Petahana dan Oposisi di Pemilu Fiji Siap Berebut Rekan Koalisi
Petahana dan oposisi tidak berhasil memperoleh dukungan mayoritas pada pemilu Fiji 2022. Kini, mereka bersiap-siap merayu partai lain untuk bisa berkoalisi membentuk pemerintahan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
SUVA, MINGGU — Perhitungan suara pemilihan umum Fiji telah mendekati angka 100 persen pada Minggu (18/12/2022). Akan tetapi, sampai saat ini, hasil penghitungan suara belum juga menunjukkan pemenangnya. Tidak ada kandidat yang berhasil mengumpulkan suara dukungan mayoritas warga negara di wilayah Pasifik selatan tersebut.
Dikutip dari laman Radio New Zealand (RNZ), hasil perhitungan suara yang dikeluarkan oleh Kantor Pemilu Fiji memperlihatkan Partai Fiji First yang dipimpin petahana Frank Bainimarama memperoleh 26 kursi di parlemen. Sementara Partai Aliansi Rakyat pimpinan SItiveni Rabuka memperoleh 21 kursi. Sisa kursi dikantongi oleh Partai Federasi Nasional dan Partai Sosial Demokrat Liberal (Sodelpa) dengan masing-masing memperoleh lima kursi dan tiga kursi.
Hasil itu membuat Bainimarama atau Rabuka yang mencalonkan diri sebagai perdana menteri harus melakukan koalisi dengan partai lain untuk bisa membentuk pemerintahan. Syarat agar bisa membentuk koalisi pemerintahan adalah partai-partai yang tergabung dalam koalisi itu memiliki setidaknya 28 dari 55 kursi di parlemen.
Bainimarama yang mengincar posisi sebagai perdana menteri untuk ketiga kalinya membutuhkan dukungan dari satu partai oposisi untuk bisa berkuasa kembali. Rabuka setidaknya sudah mengantongi 26 suara. Ini merupakan buah koalisi pra-pemilihan antara Partai Aliansi Rakyat yang dipimpinnya dan Partai Federasi Nasional.
Melihat komposisi itu, baik Bainimarama maupun Rabuka membutuhkan dukungan dari Partai Sosial Demokrat Liberal yang mengantlngi tiga kursi dalam pemilihan kali ini untuk bisa menggenapi perolehan suaranya dan membentuk pemerintahan koalisi. Pemimpin Sodelpa Villame Gavoka, dikutip dari laman media Fiji, FBCnews, mengakui bahwa partainya tengah menjadi rebutan. Namun, ia belum memutuskan akan bergabung dengan petahana atau oposisi.
Gavoka menyatakan, partainya telah membentuk tim negosiasi untuk berbicara dengan kedua pihak. ”Kami ingin mendapatkan yang terbaik dari negosiasi itu untuk kepentingan orang-orang yang kami wakili,” kata Gavoka.
Di atas kertas, Bainimarama memiliki hubungan yang cukup baik dengan Gavoka dan partainya karena putrinya menikahi salah satu orang kepercayaan petahana, yakni Jaksa Agung Aiyaz Sayed-Khaiyum. Sayed-Khaiyum diyakini memiliki pengaruh besar pada kebijakan-kebijakan Bainimarama.
Sebaliknya, hubungan Gavoka dan Rabuka tidak begitu baik karena masalah internal partai. Secara politis, Rabuka bercerai dengan Gavoka dan mendirikan partai baru, Partai Aliansi Rakyat. Rabuka sebelumnya adalah pemimpin Sodelpa hingga seusai pemilu 2018.
Akan tetapi, ada hal yang bisa menjadi ganjalan pembentukan pemerintahan koalisi Bainimarama dan Gavoka. Selama beberapa tahun terakhir, Bainimarama memilih untuk ”mendekat” ke China dalam kebijakan politik luar negerinya. Sementara Gavoka menentangnya dan memilih untuk menjaga jarak dengan Beijing. Dalam urusan ini, Gavoka dan Rabuka satu pemahaman.
Pertarungan antara Rabuka dan Bainimarama adalah pertarungan politik antarindividu yang pernah memimpin jalannya kudeta di Fiji. Meski keduanya berjanji akan menerima hasil akhir pemilihan, proses penghitungan suara yang diwarnai gangguan pada peranti lunak penghitung suara sempat membuat situasi menjadi panas.
Rabuka sempat mempermasalahkan gangguan peranti lunak penghitung suara yang membuat prosesnya dihentikan. Dia mengklaim, keuggulan partainya di awal-awal proses penghitungan berubah setelah sistem penghitungan menyala kembali. Dia sempat mendengungkan permintaan agar militer kembali turun dan menindak dugaan kecurangan dalam proses penghitungan suara itu.
Rabuka menyatakan insiden itu menimbulkan keraguan pada seluruh proses pemilu. Untuk itu, ia meminta penghitungan suara harus segera dihentikan. ”Mengingat pelanggaran penghitungan substansial, kami menuntut penghentian segera proses pemilu saat ini dan diganti dengan penghitungan manual baru dari semua suara,” kata Rabuka kepada pengawas pemilu negara itu dalam surat yang ditulis pada Kamis (15/12/2022). Akan tetapi, militer menolak untuk terlibat.
Rabuka dan Sekjen Partai Aliansi Rakyat Sakiasi Ditoka sempat diperiksa oleh polisi. Namun, proses penghitungan suara tetap berlangsung. Pengamat internasional yang mengamati proses pemilihan menyebut tidak ada kejanggalan selama pemilu berlangsung.
Rebekha Sharkie, seorang pemantau pemilu dan anggota parlemen Australia, mengatakan, tidak ada ”penyimpangan atau masalah signifikan” yang diamati selama pra-pemungutan suara, pemungutan suara melalui pos, atau pemberian suara pada hari pemilihan. (AFP/REUTERS)