Rencana Korsel Serang Korut Bisa Berisiko Perburuk Keadaan
Seoul sedang mempersiapkan serangan pendahuluan terhadap Korea Utara. Namun, strategi itu dapat memperburuk keadaan dan berisiko salah perhitungan.
Di tengah macetnya perundingan nuklir Korea Utara, Korea Selatan membuat perhitungan dengan memusatkan sumber dayanya dalam strategi mencegah serangan nuklir dari Utara. Bahkan, Seoul mempersiapkan serangan pendahuluan sejauh itu perlu. Namun, strategi itu dinilai dapat memperburuk keadaan dan berisiko salah perhitungan.
Seoul dalam keadaan siaga setelah Pyongyang menggenjot uji coba rudal balistik dan jelajah, yang juga diduga mampu membawa hulu ledak nuklir. Menteri Pertahanan Korea Selatan (Korsel) Lee Jong-Sup mengatakan, Korea Utara (Korut) sudah 18 kali menguji coba rudal sejak awal tahun. Wilson Center mengatakan, 31 rudal Korut telah ditembakkan sejak Januari 2022.
Wakil Tetap Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Linda Thomas-Greenfield mengatakan, Korut sedang bersiap melakukan uji coba nuklir. Komentarnya muncul setelah Dewan Keamanan PBB, Mei lalu, mengeluarkan resolusi untuk menghukum Korut karena telah meningkatkan uji coba rudal sejak awal tahun. Namun, resolusi itu diveto AS dan Rusia.
Baca juga: Korea Utara Mengirim Pesan via Uji Coba Rudal
Peningkatan uji coba rudal Korut, termasuk rudal balistik antarbenua (ICBM), memicu kekhawatiran Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Asia Timur, yakni Korsel dan Jepang. Tokyo khawatir karena sebagian besar rudal Korut ditembakkan ke Laut Jepang. ICBM jenis baru ditembakkan dalam pengawasan langsung pemimpin Korut, Kim Jong Un, Maret lalu.
Setelah bertahun-tahun eskalasi dengan Korut, Seoul telah mengembangkan doktrin berlapis-lapis untuk mengendalikan kemungkinan konflik nuklir dengan Pyongyang. Salah satu komponen inti dari strategi Korsel adalah ‘Kill Chain’ — itu bagian dari rencana Seoul yang lebih luas untuk melawan ancaman yang meningkat dari persenjataan nuklir Korut.
Menurut situs Indo-Pacific Defence Forum, Senin (25/7/2022), dengan meningkatkan kekuatan yang disebut komponen Kill Chain dari sistem pertahanan tiga matra militernya, Korsel bisa meningkatkan pencegahan provokasi Korut masa depan. Juga bisa meningkatkan kemampuannya untuk menghambat atau mencegah serangan Korut yang sesungguhnya.
Analisis Reuters yang dirilis pada Selasa (26/7/2022) menyebutkan, Seoul mengerahkan semua sumber dayanya ke dalam strategi untuk mencegah serangan nuklir Korut. Bahkan, jika perlu, dengan mempersiapkan serangan pendahuluan. Presiden Korsel, Yoon Suk-yeol, telah memberikan penekanan baru pada sistem Kill Chain untuk melawan serangan Korut.
Para analis dan pejabat di Seoul dan Washington mengatakan, Korsel meningkatkan kapasitas pengawasan untuk menjadi lebih baik. Hal itu akan didukung pesawat pengintai dan satelit, rudal yang lebih mematikan dan rudal jarak jauh, serta peningkatan kemitraan trilateral yang melibatkan Jepang, Korsel dan AS untuk melawan Kourt dan merusak rencana perangnya.
Baca juga: Rudal Antarbenua Terbesar Korut Ancaman Serius di Semenanjung Korea
Menurut Kementerian Pertahanan Nasional (MND) Korsel, Kill Chain merupakan gabungan sistem kekuatan Korean Air and Missile Defense (KAMD), Korea Massive Punishment and Retaliation (KMPR), dan tiga matra militer Korsel. Pendekatan Yoon lebih keras dari pendahulunya Moon Jae-in yang cenderung lunak.
Sistem Kill Chain, menurut media Korsel, dirancang untuk melakukan serangan pendahuluan ke fasilitas nuklir dan rudal Pyongyang demi melindungi Seoul dari ancaman dini. Sistem KAMD untuk melacak dan menembak jatuh rudal balistik Korut yang menargetkan Korsel. KMPR untuk membalas Korut jika menyerang Korsel.
Surat kabar Korea Times, 24 Juli 2022, melaporkan, MND berjanji memperkuat kemampuan untuk menangkis ancaman nuklir dan rudal Korut dan mengumumkan rencananya melanjutkan latihan militer skala besar dengan AS. Latihan dibatalkan, ditunda atau dikurangi Moon menyusul pertemuan tingkat tinggi Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump di Singapura di 2018. Pembatalan itu diharapkan membawa perubahan di Korut.
"Normalisasi latihan dan pelatihan akan memperkuat postur pertahanan gabungan Korea Selatan dan AS," kata MND dalam sebuah pernyataan. Latihan Korsel-AS dijadwalkan pada 22 Agustus hingga 1 September 2022. Latihan bertajuk Ulchi Freedom Shield (UFS) itu menggantikan Ulchi Freedom Guardian (UFG) yang dihentikan Moon pada 2018 untuk mendukung dialog damai antara Pyongyang-Washington.
Baca juga: Korsel-AS Unjuk Kekuatan di Semenanjung Korea
Dilaporkan, setelah serangkain uji coba rudal Korut. semua sumber daya Korsel dikerahkan untuk mengantisipasi kemungkinan serangan yang segera terjadi dari rezim Pyongyang. “Pemerintah akan benar-benar tidak bertanggung jawab jika mereka tidak memiliki [sistem] Kill Chain,” kata Dr Bruce Bennett, pakar Korea di Rand Corp, kepada Indo-Pacific Defence Forum. “Kill Chain sedang mengembangkan kemampuan pengintaian yang beragam.”
Pertama kali dikembangkan satu dekade lalu, ketika Korut menggenjot pengembangan nuklirnya, Kill Chain disiapkan untuk mampu melakukan serangan pendahuluan terhadap rudal Korut dan mungkin juga terhadap pemerintahan Korut. Hal itu disiagakan jika otoritas terkait mendeteksi serangan yang segera terjadi.
Beberapa pakar dan mantan pejabat mengatakan, Kill Chain adalah cara yang logis tetapi sangat berisiko dan berpotensi tidak dapat diandalkan jika mencoba melawan ancaman nuklir Korut. Ankit Panda dari Carnegie Endowment for International Peace, entitas yang berbasis di AS, mengatakan bahwa ancaman implisit terhadap Kim sangat tidak stabil.
Menurut Lewis, sistem Kill Chain adalah rencana militer yang kemungkinan besar akan berhasil. "Namun, (Kill Chain) itu juga merupakan opsi yang paling mungkin untuk menciptakan dinamika eskalasi yang tidak terkendali dan memulai perang nuklir."
Presiden Yoon sebelumnya mengatakan, meningkatkan sistem pertahanan sangat penting untuk memastikan Korut tidak pernah melancarkan serangan sejak awal. Pada Juli ini, Yoon mengumumkan pembentukan Komando Strategis pada 2024 untuk mengawasi strategi serangan pendahuluan dan pembalasan.
Strategi Itu akan diperkuat dengan sistem rudal balistik termutakhir, pesawat tempur siluman F-35A dan kapal selam baru. Korsel juga berusaha mengembangkan satelitnya sendiri dan teknologi lainnya untuk mendeteksi target Korut.
Baca juga: Saling Gertak di Semenanjung Korea
Terkait rencana serangan pendahuluan, para ahli meragukan itu dapat mencapai targetnya. Korut telah menguji rudal hipersonik dan rudal yang dikatakan dapat membawa senjata nuklir taktis bakal mempersempit waktu Seoul jika harus menanggapi serangan yang tertunda. "Kim memiliki banyak alasan untuk percaya bahwa dia dapat menggunakan senjata nuklirnya,” kata Panda.
Peneliti pertahanan Eropa Ian Bowers dan Henrik Stalhane Hiim, seperti dilaporkan Reuters, Selasa ini, mengatakan dalam laporan akademis tahun lalu bahwa akar dari strategi Korsel ialah melindungi nilai-nilainya jika tidak dipedulikan AS. "Efek jeranya, tak peduli apakah itu akurat atau tidak, adalah bertindak sebagai jeda jangka pendek jika AS meninggalkan Korsel."
Kekhawatiran itu meningkat ketika Trump, saat masih Presiden AS, menuntut Seoul membayar miliaran dollar AS untuk mendukung pasukan AS di Semenanjung Korea. Bahkan Trump memberi sinyal untuk kemungkinan menarik pasukannya di sana. AS mengerahkan sekitar 28.500 personel militer ke Korsel dan mempertahankan kendali operasional masa perang atas pasukan sekutu.
Park Cheol-kyun, yang bekerja pada kebijakan internasional di MND hingga Mei, mengatakan, pengembangan kemampuan seperti itu tidak selalu mencerminkan kekhawatiran komitmen AS. Katanya, Komando Strategis baru akan melibatkan sistem operasi dan struktur komando baru yang digunakan Kill Chain dan sistem terkait untuk meningkatkan kemampuan pencegahan dan respons.
Seorang pejabat senior AS mengatakan, fakta yang tidak menyenangkan bagi warga Korsel adalah setiap serangan pendahuluan harus dilakukan dengan berkonsultasi dengan AS. "Melakukan serangan pendahuluan tidak akan menjadi tindakan membela diri, dan menurut definisi ini akan termasuk dalam kategori keputusan Aliansi," kata mantan pejabat itu.
Baca juga: Sudah Tiga Kali Uji Rudal dalam Sebulan, Korut Berkilah untuk Cegah Perang
Menembak tanpa alasan ke Korut akan menjadi "pelanggaran besar" atas Perjanjian Gencatan Senjata yang disepakati sejak Perang Korea 1950-1953. Perang berakhir tanpa perjanjian damai yang resmi. Secara de facto, kedua negara bertentangga di Semenanjung Korea itu, masih sedang dalam situasi perang.
Martin Meiners, juru bicara Pentagon, menolak berkomentar tentang penempatan aset militer atau perencanaan militer di masa depan di Korsel. Dia mengatakan, keputusan tentang postur kekuatan aliansi akan dibuat secara bilateral. AS tetap mengedepankan pendekatan diplomatik, tetapi terus mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan keamanan AS dan sekutu.
Mark Esper, mantan Menteri Pertahanan AS di era Trump, mengatakan, pertahanan diri adalah prinsip dasar yang mencakup serangan pendahuluan jika diperlukan. "Jika kami mendapat informasi intelijen yang pasti bahwa Korut akan meluncurkan serangan nuklir ke Seoul, tentu saja skenario serangan pendahuluan mungkin diperlukan," katanya.
Piagam PBB juga tidak mengatur mengenai serangan pendahuluan, kecuali terkait pertahanan diri (self-defence) yang diatur dalam pasal 51 Piagam PBB. Dalam pasal 51 Piagam PBB dikatakan,setiap tindakan membela diiri harus dilaporkan kepada DK PBB sebagai organ yang berwenang untuk menentukan mengenai tindakan pertahanan diri seperti apa yang tepat tepat untuk tetap menjaga keamanan dan kedamaian dunia.(REUTERS/AFP/AP)