Transformasi Industri Otomotif China
Dengan populasi mencapai 1,4 miliar jiwa, China menjadi pasar besar bagi banyak produk global, termasuk otomotif. Transformasi terjadi usai pemerintah memberi peluang investor asing sambil melindungi industri lokalnya.
Booth Chery Motor Indonesia menjadi salah satu booth yang ramai dikunjungi oleh pengunjung Indonesia Internasional Motor Show 2022 yang dihelat di JIExpo Kemayoran, April lalu. Chery Motor, manufaktur kendaraan asal China, secara resmi kembali ke Indonesia setelah ”vakum” berjualan di negeri ini selama beberapa tahun.
Kembalinya Chery tidak main-main. Dia membawa tiga produk kendaraan sport utility vehicle (SUV), yaitu Tiggo 8 Pro, Tiggo 7 Pro, dan Skytour, serta satu kendaaran mungil, EQ1, kendaraan listrik berbasis baterai.
Satu lagi produk yang ditampilkan adalah Omoda 5. SUV yang garis wajah dan bodinya mengingatkan pada sebuah SUV dari pabrikan otomotif Italia ini belum diluncurkan ke pasaran. Namun, menurut rencana, Indonesia akan menjadi salah satu lokasi target lokasi peluncuran global.
”Kami menghargai pasar Indonesia dengan memperkenalkan produk baru, Omoda 5. Bukan produk lama,” kata Presiden Direktur Chery Motor Indonesia Tao Yong. Omoda 5 rencananya akan dipasarkan tidak hanya di negara-negara yang menggunakan setir kanan, tetapi juga setir kiri.
Baca juga: Unjuk Kebaruan Teknologi Otomotif
Kembali ke Indonesia, kata Tao, tidak hanya menjadikan negara ini sebagai pasar produk mereka semata, tetapi juga rencananya menjadi pusat penelitian dan inovasi bagi produk Chery lainnya. Utamanya pasar kendaraan setir kanan, yang sebagian ada di Asia, Eropa, Australia, dan Afrika.
Untuk mewujudkan rencananya, Chery berencana membangun pabrik perakitan di sebuah kawasan Industri tidak jauh dari Jakarta, berdampingan dengan pusat riset dan inovasi itu.
Tao mengakui, pasar otomotif Indonesia menarik bagi siapa pun, terutama karena kelas menengah di sini tengah berkembang. Besarnya potensi Indonesia, bukan sebagai pasar semata, melainkan juga sebagai hub bagi pasar kendaraan setir kanan, membuat manajemen Chery International memutuskan kembali ke Indonesia.
”Strategi internasional kami harus fokus pada pasar Indonesia dulu mengakar. Tidak hanya menjadi basis manufaktur, tetapi juga nantinya menjadi pusat penelitian dan pengembangan produk untuk pasar kendaraan setir kanan dan kiri,” kata Tao.
Baca juga: Menjadikan Transisi Masa Depan yang Menyenangkan
Pabrikan yang bermarkas di Wuhui, Provinsi Anhui, China, ini dalam jangka panjang berencana tidak hanya memasarkan kendaraan mesin konvensional, mesin pembakar dalam atau internal combustion engine, tetapi juga kendaraan listrik. Untuk mengarah ke sana, menurut Tao, mereka masih membutuhkan waktu, terutama untuk mempelajari regulasi yang dikeluarkan pemerintah dan pasar kendaraan di masa depan.
”Kami percaya kendaraan lisrik adalah bagian dari masa depan transportasi. Namun, untuk awal, kami ingin memulai dengan mobil berbahan bakar bensin sambil belajar dan memahami aturan pemerintah soal mobil listrik,” katanya.
Transformasi
Masuknya kembali Chery ke Indonesia bisa jadi cerminan bagaimana produk otomotif asal China melakukan transformasi dan ekspansi secara global. Chery, masuk ke Indonesia tahun 2006 dengan menggandeng PT Indomobil, sempat memasukkan banyak produk. Namun, produk kompetitor jauh lebih menarik dan memiliki kualitas lebih baik.
Chery pun hilang dari pasaran meski salah satu produknya, yaitu Chery QQ, masih terlihat berseliweran di jalanan Jabodetabek. Mobil mungil dengan konsep city car itu dianggap menjadi jawaban kebutuhan kendaraan roda empat di Jakarta yang padat dengan lahan parkir semakin sempit, serta irit bahan bakar. Nmaun, penampilan secara keseluruhan, harus diakui tidaklah menarik dibandingkan kompetitornya.
Di Indonesia, sepeninggal Chery, beberapa pabrikan China mencoba masuk menyasar pasar mobil komersial. Wuling dan DFSK (Dongfeng Sokon Automobile) hadir di Indonesia, mendapat sambutan yang cukup antusias dari para calon konsumen.
Tidak hanya desain yang menarik dan mengikuti zaman, tetapi juga teknologi yang disematkan adalah teknologi baru yang biasanya dipakai di mobil-mobil buatan Eropa. Hal lain yang membuat konsumen tertarik adalah harga yang kompetitif dengan produk-produk otomotif lainnya.
Baca juga: Mobil Listrik, Beda Gaya antara Toyota dan General Motors
Hal ini tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah China yang memberikan peluang besar bagi industri otomotif besar dunia untuk memasuki pasar negara dengan penduduk 1,4 miliar jiwa ini. Rencana pembangunan lima tahunan yang disusun Beijing dan memosisikan industri otomotif sebagai pilar penyangga perekonomian negara membuat industri ini menjadi salah satu andalan pertumbuhan perekonomian.
Meski Pemerintah China mendorong badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta untuk mengembangkan sektor otomotif, pasar tidak cukup bergairah. Baru setelah China bergabung dengan WTO dan keran impor kendaraan bermotor dibuka, pasar otomotif China menjadi ”hidup”.
Walau demikian, Beijing memilih berhati-hati dan berpikir panjang mengenai kehidupan industri otomotif dalam negeri yang dinilai masih membutuhkan ”ruang dan waktu” untuk berkembang. Pada tahun 2004, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China (NDRC) menetapkan aturan yang membolehkan industri otomotif asing membuka pabrik di negara ini dengan syarat mereka harus membentuk usaha patungan dengan pebisnis lokal, BUMN, atau BUMD. Saham perusahaan otomotif asing pun dibatasi hanya 50 persen untuk melindungi produsen dalam negeri.
Aturan tersebut membebaskan perusahaan dalam negeri China untuk bekerja sama dan membentuk usaha dengan perusahaan otomotif internasional mana pun. Sebaliknya, bagi perusahaan otomotif global, mereka hanya diperbolehkan bekerja sama dan membentuk usaha patungan dengan maksimal dua perusahaan lokal China.
Pada 2015, lima pabrikan otomotif lokal menguasai pasar dalam negeri, yaitu SAIC (Shanghai Automotive Industry Corporation), Dongfeng, FAW, Changan, dan BAIC. Dikutip dari makalah Peter Pawlicki dan Siqi Luo di laman The European Trade Union Institute, SAIC yang di Indonesia dikenal membawa produk MG (Morris Garage), berada di peringkat pertama dengan penjualan 5,86 juta kendaraan.
Baca juga: Litium, Tumpuan Evolusi Berkendara
Di peringkat kedua Dongfeng dengan penjualan 3,87 juta unit kendaraan. Secara total, penjualan lima perusahaan itu menguasai 72,5 persen pasar otomotif China.
Dukungan kebijakan ini membuat China menjadi pasar besar dan produsen kendaraan bermotor terkemuka dunia saat ini. Tahun 2018, produksi kendaraan roda empat China sebanyak 27,809 juta unit dan penjualannya mencapai 28,081 juta unit, peringkat pertama di dunia.
Platform global
Kebijakan pembukaan keran investasi yang memungkinkan industri otomotif global menjadi pemain di pasar China kini telah mendorong pelaku industri otomotif ”Negeri Tirai Bambu” ini menjadi pemain global. Menurut Mathias Holweg, Jianxi Luo, dan Nick Oliver dalam makalah ”Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan Industri Otomotif China” (International Journal of Technological Learning Innovation and Development, 2009), kebijakan yang disusun NDRC pada 2004 itu tak sekadar sebuah aturan.
Kebijakan ini telah mendorong produk otomotif China untuk membangun platform global yang tidak hanya bisa diproduksi dan ditujukan untuk pasar lokal, tetapi juga ekspor ke berbagai wilayah di dunia.
Baca juga: TNGA, Mantra Perubahan Toyota
Perbaikan kualitas produk dan penyematan teknologi teranyar membuat kendaraan-kendaraan asal China dikenal sebagai produk global. Dikutip dari Motor1, setidaknya ada sembilan perusahaan otomotif China siap menaklukkan pasar otomotif global, mulai dari SAIC, BYD yang selama ini dikenal sebagai produsen baterai, hingga Chery Automobile, Geely (yang kini menjadi pemegang saham mayoritas pabrikan otomotif Swedia Volvo) dan Changan (yang bergabung dengan Mazda dan Ford).
Kondisi itu membuat agak susah, misalnya, bagi konsumen mobil AS untuk mencari produk yang benar-benar asli buatan ”Negeri Paman Sam”. Tidak ada yang benar-benar orisinal sebagai produk dalam negeri (lokal) karena semua sudah berpadu menjadi satu produk.