Tuding Pemungutan Suara Elektronik Bermasalah, Bolsonaro Minta Penghitungan Ulang
Kubu Partai Liberal pendukung petahana Presiden Jair Bolsonaro menduga ada kesalahan sistem di lebih dari 59 persen mesin suara. Mereka menuntut penghitungan ulang pemilu putaran kedua.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
BRASILIA, RABU — Lebih dari tiga pekan setelah dinyatakan kalah dalam pemilihan umum, Presiden Brasil Jair Bolsonaro menuntut Electoral Court, penyelenggara pemilu Brasil, membatalkan hasil perolehan suara. Ia sekaligus menuntut penghitungan ulang sebagian besar hasil pemungutan suara elektronik. Tim Bolsonaro menilai ada kesalahan sistem (bug) dalam alat penghitungan suara yang berdampak pada perolehan suara akhir Bolsonaro.
Marcelo de Bessa, Ketua Tim Pengacara Partai Liberal, partai pendukung Bolsonaro, di Brasilia, Selasa (22/11/2022), mengatakan, dalam kalkulasi mereka, penghitungan ulang akan memperlihatkan bahwa Bolsonaro mendapatkan 51 persen suara sah yang masuk. Dengan demikian, hal itu memastikan Bolsonaro memenangi pemilihan yang dilakukan dalam dua putaran dan akan memimpin Brasil untuk periode pemerintahan kedua.
Ketika ditanya bagaimana ketidakmampuan identifikasi individual mesin suara bisa memengaruhi hasil pemilu, Costa dan auditor tersebut tidak bisa menjelaskannya secara gamblang. Costa dan auditor tersebut hanya menekankan bahwa kegagalan fungsi identifikasi itu sebuah kegagalan sistem yang berdampak pada keabsahan suara yang dihitung oleh penyelenggara pemilu. Atas dasar itulah, mereka meminta EC untuk membatalkan semua suara yang berasal dari mesin-mesin yang bermasalah.
Pemimpin Partai Liberal Valdemar Costa dan seorang auditor dari Legal Vote Institute menyebut evaluasi internal yang mereka lalukan menemukan semua mesin yang dirakit sebelum 2020 itu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan identifikasi individual pemilik suara. Jumlah mesin yang diperkirakan bermasalah mencapai 280.000 unit atau sekitar 59 persen dari total yang digunakan pada proses pemungutan suara. Legal Vote Institute adalah kelompok yang kritis terhadap sistem saat ini.
Keberatan Bolsonaro dan Partai Liberal telah diterima Superior Electoral Court (TSE), lembaga tertinggi penyelenggara pemilu khusus untuk menyelesaikan sengketa pemilu. Alexander de Moraes, Ketua TSE yang juga merupakan seorang hakim agung, menyatakan, lembaganya akan mempertimbangkan memproses pengaduan itu dengan sebuah syarat.
Syarat yang dimaksud adalah bahwa laporan keberatan juga mencakup hasil penghitungan suara pemungutan suara putaran pertama yang berlangsung pada 2 Oktober. Dalam penghitungan suara saat itu, Bolsonaro dan Partai Liberal memenangi lebih banyak kursi dua kamar di parlemen Brasil dibanding pesaingnya.
Morael memberikan waktu 24 jam bagi Bolsonaro dan Partai Liberal untuk memasukkan kembali laporan keberatan yang telah diubah, disesuaikan dengan bukti-bukti baru yang diminta TSE. Jika ini tak dipenuhi, TSE akan menolak melanjutkan penanganan laporan itu.
Pemilu Brasil bulan lalu berlangsung dalam dua putaran. Ini terjadi setelah pada putaran pertama kedua kandidat, yaitu Luiz Inacio Lula da Silva dan Bolsonaro, sama-sama tidak memenuhi persyaratan memenangi pemilu, yakni dukungan di atas 50 persen. Lula mendapat dukungan sebanyak 48,4 persen dan Bolsonaro 43,2 persen.
Pada putaran ke dua, Lula da Silva mendapatkan 50,9 persen suara. Sementara Bolsonaro memperoleh 49,1 persen suara. Hasil ini membuat Lula da Silva dikukuhkan sebagai pemenang pemilu. Ia akan mulai memimpin Brasil per Januari 2023.
Andal
Kesalahan sistem yang ada dalam mesin penghitung suara belum pernah diketahui sebelumnya. Wilson RUggiero, profesor teknik komputer dan sistem digital Politeknik Universitas Sao Paulo, Brasil, mengatakan, walau tidak bisa mengindentifikasi individu pemilik suara, identifikasi lain bisa dilakukan lebih sederhana, yaitu berdasarkan kota atau distrik pemilihan.
Dia juga menyebut keberatan Bolsonaro dan Partai Liberal soal mesin penghitung suara tidak akan memengaruhi hasil pemilihan. ”Itu tidak merusak keandalan atau kredibilitas dengan cara apa pun. Poin kunci yang menjamin kebenaran adalah tanda tangan digital yang terkait dengan setiap mesin pemungutan suara,” katanya.
Diego Aranha, profesor keamanan sistem Universitas Aarhus di Denmark, yang telah berpartisipasi dalam uji keamanan resmi sistem pemilu Brasil, setuju. Aranha mengatakan, meski mesin tidak bisa mengidentifikasi pemilih atau pemilik suara berdasar nomor identitasnya pada catatan internal mesin, nomor itu akan tertera pada tanda terima tercetak yang memperihatkan jumlah semua suara bagi setiap kandidat.
Sejak dinyatakan kalah dalam pemilu, Bolsonaro hampir tidak pernah muncul di depan publik. Tercatat hanya dua kali kemunculannya di depan publik pascapemilu. Salah satunya saat ia mengimbau agar para sopir truk logistik yang menjadi salah satu basis pendukung utamanya tidak mogok kerja. Mereka juga mendesak militer untuk turun tangan mengusut dugaan adanya kecurangan dalam pemilu.
Bolsonaro menghabiskan lebih dari satu tahun untuk mengklaim bahwa sistem pemungutan suara elektronik Brasil rentan terhadap penipuan. Namun, ia tak pernah memberikan bukti. Anak laki-laki Bolsonaro yang juga anggota parlemen federal, Eduardo Bolsonaro, mengulangi kekhawatiran itu pada sebuah konferensi di Meksiko pekan lalu.
”Kami selalu tidak memercayai mesin ini. Kami ingin audit besar-besaran. Ada bukti yang sangat kuat untuk memerintahkan penyelidikan atas pemilu Brasil,” kata Eduardo.
Brasil mulai menggunakan sistem pemungutan suara elektronik pada 1996. Sejumlah pakar keamanan pemilu pada saat itu menilai, sistem seperti itu kurang aman dibandingkan kertas suara bertanda tangan karena tidak meninggalkan jejak kertas yang dapat diaudit. Namun, sistem Brasil telah diteliti dengan cermat oleh para ahli domestik dan internasional. Mereka tidak menemukan bukti bahwa sistem itu dieksploitasi untuk melakukan penipuan.
Presiden Senat, Rodrigo Pacheco, mengatakan pada Selasa sore bahwa hasil pemilu tidak perlu dipertanyakan lagi. Dalam sebuah laporan terpisah, militer Brasil mengatakan ada kekurangan dalam sistem pemilu negara itu dan mengusulkan perbaikan, tetapi tidak mendukung klaim penipuan dari beberapa pendukung Bolsonaro. (AP/AFP/Reuters)