Sejumlah warga Iran dijatuhi sanksi karena dianggap melakukan kekerasan dan melanggar hak asasi manusia.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
SYDNEY, MINGGU — Australia menjatuhkan sanksi untuk sejumlah warga Iran dan Rusia atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia secara serius. Ini adalah sanksi terbaru atas Iran setelah sejumlah negara menjatuhkannya pasca-kematian Mahsa Amini pada September 2022 yang melecut terjadinya gelombang unjuk rasa hingga sekarang.
Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong menorehkan penjelasannya di surat kabar Sydney Morning Herald edisi Sabtu (10/12/2022). ”Rezim di Iran sekarang tidak menghargai hak asasi rakyatnya sendiri dan ini membuat Australia jijik,” katanya.
Kematian Mahsa Amini (22) akibat dugaan penganiayaan oleh Polisi Moral memicu unjuk rasa terbesar dalam sejarah Iran. Amini ditangkap karena dianggap tidak memakai jilbab sesuai aturan pemerintah.
Unjuk rasa ini awalnya dilakukan oleh kaum perempuan Iran. Mereka membuka jilbab dan menggunting rambut sebagai bentuk proses. Kemudian, rakyat dari berbagai golongan ikut demonstrasi. Unjuk rasa akhirnya berubah menjadi perlawanan terhadap pemerintah yang mereka anggap diktator.
Sanksi tersebut mengambil skema dari Sanksi Magnitsky yang dibuat Amerika Serikat pada 2012. Artinya, pemerintah kedua negara tetap memiliki hubungan diplomatik. Adapun sanksi dijatuhkan terhadap orang-orang atau lembaga tertentu.
Wong menuturkan, ada 13 warga Iran yang terkena sanksi, termasuk salah seorang komandan Garda Revolusi Iran, Seyed Sadegh Hosseini. Dari unsur lembaga, Australia menjatuhkan sanksi untuk Polisi Moral (Gasht-e Ershad) dan Basij. Basij adalah kelompok sipil bersenjata yang beroperasi di bawah perintah Garda Revolusi.
Selain terkait unjuk rasa, Wong menerangkan bahwa Australia juga menjatuhkan sanksi kepada tiga pengusaha dan satu perusahaan Iran. Mereka terbukti menjual pesawat nirawak ke Rusia yang kemudian dipakai untuk mengebom Ukraina.
”Segala pihak yang membantu Rusia melanggengkan invasi pasti akan mendapat ganjaran,” kata Wong.
Dari Rusia, ada tujuh orang dijatuhi sanksi. Mereka adalah pelaku penyerangan dan percobaan pembunuhan terhadap Alexei Navalny yang merupakan lawan politik Presiden Rusia Vladimir Putin. Navalny mengecam pelanggaran HAM oleh Pemerintah Rusia. Ia kini mendekam di penjara.
Sementara itu, Pemerintah Iran pada Kamis (8/12/2022) menghukum mati Mohsen Shekari (23). Ia dituduh melakukan kejahatan melawan Tuhan. Shemari adalah pengunjuk rasa yang menutup salah satu ruas jalan di Teheran. Ia juga terlibat baku hantam dengan salah seorang anggota Basij. Jasadnya segera dimakamkan setelah dieksekusi.
Sejumlah kelompok HAM dan para pengunjuk rasa mengecam Pemerintah Iran. Menurut mereka, Shekari tidak diadili secara adil dan terbuka, hanya sekadar formalitas.
Tuduhan ini ditampik melalui pernyataan Kementerian Luar Negeri Iran yang mengatakan bahwa pemerintah melakukan segala cara sesuai hukum untuk membubarkan demonstrasi. Penangkapan dilakukan atas mereka yang terbukti membuat kekacauan.
Lembaga Iran Human Rights (IHR) yang berbasis di Norwegia mengatakan, per tahun 2022, Iran telah mengeksekusi mati 500 tahanan. Adapun kantor berita HRANA mengatakan, ada 417 korban tewas dalam unjuk rasa yang berlangsung sejak September, termasuk remaja berusia di bawah 17 tahun.
”Eksekusi Shekani ini bukan berlandaskan pengadilan pidana. Ini murni untuk menggentarkan rakyat agar tidak berunjuk rasa,” kata Ketua Komisi HAM PBB Volker Turk. (AFP/REUTERS)