Orang Dekat Dinasti Rajapaksa Terpilih sebagai Presiden Baru Sri Lanka
Politikus yang setia kepada dinasti Rajapaksa akhirnya benar-benar menjadi kepala negara Sri Lanka. Ia tidak diterima rakyat yang mengharapkan wajah baru di pemerintahan guna mengatasi krisis terburuk negara itu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
COLOMBO, KAMIS — Parlemen Sri Lanka selesai melakukan pemungutan suara untuk memilih presiden yang baru pada Rabu (20/7/2022). Mantan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe yang merupakan pelaksana tugas presiden setelah pengunduran diri Gotabaya Rajapaksa memenangi pemilihan ini. Akan tetapi, ia tidak diterima oleh rakyat.
Surat kabar lokal, The Island, melaporkan, pemilihan itu berlangsung selama satu jam. Dalam penghitungan suara, Wickremesinghe yang berpengalaman politik selama 45 tahun dan sudah pernah enam kali menjabat sebagai perdana menteri memperoleh 134 suara. Saingannya, Dullas Alahapperuma, mendapat 82 suara, sedangkan Anura Dissanayake mendapat tiga suara.
”Kita semua harus bekerja sama, terlepas latar belakang politik masing-masing. Negara ini dilanda krisis yang tak akan bisa diatasi jika setiap pihak mengedepankan ego sektoral,” kata Wickremesinghe setelah memenangi pemilihan.
Di luar gedung parlemen dan di jalan-jalan, rakyat meneriakkan kekecewaan mereka. Rakyat mengharapkan wajah baru untuk memimpin negara yang tengah dilanda inflasi 54,6 persen dan kenaikan harga pangan 81 persen akibat salah kelola itu. Mereka tidak mau Wickremesinghe yang dianggap sebagai antek dinasti politik Rajapaksa berkuasa. Presiden sebelumnya, Gotabaya Rajapaksa, kabur ke Singapura.
Wickremesinghe adalah politikus dari partai SLPP yang dikuasai keluarga Rajapaksa. Para anggota parlemen dari SLPP adalah penentu kemenangan dia dalam pemilihan presiden kali ini sehingga Wickremesinghe dianggap memiliki kewajiban terhadap partai.
Pentolan partai SLPP ini sebenarnya ialah Basil Rajapaksa, kakak dari Gotabaya dan Mahinda yang menjabat sebagai perdana menteri sebelum krisis ekonomi meledak. Menurut publik, walaupun seorang pakar ekonomi, Wickremesinghe tidak lebih dari boneka keluarga Rajapaksa.
Bukti ketidakpercayaan publik kepadanya, kediaman pribadi Wickremesinghe dibakar pekan lalu ketika unjuk rasa mencapai puncak kekacauan. Istana kepresidenan diduduki massa sampai sekarang.
Kemarahan rakyat belum reda dan situasi belum stabil. Warga harus mengantre 3-4 hari demi membeli tabung gas. Oleh sebab itu, banyak rumah tangga yang beralih memakai kayu bakar karena minyak tanah sekalipun langka. Untuk memperoleh bensin dan solar, pemilik kendaraan harus mengantre hingga 5 hari.
Surat kabar Hindustan Times melaporkan, India telah mengulurkan tangan kepada Sri Lanka. Mereka mengirim pangan, obat-obatan, pupuk, dan bahan bakar. Perdana Menteri India Narendra Modi, walaupun dikritik oleh parlemen, tetap memberi dana talangan sebesar 3,8 miliar dollar Amerika Serikat secara cuma-cuma.
Direktur Pengelola Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, negosiasi pemberian paket bantuan dan penyelamatan ekonomi Sri Lanka masih berlangsung. Negara tersebut membutuhkan valuta asing untuk menggerakkan perekonomian.
Permasalahannya, menurut tajuk rencana Hindustan Times, Sri Lanka memiliki rekam jejak yang buruk. Sebelumnya, mereka tujuh kali bernegosiasi dengan IMF dan semuanya gagal. ”Para pemimpin negara itu salah mengelola perekonomian. Ingat, Wickremesinghe sendiri yang memberi China izin sewa 99 tahun untuk pelabuhan dan bandara Hambatonta sehingga Sri Lanka jatuh ke jerat utang China,” demikian kutipan tajuk rencana.
Sementara itu, pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk isu utang luar negeri dan hak asasi manusia (HAM), Attiya Waris, menjelaskan, salah kelola Sri Lanka membuat kesenjangan ekonomi sangat lebar. ”Ini membuat ketiadaan pemenuhan secara sistematis. Pemberian dana talangan dari negara lain ataupun lembaga internasional juga harus mensyaratkan penegakan HAM,” tuturnya kepada kantor berita Indian Press Trust.