Junta Myanmar Jatuhkan Bom di Konser Musik, 80 Orang Tewas
Etnis Kachin menyebut pesawat militer junta Myanmar menjatuhkan bom saat orang-orang sedang asyik berjoget. Ada setidaknya 300-500 orang yang menonton konser itu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
HPAKANT, SELASA — Junta militer Myanmar menjatuhkan bom di konser perayaan kelompok etnis Kachin dengan alasan menyerang markas kelompok separatis dan teroris. Sebanyak 80 orang diduga tewas akibat peristiwa tersebut. Korban dikabarkan mayoritas masyarakat sipil.
Media-media arus utama internasional belum ada yang bisa memverifikasi langsung kejadian itu. Akan tetapi, kantor berita Associated Press mewawancarai Juru Bicara Asosiasi Seniman Kachin pada Selasa (25/10/2022). Narasumber yang identitasnya dirahasiakan itu mengungkapkan bahwa pengeboman dilakukan oleh junta pada Minggu (23/10/2022).
”Kejadiannya di Desa Aung Bar Lay di Hpakant, pukul 20.00. Junta menjatuhkan empat bom dari pesawat tempur,” katanya. Hpakant adalah kota di Negara Bagian Kachin yang terletak 950 kilometer di utara Yangon.
Ketika itu, di desa sedang diadakan acara konser perayaan 62 tahun Organisasi Kachin Merdeka. Rencananya, perayaan berlangsung selama tiga hari dan Minggu adalah hari pertama. Asosiasi Seniman Kachin menduga, ada 300 hingga 500 orang yang menjadi penonton. Jumlah ini belum termasuk milisi Tentara Kachin Merdeka ataupun panitia yang sibuk di belakang panggung serta petugas katering. Bom dijatuhkan saat orang-orang sedang asyik berjoget.
”Kami menghitung ada 80 orang tewas dan 100 luka-luka. Korban tewas termasuk para penampil,” tutur narasumber itu.
Perserikatan Bangsa-Bangsa langsung mengeluarkan pernyataan begitu kabar pengeboman beredar. Mereka mengatakan, tindakan itu tidak berperikemanusiaan dan para pelaku harus bertanggung jawab. Demikian pula dengan berbagai kedutaan besar yang ada di Myanmar. Mereka mengecam junta melanggar komitmen untuk melindungi rakyat sipil dan menghormati hukum internasional.
Kachin merupakan salah satu kelompok etnis minoritas di Myanmar. Selama 62 tahun mereka berseteru dengan Pemerintah Myanmar karena ingin memerdekakan diri. Tentara pemberontak Kachin termasuk kelompok separatis terkuat di Myanmar. Akan tetapi, sejak kudeta oleh militer pada 1 Februari 2021, Organisasi Kachin Merdeka menjadi dekat dengan gerakan prodemokrasi yang menyokong pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyii yang digulingkan.
Sementara itu, junta melalui situs resmi mengumumkan bahwa serangan itu diperlukan. ”Lokasi yang diserang merupakan markas Resimen Kesembilan Tentara Kachin Merdeka. Mereka adalah organisasi teroris yang membuat kekacauan di masyarakat,” demikian pernyataan junta. Junta juga menyangkal bahwa telah jatuh korban dari kalangan sipil. Menurut mereka, berita itu adalah fabrikasi dari pihak oposisi.
Salai Maung Saing Tan atau yang terkenal dengan panggilan Dokter Sasa, sebagai juru bicara Pemerintah Nasional Bersatu (NUG) yang mendukung Suu Kyi, menuturkan, komunitas internasional harus segera mengambil langkah yang tegas untuk membuat junta jera. Sebanyak 457 organisasi masyarakat sipil Myanmar menyurati Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) agar menghapus Lima Poin Konsensus. Sebagai gantinya, mereka ingin ASEAN langsung bekerja sama dengan NUG ataupun gerakan prodemokrasi. Artinya, junta tidak dilibatkan sama sekali.
Para menteri luar negeri ASEAN akan bertemu di Sekretariat ASEAN Jakarta pada Kamis (27/10/2022) khusus untuk membahas soal Myanmar. Kabar pengeboman ini akan menjadi pertimbangan penting bagi sembilan anggota ASEAN lain yang saat ini masih dipimpin oleh Kamboja.
Dalam kesepakatan yang diambil pada Pertemuan Ke-55 Menteri Luar Negeri ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, awal Agustus lalu, Myanmar diberi batas waktu hingga November 2022 untuk melaksanakan Lima Poin Konsensus. Hingga kini, tidak satu pun poin yang diterapkan oleh junta.
”ASEAN harus benar-benar tegas dalam mengambil keputusan karena junta tidak menampakkan niat menghormati hak-hak hidup masyarakat sipil,” sebut pernyataan dari Amnesty International. Asosiasi Bantuan Tahanan Politik Myanmar mendata, sudah 2.377 warga sipil tewas akibat kekerasan junta. Jumlah ini belum mencakup mereka yang tewas di pelosok karena pendataan sulit dilakukan. (AP/Reuters)