Rudal Antarbenua Terbesar Korut Ancaman Serius di Semenanjung Korea
Korea Utara kembali menguji rudal balistik antarbenua. Kali ini rudalnya lebih besar, lebih kuat, lebih gesit, dan lebih cepat sampai ke wilayah daratan Amerika Serikat.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
SEOUL, KAMIS — Korea Utara kembali menguji rudal. Kali ini yang diuji kemungkinan adalah rudal Hwasong-17, rudal balistik antarbenua atau ICBM tipe baru yang terbesar dari yang pernah ada. Otoritas Korea Selatan dan Jepang menyebutkan, rudal Korut itu diluncurkan, Kamis (24/3/2022), dari wilayah dekat ibu kota Pyongyang dan jatuh ke perairan sebelah timur Korut di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Jepang.
Korea Utara sudah tiga kali menguji ICBM, terakhir kalinya pada November 2017 dengan Hwasong-15. Rudal ICBM terbaru itu digadang-gadang bisa membawa hulu ledak dalam jumlah besar dan dapat menjangkau Amerika Serikat.
Dua negara tetangga Korea Utara, Jepang dan Korea Selatan, berang terhadap Pyongyang. Sebagai balasan atas uji rudal Korea Utara, Korea Selatan meluncurkan rudal dari darat, laut, dan udara.
”Uji rudal Korut itu ancaman serius bagi Semenanjung Korea, wilayah regional, dan komunitas internasional. Kim Jong Un melanggar janjinya sendiri untuk menghentikan peluncuran rudal balistik antarbenua,” kata Presiden Korsel Moon Jae-in, dalam pernyataan tertulisnya, kemarin.
AS mengecam uji rudal Korut tersebut dan mendorong dunia untuk menuntut pertanggungjawaban negara itu karena melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan, AS juga mengajak Korut duduk bersama untuk bicara serius.
”Pintu perundingan belum tertutup, tetapi Korut harus segera menghentikan tindakannya yang mengganggu stabilitas keamanan,” ujar Psaki.
Sepanjang tahun ini saja, Korut sudah menguji puluhan rudal tanpa peduli tindakan itu melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, uji coba ICBM belum ada lagi sejak Kim bertemu Presiden AS Donald Trump pada 2019.
Otoritas Jepang mengungkapkan, ICBM terbaru Korut itu diluncurkan dari Bandara Sunan dan tercatat mencapai ketinggian hingga 6.200 kilometer serta menjangkau sampai 1.100 kilometer saat terbang selama 71 menit. Rudal itu mendarat di perairan ZEE Jepang.
”Ini keterlaluan dan tidak bisa dimaafkan. Korut mengancam perdamaian dan keamanan Jepang,” kata Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menlu Korsel Chung Eui-yong menyerukan perlunya respons tegas terhadap uji rudal Korut ini. Keduanya sependapat, DK PBB perlu mengambil langkah-langkah tambahan terkait isu ini. Blinken dan Chung berkomunikasi melalui telepon segera setelah rudal Korut meluncur. Selain menelepon Korsel, Blinken juga menelepon Menlu Jepang Yoshimasa Hayashi.
Teknologi ICBM
Korut sejak lama mendambakan ICBM yang bisa membawa hulu ledak. Hwasong-17 pertama kali diluncurkan pada Oktober 2020. Pekan lalu, sebenarnya Korut menguji lagi Hwasong-17, tetapi gagal dan meledak di udara.
”Uji ICBM hari ini untuk memperbaiki kegagalan yang kemarin saja dan mereka harus segera menuntaskan teknologi ICBM,” kata Go Myong-hyun, peneliti senior di Institut Asan untuk Studi Kebijakan, Seoul.
Para pengamat mengatakan, Korut memanfaatkan pengembangan satelit yang seolah-olah digunakan untuk kepentingan damai, tetapi sebenarnya mereka mengembangkan ICBM. AS dan Korsel sudah jauh-jauh hari memperingatkan bahwa Korut sedang bersiap menguji coba ICBM setelah mereka melakukan tes yang disamarkan sebagai peluncuran luar angkasa. Korut sebenarnya waktu itu menguji komponen-komponen Hwasong-17.
Chad O’Carroll, CEO Kelompok Risiko Korea yang memantau Korut, menilai apa yang dilakukan Korut itu sebenarnya respons atas apa yang dilakukan tetangga-tetangganya bersama AS, seperti latihan militer bersama. AS diduga hendak fokus saja pada krisis Ukraina. Namun, dengan peluncuran rudal terbaru Korut itu, mau tidak mau AS harus menghadapi krisis yang sama tegangnya di Semenanjung Korea.
”Korut semakin serius mengembangkan persenjataan karena merasa risiko hukumannya minim karena ada kebuntuan dalam pembicaraan sanksi Korut di DK PBB,” ujarnya.
Peneliti di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional, Hong Min, juga mengingatkan sikap Korut ke depan juga akan ditentukan oleh pemerintahan Korsel yang kini memasuki masa transisi presidensial. Presiden Korsel Moon Jae-in akan menyerahkan kekuasaan kepada penerusnya, Yoon Suk-yeol, Mei mendatang.
”Transisi ini menciptakan kebingungan dalam kebijakan luar negeri Korsel. Semua serba tidak jelas dan kacau. Kemungkinan besar pemerintahan yang baru nanti tak akan siap menghadapi Korut,” kata Hong.
Ultah pendiri Korut
Korut akan memperingati ulang tahun bapak pendiri Korut, Kim Il Sung, ke-110 tahun pada 15 April mendatang. Pada saat itu, kemungkinan Korut akan meluncurkan ICBM atau satelit sebagai bagian dari perayaan.
”Kim merasa penting membuktikan kompetensi kepemimpinannya pada peringatan itu, terutama kepada rakyat Korut,” kata Cheong Seong-chang dari Pusat Studi Korut di Institut Sejong, Korsel.
Pakar studi Korut, Ahn Chan-il, juga menduga, Kim mau menjadi pemimpin yang dianggap berhasil mengembangkan senjata nuklir dan ICBM. Peluncuran ICBM dilakukan saat ini karena Korut juga mengambil keuntungan dari hubungan yang memburuk antara AS, China, dan Rusia, terutama setelah serangan Rusia ke Ukraina.
”Kim mungkin merasa ini saat yang tepat untuk mengembangkan ICBM sambil mengingatkan dunia, Korut adalah negara berkekuatan nuklir. Tidak seperti Ukraina,” ujar Ahn.
Selain ICBM, Kim juga mengaku akan segera meluncurkan beberapa satelit untuk memantau pergerakan AS dan negara-negara sekutunya. Pada 19 Januari lalu, Korut menyatakan akan memperkuat pertahanannya dari AS dan akan memulai lagi semua aktivitas yang semula ditangguhkan.
Korut dilaporkan membangun lokasi pengujian nuklir yang pernah ditutup tahun 2018. Namun, Korut kemungkinan memulai kembali program pengembangan nuklirnya karena AS dan Korsel semakin sering melakukan latihan militer bersama. (REUTERS/AFP/AP)