Damaskus menuntut agar Amerika Serikat membayar ganti rugi. Dana tersebut akan digunakan untuk merehabilitasi Suriah yang hancur karena perang saudara.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
DAMASKUS, SENIN - Suriah menuding Amerika Serikat mencuri minyak bernilai lebih dari 100 miliar dollar AS. Damaskus menyebut, Washington bersekongkol dengan milisi Kurdi dan kelompok antipemerintahan Bashar al-Asaad dalam pencurian itu.
Kantor berita Suriah, SANA, melaporkan, mereka mencuri rata-rata 66.000 barel per hari. Tangki-tangki pengangkut minyak itu melewati pintu perbatasan Yarubiah di Hasakah, Suriah, menuju Mosul, Irak.
Dalam laporan pada 2 Oktober 2022, SANA menyebut tangki-tangki itu dikawal oleh pasukan yang memakai seragam tentara AS. Tangki-tangki terpantau bergerak dari Hasakah dan Raqqa, yang dikendalikan milisi Kurdi.
Dari kedua provinsi perbatasan Suriah itu, tangki menuju Mosul dan sebagian lagi ke Erbil, Irak. Seperti Hasakah dan Raqqa, Mosul dan Erbil juga dikendalikan Kurdi.
Dalam surat kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 31 Agustus 2022, Kementerian Luar Negeri Suriah kembali memprotes pencurian itu. Sejak 2011 sampai Juni 2022, Damaskus menaksir nilai minyak yang dicuri mencapai 107 miliar dollar AS.
Kemenlu Suriah meminta Setjen dan Dewan Keamanan PBB bersikap atas pencurian itu. Damaskus meminta penggantian atas kerugian itu.
Dana itu akan digunakan untuk membangun ulang Suriah yang berantakan sejak perang saudara meletus pada 2011. Dana juga dipakai untuk menyediakan layanan kemanusiaan bagi jutaan warga Suriah yang kehilangan tempat tinggal.
Raqqa
Menurut Kemenlu Suriah, pencurian terutama dilakukan di Raqqa, provinsi kaya minyak di Suriah. Sumur-sumur minyak Raqqa pernah menjadi sumber pemasukan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Kini, sumur-sumur itu dikendalikan milisi Kurdi dan kontraktor yang didampingi tentara AS.
Suriah bersama China, Rusia, dan Turki bolak-balik mendesak AS mengakhiri bantuan kepada Kurdi. Kritik Beijing, Damaskus, dan Moskwa terutama karena Washington membantu Kurdi menguasai wilayah Suriah dan mengambil sumber dayanya. Sementara kritik Ankara dilontarkan karena AS menyokong milisi yang dipandang Turki sebagai kelompok teror.
Dalam surat kepada Kongres AS pada 23 Agustus 2022, Presiden AS Joe Biden membenarkan masih ada ratusan tentara dan tentara bayaran AS di Suriah. Selain di Hasakah dan Raqqa, ada juga tentara AS di Homs. Di Homs, AS menduduki pangkalan udara Tanf.
Biden beralasan AS mempertahankan pasukan di Suriah untuk memutus jalur pasokan Iran ke Lebanon dan Palestina. Pasukan AS di Suriah juga untuk memburu sisa-sisa milisi NIIS.
Direktur Kajian Timur Tengah pada Shanghai International Studies University Zhu Weilie menyebut bahwa pernyataan Biden sulit dipercaya. Presiden AS Donald Trump pernah mengakui akan mempertahankan pasukan AS di sekitar ladang-ladang migas Suriah.
Selain itu, fakta di lapangan juga menunjukkan pasukan AS terus mengawal tangki-tangki pengangkut minyak dari Suriah ke Irak. ”AS mengawal dan mengirimkan minyak curian yang dijual murah ke perusahaan Irak. Hasil penjualan dipakai untuk menyokong milisi Kurdi,” ujarnya kepada media China, Global Times.
Manuver AS jelas pencurian sumber daya milik negara lain. Langkah AS juga jelas tidak menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah negara lain. ”Tidak ada satu pun hukum internasional membenarkan pencurian itu,” katanya.
Sebelum perang saudara meletus, Suriah adalah salah satu eksportir utama minyak. Dengan cadangan terbukti 2,5 miliar barel, Damaskus menghasilkan rata-rata 300.000 barel per hari sebelum perang. Kini, produksi harian rata-rata minyak Suriah yang dikendalikan tidak sampai 25.000 barel hari.
Pasar energi
Tudingan Suriah kembali dilontarkan di tengah pergolakan harga energi global. Pada perdagangan Senin (3/10/2022), harga Brent kembali naik 2,8 persen menjadi 87,5 dollar AS per barel. Sementara harga Texas WTI di 81,76 dollar AS per baru.
Meski ada kenaikan, harga minyak terus terpangkas sejak Juni 2022. Dari 116 dollar AS per barel pada awal Juni 2022, kini harga minyak sudah terpangkas dan setara dengan harga pada Oktober 2022.
Sejumlah analis menyebut, kenaikan harga pada perdagangan 3 Oktober tidak lepas dari potensi pemangkasan produksi hingga 1 juta barel per hari. OPEC+, organisasi eksportir minyak bersama Rusia, sudah berancang-ancang memangkas produksi di tengah penurunan harga. Pemangkasan produksi juga untuk menyikapi manuver AS dan sekutunya membatasi harga minyak dan gas Rusia, eksportir utama energi global.
Direktur Strategi Pasar Energi pada S&P Laurent Ruseckas menyebut usulan pembatasan harga energi Rusia amat rumit. Bahkan, usulan itu sulit diterapkan dalam waktu dekat. Uni Eropa, menurut Ruseckas, belum menemukan formula untuk mereka pakai. Sebagian anggota UE masih menentang gagasan itu gara-gara dianggap berpotensi mengancam keamanan energi mereka.
Kenaikan juga didorong oleh indikasi peningkatan konsumsi minyak China, importir minyak terbesar. Perusahaan pemantau pasar energi, Refinitiv, mengungkapkan, China kini mengimpor rata-rata 9,5 juta barel per hari.
Produksi total kilang minyak China juga akan mencapai 15,25 juta barel per hari. China masih menyisakan kuota 7 juta barel per hari. Ada kemungkinan produksi minyak olahan China dinaikkan. Hal itu berarti ada ruang tambahan impor minyak China. (AFP/REUTERS)