Pasar Kembali Bersiap Hadapi Kenaikan Suku Bunga AS
Saat terjadi deflasi atau penurunan harga acuan pasar, bank sentral biasanya memangkas suku bunga. Saat inflasi, bank sentral melakukan sebaliknya.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Pasar dan pengambil kebijakan global kembali harus bersiap pada peluang kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed. Anggota Dewan Gubernur The Fed sudah mewacanakan tambahan kenaikan hingga 1 persen. Sementara pasar mengantisipasi kenaikan 0,75 persen.
Keputusan kenaikan suku bunga acuan (SBA) akan dibuat dalam pertemuan Dewan Gubernur The Federal Reserve pada Rabu (27/7/2022) di Washington DC. Antara Maret dan Juni 2022, The Fed telah tiga kali menaikkan SBA sehingga SBA melonjak dari 0 persen menjadi 1,5 persen. Kenaikan terakhir pada 15 Juni 2022, yakni 0,75 persen atau terbesar sejak 1994.
The Fed memangkas SBA menjadi nol persen saat pandemi Covid-19 mulai berdampak pada perekonomian. Pada Maret 2022, The Fed mulai menaikkan SBA menjadi 0,25 persen dan 0,5 persen pada Mei 2022. Karena inflasi tidak kunjung terkendali, The Fed menaikkan lagi SBA sehingga kini SBA Fed menjadi total 1,5 persen.
Sayangnya, inflasi tetap belum terkendali. Pada Juni 2022, inflasi AS mencapai 9,1 persen. ”Mereka tetap membahas kenaikan 100 basis poin karena gambaran inflasi sangat buruk. Data beberapa waktu terakhir menunjukkan kenaikan SBA sebelum ini mulai berdampak,” kata pengajar pada Lafayette College, Julie Smith.
Ia merujuk pada pernyataan anggota Dewan Gubernur Fed, Christopher Waller, pertengahan Juli 2022. Waller menilai The Fed perlu lebih agresif mengendalikan inflasi. Karena itu, ia mewacanakan kenaikan SBA hingga 100 basis poin atau setara 1 persen. Setiap 1 basis poin setara 0,01 persen.
Mantan Wakil Ketua Dewan Gubernur Federal Reserve Donald Kohn mengimbau Ketua Dewan Gubernur Fed Jerome Powell menyampaikan secara jelas apa dasar kebijakan Fed sekarang. Fed harus tegas menyampaikan akan melambatkan atau menunda siklus kenaikan SBA.
Kohn juga menilai pengambil kebijakan AS perlu menyampaikan secara terbuka soal kondisi perekonomian AS. ”Saya pikir sekarang dalam resesi mula. Dengan tingkat pengangguran lebih tinggi 3,7 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya, inflasi tinggi, sangat banyak ketidakpastian dan kerentanan,” katanya.
Reaksi
Pasar sudah bereaksi negatif pada kemungkinan kenaikan SBA. Indeks pada DJI turun 0,14 persen dan S&P 500 turun 0,11 persen pada penutupan bursa Minggu malam atau Senin pagi WIB. Dalam perdagangan Jumat, indeks bursa berjangka AS juga terpangkas. Penurunan terburuk dicatat indeks Nasdaq yang mencapai 1,87 persen.
Reaksi dipicu hubungan SBA dengan pasar. SBA adalah alat bank sentral untuk mengendalikan inflasi-deflasi. Saat terjadi deflasi atau penurunan harga acuan pasar, bank sentral biasanya memangkas SBA. Sebaliknya, saat inflasi atau ada kenaikan harga, bank sentral menaikkan SBA. Dengan menaikkan SBA, bank sentral berharap konsumen menahan belanja dan memilih menyimpan uangnya.
Di satu sisi, penurunan belanja bisa memangkas inflasi. Di sisi lain, penurunan konsumsi bisa membuat permintaan berkurang dan industri terpaksa memangkas pasokan ke pasar. Dalam jangka panjang, kondisi itu bisa membuat industri memangkas jumlah pekerja. Perlambatan konsumsi kerap kali memaksa pertumbuhan ekonomi melambat pula.
Sejumlah lembaga penyedia kredit perumahan di AS, termasuk Wells Fargo, telah mengumumkan ribuan pegawainya dirumahkan. Adapun Goldman Sachs mengurangi perekrutan pekerja baru. Alasannya sama, permintaan kredit merosot. Saat SBA naik, kredit memang biasanya berkurang karena debitor menunda pengajuan utang gara-gara bunga lebih tinggi.
Sementara secara global, kenaikan SBA Fed kerap memicu kenaikan SBA di wilayah lain. Pekan lalu, Bank Sentral Eropa (ECB) telah menaikkan SBA 0,5 persen mulai Rabu ini. Seperti di AS, inflasi di Uni Eropa menjadi alasan ECB menaikkan SBA. ”Inflasi terus tinggi dan dikhawatirkan akan tetap di atas target sampai beberapa waktu mendatang,” kata Presiden ECB Christine Lagarde.
Pada Juni 2022, inflasi UE mencapai 9,6 persen. Di 19 negara pengguna euro, inflasi masih 8,9 persen. Karena itu, Lagarde mengisyaratkan SBA bisa saja dievaluasi setiap bulan berdasarkan data bulanan. ”Kebijakan September akan diputuskan berdasarkan data September,” ujarnya.
ECB juga gelisah karena untuk pertama kalinya sejak diperkenalkan dua dekade lalu, nilai tukar 1 euro setara 1 dollar AS pada Juni-Juli 2022. Selepas pengumuman kenaikan SBA ECB, nilai tukar euro naik menjadi 1,02 dollar AS.
Soal peluang resesi, Lagarde optimistis tidak akan terjadi di UE pada 2022 ataupun 2023. Meski demikian, ECB tidak menampik akan ada penurunan kinerja perekonomian. Pada 2022, produk domestik bruto EU ditaksir tumbuh 2,8 persen dan terpangkas menjadi 2,1 persen pada 2023. (AFP/REUTERS)