gedung Putih menjadi tuan rumah KTT AS-Kepulauan Pasifik. Ini merupakan bagian dari upaya AS untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan ini.
Wakil Presiden AS Kamala Harris pada Forum Kepulauan Pasifik (PIF), Juli lalu, mengumumkan rencana kehadiran misi diplomatik AS yang lebih besar di negara itu dan kawasan. Pemerintah AS juga menjanjikan bantuan dana yang cukup besar bagi kawasan.
Tetangga dan sekutu dekat AS, Pemerintah Selandia Baru, mengucapkan selamat atas terpilihnya Rabuka. PM Selandia Baru Jacinda Arden mengatakan, pemerintahannya siap bekerja sama dengan pemerintahan Fiji yang baru untuk memajukan kawasan ini.
”Kami sangat menghargai Fiji sebagai teman dekat dan mitra saat kami memajukan prioritas bersama kami untuk kawasan ini,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)