Kerusakan Lingkungan di Australia Ancam Kelestarian Satwa Endemik
Kerusakan alam di Australia berdampak luar biasa pada kelestarian hayati negeri itu. Kondisi itu semakin parah karena perubahan iklim
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·4 menit baca
MELBOURNE, SELASA - Perubahan iklim memberi dampak luar biasa pada kelestarian hayati di Australia. Dalam sebuah laporan yang dirilis Pemerintah Australia pada Selasa (19/7/2022), disebutkan, negeri yang berada di selatan Indonesia itu kehilangan banyak spesies mamalia dibandingkan wilayah lain di dunia.
Dalam laporan itu antara lain disebutkan bahwa jumlah spesies yang masuk ke dalam daftar spesies terancam punah naik 8 persen, atau sekitar 200 spesies. Angka itu dapat menjadi lebih tinggi karena dampak kebakaran hutan yang menerjang Autralia pada tahun 2019-2020.
Laporan itu mengatakan bahwa peningkatan suhu, perubahan tren kebakaran dan curah hujan, serta kenaikan permukaan laut dan pengasaman laut memiliki dampak signifikan pada kondisi lingkungan hidup benua itu. Bahkan dampak itu diduga bertahan lama.
Saat ini, beberapa binatang endemik Australia, seperti kadal ekor biru diketahui hanya ada di penangkaran. Tikus batu dan rubah terbang yang tinggal di Pulau Christmas pun diprakirakan berisiko punah dalam 20 tahun ke depan. Populasi pohon cendana pun kian menurun. Tak hanya itu, kebakaran hutan di Australia juga menyebabkan 9 persen habitat asli Koala, hancur. Kebakaran hutan itu juga menyebabkan 1-3 miliar binatang mati atau kehilangan habitat mereka.
Sejak awal abad ke-20, suhu rata-rata daratan Australia meningkat sebesar 1,4 derajat Celsius. Menurut laporan itu, permukaan laut terus naik – lebih cepat – dari rata-rata global dan mengancam populasi dan ekosistem di pesisir. Salah satu gugusan terumbu karang terkenal di dunia Great Barrier Reef mulai didera pemutihan karang massal. Hal itu disebabkan oleh perubahan iklim dan lingkungan yang ekstrem.
Yang lebih memprihatinkan, selain deraan gelombang panas laut, ancaman pengasaman laut yang disebabkan penyerapan karbon dioksida dari udara membuat ancaman pada kelestarian terumbu karang itu makin besar.
"(isi) Laporan Keadaan Lingkungan adalah dokumen yang mengejutkan, laporan ini menceritakan kisah krisis dan penurunan lingkungan Australia," kata Menteri Lingkungan Tanya Plibersek dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa pemerintah Partai Buruh yang baru akan menjadikan lingkungan sebagai prioritas.
Para ilmuwan dan kelompok lingkungan mengatakan laporan itu merupakan peringatan bagi pemerintah baru Australia yang kini dipimpin Perdana Menteri Anthony Albanese. Mereka didesak untuk mengambil kebijakan yang lebih ramah lingkungan seperti meningkatkan pengurangan emisi karbon, merombak undang-undang untuk melindungi habitat dan menginvestasikan lebih banyak uang untuk melindungi keragaman hayati Australia.
“Tidak boleh ada lagi waktu yang dibiarkan terbuang percuma,” kata Jim Radford, peneliti dari Universitas La Trobe, Melbourne.
Dalam laporan itu juga disebutkan, bahwa untuk mendukung upaya pemulihan spesies yang kini terancam, pemerintah diminta menyisihkan dana hingga 1,2 miliar dollar AS. Menurut sejumlah ilmuwan yang terlibat dalam laporan itu mengatakan, ketidakmampuan untuk mengelola tekanan secara memadai akan terus mengakibatkan kepunahan spesies.
Perubahan lingkungan
Yang menarik sebagai pelajaran berharga adalah, laporan itu menyebutkan bahwa sejak tahun 1990, jutaan hektar hutan primer di Australia telah dibuka. Antara tahun 2000 dan 2017 sekitar tujuh juta hektar habitat sejumlah spesies asli Australia juga terancam.
Kota-kota Australia juga tumbuh dengan cepat, yang menurut para ilmuwan berdampak pada meningkatnya suhu di kawasan perkotaan, menambah polusi dan limbah, serta menyerap lebih banyak sumber daya air dan energi.
"Sydney telah kehilangan lebih dari 70 persen tutupan vegetasi asli melalui pembangunan," kata laporan itu. Saluran air hujan Sydney Habour juga menciptakan titik-titik polusi dengan konsentrasi 20 kali lebih tinggi daripada saat pelabuhan itu masih alami.
"Temuan laporan ini sangat memilukan, dan kegagalan kepemimpinan yang menyebabkan kerugian pada skala ini sangat menghancurkan," kata Rachel Lowry, penjabat Direktur Eksekutif WWF Australia.
Menurutnya, jika isi laporan itu tidak diindahkan, sejumlah satwa ikonik seperti Koala dan Tupai Terbang akan punah. Bagi WWF, laporan itu harus menjadi titik balik untuk mengerahkan energi dan perhatian lebih besar, dan ketentuan yang lebih kuat untuk melindungi keragaman spesies di Australia.
Lowry mendesak pemerintah PM Albanese untuk bertindak cepat, serta mengubah Undang-Undang Lingkungan yang ada karena telah gagal melindungi beragam spesies binatang di Australia, khususnya spesies yang terancam.
"Ketika kita membiarkan kerugian ini, kita tidak hanya kehilangan sepotong identitas Australia, kita juga kehilangan kesempatan untuk memastikan ekonomi yang sehat dan berkembang bersama beberapa aset alam paling berharga di dunia," katanya.