Presiden Federal Reserve Bank of Cleveland Loretta Mester mengatakan, dengan melihat tekanan inflasi yang ada, kenaikan suku bunga perlu dinaikkan lagi hingga bisa turun ke level 2 persen.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·3 menit baca
Inflasi di Amerika Serikat tidak kunjung mereda. Pasar langsung bergejolak karena hal itu ditanggapi sebagai pertanda kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral AS akan berlanjut. Bahkan, kenaikan suku bunga diperkirakan bisa di atas 5 persen, tidak lagi pada kisaran 4 persen.
Berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja AS, Kamis (13/10/2022), inflasi pada September mencapai 8,2 persen, turun dari 8,3 persen pada Agustus. Ini meneruskan penurunan lanjutan dari Juli dengan inflasi 8,5 persen dan 9,1 persen pada Juni. Namun, inflasi inti, dengan tidak memasukkan komponen energi dan bahan pangan, naik menjadi 6,6 persen pada September dari 6,3 persen pada Agustus.
Inflasi inti pada September tersebut merupakan yang tertinggi sejak 1982. Inflasi di AS terdorong stimulus pemerintah AS dan kebijakan uang murah diiringi hambatan perdagangan global dan efek invasi Rusia ke Ukraina. Informasi terbaru itu langsung membuat pasar dunia bergolak.
Meski Bank Sentral AS (The Fed) sudah mencanangkan ketegasan untuk melanjutkan kenaikan inflasi, tetap ada harapan inflasi bisa mereda dengan sendirinya. Peredaan inflasi diharapkan menurunkan desakan untuk menaikkan suku bunga karena sangat berisiko membuat perekonomian terjerembab dan telah meresahkan pasar global sejak awal 2022.
Kenaikan suku bunga
Namun, data terbaru itu, terutama inflasi inti, memperlihatkan peredaan inflasi belum terlihat. ”Ini bukan sesuatu yang diharapkan Fed,” kata Sal Guatieri, ekonom dari BMO Capital Markets di Toronto. Pasar semakin yakin Fed pasti akan menaikkan lagi suku bunga pada pertemuan 1-2 November dari tingkat yang sekarang berkisar 3-3,25 persen.
Sejak Maret, Fed telah menaikkan suku bunga dari level 0 persen. ”Dengan data inflasi tersebut, pasar yakin Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunga pada November mendatang,” kata Seema Shah, Chief Global Strategist dari Principal Asset Management.
Para pejabat Fed juga semakin kukuh menaikkan suku bunga dengan alasan, keterlambatan menaikkan suku bunga berisiko mendorong inflasi menjadi spiral. Presiden Federal Reserve Bank of Cleveland Loretta Mester, Rabu (12/10/2022), mengatakan, dengan melihat tekanan inflasi yang ada, suku bunga perlu dinaikkan lagi hingga bisa turun ke level 2 persen.
Indeks berjatuhan
Pasar menerjemahkan perkembangan terbaru itu dengan aksi-aksi yang membuat pasar obligasi Pemerintah AS dilanda kelesuan. Imbal hasil (yield) obligasi berjangka waktu 10 tahun naik 4 persen dari 3,89 persen. Yield obligasi Jerman berjangka 10 tahun juga naik menjadi 2,304 persen dari 2,29 persen.
Kenaikan yield sekaligus memerosotkan nilai obligasi. Kenaikan yield berkorelasi positif dengan kenaikan suku bunga dan sebaliknya menyebabkan nilai obligasi menurun. Ini pertanda menurunnya kepercayaan pasar pada prospek investasi pada obligasi.
Bursa saham Asia juga menurun. Indeks Nikkei Jepang anjlok 0,6 persen, indeks Kospi Korea Selatan anjlok 1,8 persen. Indeks Hang Seng Hong Kong anjlok 1,9 persen dan saham blue chips China anjlok 0,3 persen. Ini membuat indeks MSCI Asia-Pacific menjadi yang terendah dalam 2,5 tahun terakhir.
Kurs dollar AS juga menguat ke level tertinggi dalam enam bulan terakhir terhadap berbagai mata uang kuat dunia. Terhadap yen, kurs dollar AS mencapai level tertinggi dalam 24 jam terakhir menjadi 147,2 yen per dollar AS. (REUTERS/AP/AFP)