Presiden Terpilih Dilantik, Protes di Sri Lanka Berisiko Terus Berlanjut
Presiden terpilih Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, baru saja dilantik. Dalam waktu dekat, ia akan membentuk pemerintahan pelangi. Namun demikian, protes massa masih berisiko berlanjut.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
COLOMBO, KAMIS – Politisi kawakan Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, dilantik menjadi presiden negara itu, Kamis (21/7/2022), setelah terpilih menggantikan presiden terguling, Gotabaya Rajapaksa, Rabu. Dia ingin membentuk pemerintahan persatuan dengan menyerukan semua komponen masyarakat bersatu untuk membawa Sri Lanka keluar dari krisis multidimesi terburuk, yang belum pernah terjadi dalam hampir 75 tahun ini.
Sebelumnya Wickremesinghe menjabat Perdana Menteri. Sejak 13 Juli lalu, beberapa jam setelah Rajapaksa melarikan diri dari Sri Lanka karena tekanan massa demonstran, Wickremesinghe menjadi penjabat Presiden. Pada Rabu (20/7/2022), 134 dari 225 anggota parlemen memilihnya menjadi penerus masa jabatan Rajapaksa hingga November 2024.
Upacara pengambilan sumpah Wickremesinghe sebagi presiden terpilih dilakukan di parlemen dan dipimpin oleh hakim agung negara itu. Saat mengambil sumpah jabatan, kepala polisi dan panglima militer Sri Lanka berdiri di belakangnya. Ini menjadi sinyal kuat dukungan aparat keamanan negara, yang harus diterima oleh sebagian masyarakat yang tidak menghendaki sekutu Rajapaksa itu sebagai presiden.
Rakyat mengharapkan wajah baru untuk memimpin negara yang tengah dilanda inflasi 54,6 persen dan kenaikan harga pangan 81 persen akibat salah kelola itu. Massa tidak ingin Wickremesinghe, yang dianggap sebagai kelanjutan dari dinasti politik klan Rajapaksa, berkuasa lagi. Mereka tetap menuntutnya mundur dari kekuasaan seperti halnya Rajapaksa.
Sebagian besar gerakan protes yang menggulingkan dan mengusir Rajapaksa ke pelarian masih menahan diri di rumah ketika Wickremesinghe dilantik. Hanya beberapa kelompok massa yang hadir di luar Sekretariat Presiden di Colombo, Kamis. Bagunan era kolonial itu bersama istana presiden dan kantor perdana menteri diserbu oleh lautan pengunjuk pada awal Juli ini.
Rajapaksa mewarisi krisis ekonomi dan keuangan, tumpukan utang luar negeri, dan kemiskinan, dan ketiadaan uang tunai untuk membayar barang pokok impor. Pada awal bulan ini lautan massa bersumpah untuk terus berjuang melawan jika Wickremesinghe masih bercokol di pemerintahan. Dia dituding sebagai sekutu dekat dan penerus dinasti klan Rajapaksa yang berkuasa sejak 2005.
"Kami tidak akan menyerah karena yang dibutuhkan negara ini adalah perubahan sistem secara total," kata Pratibha Fernando, seorang pengunjuk rasa di Sekretariat Presiden. "Kami ingin menyingkirkan politisi korup ini, jadi itulah yang akan kami lakukan."
Wickremesinghe, Kamis, membuat pembedaan yang sangat jelas antara massa pengunjuk rasa damai dan massa "pengacau" yang terlibat dalam perilaku ilegal. "Jika Anda mencoba menggulingkan pemerintah, menduduki kantor presiden dan kantor perdana menteri, itu bukan demokrasi, itu melanggar hukum," katanya.
Menurut Wickremesinghe, "Kami akan menangani mereka dengan tegas sesuai hukum. Kami tidak akan membiarkan minoritas pengunjuk rasa menekan aspirasi mayoritas diam yang menuntut perubahan dalam sistem politik." Para pengunjuk rasa yang menyerbu istana presiden dan mengusir Rajapaksa menuduh Wickremesinghe sebagai wakil klan Rajapaksa.
Beberapa jam setelah memenangkan pemungutan suara parlemen, Wickremesinghe tampak menjauhkan diri dari klan Rajapaksa. "Saya bukan sahabat Rajapaksa. Saya sahabat rakyat," katanya kepada wartawan setelah mengujungi di kuil Buddha di Colombo. Awal Juli, saat massa mendesaknya mundur, dia berkata akan bertahan hingga presiden baru terpilih.
Wickremesinghe, yang pernah menjabat menteri keuangan di masa Rajapaksa, telah terlibat dalam negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket dana talangan senilai hingga 3 miliar dollar AS. Krisis ekonomi dan keuangan yang diperparah oleh pandemi Covid-19 telah membuat Sri Lanka gagal membayar cicilkan bunga utang dan pokok utang senilai 51 miliar AS pada April lalu.
Sumber resmi di Colombo mengatakan, presiden baru itu diperkirakan akan segera membentuk kabinet persatuan yang solid. Politisi kawakan yang telah malang melintang di panggung politik nasional selama lebih dari empat dekade itu akan memilih perdana menteri baru, menyerap perwakilan semua kekuatan politik dan eleman masyarakat ke pemerintahan.
Wickremesinghe diperkirakan akan mengangkat teman sekolahnya dan mantan Menteri Administrasi Publik Dinesh Gunawardena untuk menjadi perdana menteri dalam pemerintahan persatuan. Namun, sumber-sumber politik mengatakan dua kandidat lain berpotensi menjadi perdana menteri baru.
Pemerintahan Wickremesinghe kemungkinan besar akan mencakup beberapa anggota parlemen oposisi. Persatuan semua perwakilan kekuatan politik dan elemen masyarakat akan mampu membawa Sri Lanka keluar dari krisis ekonomi dan keuangan serta polarisasi sosial politik terburuk dalam hampir 75 tahun terakhir ini, yakni sejak 1948.
"Akan ada beberapa anggota parlemen dari oposisi utama yang bergabung dengan kabinet," kata sumber yang dekat dengan Wickremesinghe, seraya menambahkan bahwa presiden baru ingin memastikan koalisi pelangi. Pemerintahan persatuan diharapkan menghindarkan Wickremesinghe dari aksi protes yang ingin mendongkelnya, seperti yang terjadi pada Rajapaksa.
Pemimpin oposisi Sajith Premadasa mengatakan bahwa dia telah bertemu dengan Wickremesinghe untuk membahas bagaimana melindungi negara dari "kesengsaraan dan bencana" lebih lanjut. "Kami sebagai oposisi akan memberikan dukungan konstruktif kami untuk upaya meringankan penderitaan manusia," cuit Premadasa, Kamis.
Kami sebagai oposisi akan memberikan dukungan konstruktif kami untuk upaya meringankan penderitaan manusia.
Sri Lanka juga mencari bantuan dari negara tetangga India, China dan mitra internasional lainnya. Prioritas bagi pemerintah baru adalah melanjtukan pembicaraan soal bailout yang sedang terhenti dengan IMF dan merestrukturisasi utang luar negerinya yang tidak berkelanjutan.
Kepala Badan Intelijen Pusat AS (CIA), Bill Burns, menyalahkan krisis keuangan Sri Lanka pada investasi China yang berutang tinggi, beberapa di antaranya mendanai proyek infrastruktur Gajah Putih. Itu karena China merupakan pemberi pinjaman bilateral terbesar ke Sri Lanka, menyumbang lebih dari 10 persen dari utang luar negeri senilai 51 miliar yang gagal dibayar pada April. (AFP/REUTERS/AP)